A. Pengantar
Persalinan merupakan salah satu
peristiwa penting dan senantiasa diingat dalam kehidupan wanita. Setiap wanita
memiliki pengalaman melahirkan tersendiri
yang dapat diceritakan ke orang lain. Memori melahirkan, peristiwa dan
orang-orang yang terlibat dapat bersifat
negatif atau positif, dan pada akhirnya dapat menimbulkan efek emosional dan
reaksi psikososial jangka pendek dan jangka panjang (Holmes & N.Baker, 2011).
Upaya kesehatan ibu bersalin dilaksanakan dalam
rangka mendorong agar setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih
dan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan. Pertolongan persalinan adalah
proses pelayanan persalinan dimulai pada kala I sampai dengan kala IV
persalinan. Pencapaian upaya kesehatan ibu bersalin diukur melalui indikator
persentase persalinan ditolong tenaga kesehatan terlatih (Cakupan Pn).
Indikator ini memperlihatkan tingkat kemampuan Pemerintah dalam menyediakan
pelayanan persalinan berkualitas yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih(SDKI, 2012).
Sebagian besar masyarakat indonesia masih
mempercayai tenaga non kesehatan. Salah satu kasus kesehatan yang masih banyak
terjadi di indonesia adalah persalinan dengan pertolongan oleh dukun bayi.
Kenyataannya, hampir semua masyarakat indonesia baik yang tinggal di pedesaan
maupun perkotaan lebih senang ditolong oleh dukun. Hal tersebut disebabkan oleh
tradisi dan adat istiadat setempat (Kusumandari, 2010)
Persentase persalinan yang ditolong tenaga kesehatan
terlatih (cakupan Pn) di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 88,64%. Angka ini telah
berhasil memenuhi target Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2012 sebesar 88%.
Capaian indikator ini dalam 9 tahun terakhir menunjukkan kecenderungan
peningkatan, yaitu dari 74,27% pada tahun 2004 menjadi 88,64% pada tahun 2012.
Secara nasional indikator ini memang telah berhasil
memenuhi target Renstra tahun 2012, namun demikian masih terdapat kesenjangan
antar provinsi. Provinsi dengan cakupan tertinggi adalah DI Yogyakarta sebesar
98,62%, diikuti oleh Kepulauan Riau dan Kepulauan Bangka Belitung masing-masing
sebesar 97,95%. Sedangkan Provinsi Papua memiliki capaian terendah sebesar
43,54% diikuti oleh Papua Barat sebesar 65,15%, dan Nusa Tenggara Timur sebesar
69,41%. dapat diketahui bahwa terdapat 17 provinsi (51,5%) dengan capaian
melebihi target Renstra 2012 sebesar 88%. Sedangkan 16 provinsi lainnya
memiliki capaian di bawah Renstra 2012 (SDKI, 2012).
Kematian ibu terkait erat dengan penolong persalinan
dan tempat/fasilitas persalinan. Persalinan yang ditolong tenaga kesehatan
terbukti berkontribusi terhadap turunnya risiko kematian ibu. Demikian pula
dengan tempat/fasilitas, jika persalinan dilakukan di fasilitas kesehatan, juga
akan semakin menekan risiko kematian ibu. Oleh karena itu, kebijakan
Kementerian Kesehatan adalah seluruh persalinan harus ditolong oleh tenaga
kesehatan dan diupayakan dilakukan di fasilitas kesehatan.
Upaya penting dalam program kesehatan ibu di
Indonesia adalah Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K)
yang menitikberatkan fokus totalitas pemantauan yang menjadi salah satu upaya
deteksi dini, menghindari risiko kesehatan pada ibu hamil serta menyediakan
akses dan pelayanan kegawatdaruratan kebidanan dan bayi baru lahir dasar di
tingkat Puskesmas (PONED) dan pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal
komprehensif di Rumah Sakit (PONEK).
Di sebagian daerah di Indonesia, cakupan persalinan
ditolong tenaga kesehatan masih rendah dikarenakan masih adanya kepercayaan
masyarakat untuk melahirkan ditolong dukun. Selain itu, di daerah dengan
kondisi geografis sulit, masyarakat menghadapi kendala untuk dapat mengakses
fasilitas pelayanan kesehatan secara cepat(SDKI, 2012).
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Tris Eryando (2009) Rendahnya
ANC maupun penolong persalinan oleh tenaga kesehatan ternyata dipengaruhi oleh
ketidaktahuan ibu tentang gejala kehamilan, risiko kehamilan dan risiko
melahirkan. Meskipun sebagian telah memanfaatkan bidan untuk ANC, namun masih
ada sebagian yang tetap menggunakan dukun bayi sebagai penolong kelahiran. Hal
ini terkait dengan rendahnya pengetahuan tentang risiko melahirkan,
aksesibilitas fisik (jarakke pelayanan kesehatan), serta biaya pelayanan ANC
dan melahirkan.Faktor jam buka pelayanan juga menjadi salah satu alasan karena
tidak sesuai dengan waktu yang dimiliki ibu untuk ANC (Eryando, 2009).
B. Pengertian
Persalinan adalah proses pengeluaran
hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar
kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau
tanpa bantuan (kekuatan sendiri) (Ida Ayu Chandranita Manuaba, 2013).
Pertolongan persalinan oleh tenaga
non kesehatan yaitu proses persalinan yang dibantu oleh tenaga non kesehatan
yang biasa di kenal dengan istilah paraji/dukun bayi (Kusumandari, 2010).
Menurut Kusnada Adimiharja, dukun
bayi adalah seorang wanita atau pria yang menolong persalinan. Kemampuan ini
diperoleh secara turun menurun dari ibu kepada anak atau dari keluarga dekat
lainnya. Cara mendapatkan keterampilan ini adalah melalui magang dari
pengalaman sendiri atau saat membantu melahirkan. Suparlan mengatakan bahwa
dukun bayi mempunyai ciri-ciri yaitu:
1.
Pada umumnya terdiri dari orang biasa
2.
Pendidikan tidak melebihi pendidikan orang biasa,
umumnya buta huruf.
3.
Pekerjaan sebagai dukun umumnya bukan untuk tujuan
mencari uang tetapi karena panggilan atau melalui mimpi-mimpi dengan tujuan
untuk menolong sesama.
4.
Di samping menjadi dukun, mereka mempunyai pekerjaan
lain yang tetap. Misalnya petani, atau buruh kecil sehingga dapat dikatakan
bahwa pekerjaan dukun hanyalah pekerjaan sambilan.
5.
Ongkos yang harus dibayar tidak ditentukan, tetapi
menurut kemampuan dari masing-masing orang yang ditolong sehingga besar kecil
uang yang diterima tidak sama setiap waktunya.
6.
Umumnya dihormati dalam masyarakat atau umumnya
merupakan tokoh yang berpengaruh, misalnya kedudukan dukun bayi dalam
masyarakat (Kusumandari, 2010).
C.
Faktor-faktor Penyebab
Mengapa Masyarakat Lebih Memilih Penolong Bersalin Dengan tenaga Kesehatan
Non-medis
Masih banyak masyarakat yang memilih
persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan non- medis daripada tenaga kesehatan
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
1.
Kemiskinan
Tersedianya berbagai jenis pelayanan
public serta persepsi tentang nilai dan mutu pelayanan merupakan faktor penentu
apakah rakyat akan memilih kesehatan atau tidak. Biasanya, perempuan memilih
berdasakan penyedia layanan tersebut, sementara laki-laki menentukan pilihan
mereka berdasarkan besar kecilnya biaya sejauh dijangkau oleh masyarakat
miskin.
Sekitar 65%
dari seluruh masyarakat miskin yang diteliti menggunakan penyesia layanan
kesehatan rakyat seperti bidan di desa, puskesmas atau puskesmas pembantu
(pustu), sementara 35% sisanya menggunakan dukun beranak yang dikenal dengan
berbagai sebutan. Walaupun biaya merupakan alasan yang menentukan pilihan
masyarakat miskin, ada sejumlah faktor yang membuat mereka lebih memilih
layanan yang diberikan oleh dukun. Biaya pelayanan yang diberikan oleh bidan di
desa untuk membantu persalinan lebih besar daripada penghasilan RT miskin dalam
satu bulan. Disamping itu, biaya tersebut pun harus dibayar tunai. Sebaliknya,
pembayaran terhadap dukun lebih lunak secara uang tunai dan ditambah barang.
Besarnya tariff dukun hanya sepersepuluh atau seperlima dari tariff bidan dea.
Dukun juga bersedia pembayaran mereka ditunda atau dicicil(Suara Merdeka,
2003).
2. Masih
langkanya tenaga medis di daerah-daerah pedalaman
Sekarang
dukun di kota semakin berkurang meskipun sebetulnya belum punah sama sekali
bahkan disebagian besar kabupaten, dukun beranak masih eksis dan dominant.
Menurut data yang diperoleh Dinas Kesehatan Jawa Barat jumlah bidan jaga di
Jawa Barat sampai tahun 2005 ada 7.625 orang. Disebutkan pada data tersebut,
jumlah dukun di perkotaan hanya setengah jumlah bidan termasuk di kota Bandung.
Namun, di 9 daerah (kabupaten) jumlah dukun lebih banyak (dua kali lipat)
jumlah bidan. Malah di Jawa Barat masih ada 10 kabupaten yang tidak ada bidan
(Ketua Mitra Peduli/Milik Jabar).
3.
Kultur budaya masyarakat
Masyarakat
kita terutama di pedesaan, masih lebih percaya kepada dukun beranak daripada
kepada bidan apalagi dokter. Rasa takut masuk rumah sakit maih melekat pada kebanyakan
kaum perempuan. Kalaupun terjadi kematian ibu atau kematian bayi mereka terima
sebagai musibah yang bukan ditentukan manusia
Selain itu
masih banyak perempuan terutama muslimah yang tidak membenarkan pemeriksaan
kandungan, apalagi persalinan oleh dokter atau para medis laki-laki. Dengan
sikap budaya dan agama seperti itu, kebanyakan kaum perempuan di padesaan tetap
memilih dukun beranak sebagai penolong persalinan meskipun dengan resiko sangat
tinggi.
4.
Pengaruh tingkat pendidikan ibu hamil terhadap
pemilihan penolong persalinan
Tingkat
pendidikan ibu juga berpengaruh pada pemilihan penolong persalinan dan
perawatan selama kehamilan. Pada penelitian yang diadakan di lima-peru
pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, sebanyak 82 % wanita
berpendidikan memilih pelayanan kesehatan (NAKES) dan wanita tidak
berpendidikan yang memilih tenaga NAKES hanya 62% (Kusumandari, 2010).
D.
Penanganan
1. Dengan diadakan program penempatan bidan di desa yang bertujuan untuk menurunkan tingkat
kematian ibu hamil, bayi dan balita. Kecuali hal-hal yang
berhubungan dengan adat dan kebiasaan masyarakat setempat, dengan menjalin
hubungan kemitraan antara keduanya.
2. Dalam
meningkatkan mutu pelayanan kita bisa melakukan pelatihan-pelatihan kepada
dukun sehingga para dukun diharapkan bisa mengetahui tentang tanda-tanda bahaya
kehamilan dan persalinan. Selain itu kemitraan antara bidan dan dukun bayi
sangat diperlukan.
Kemitraan
adalah suatu bentuk kerja sama antara bidan dengan dukun dimana setiap kali ada
pasien yang hendak bersalin, dukun akan memanggil bidan. Pada saat pertolongan
persalinan tersebut ada pembagian peran antara bidan dengan dukunnya. Selain
pada saat persalinan ada juga pembagian peran yang dilakukan pada saat
kehamilan dan masa nifas, tetapi memang yang lebih banyak diutarakan adalah
kerjasama pada saat persalinan.
3. Penyediaan pelayanan kegawatdaruratan yang berkualitas
dan sesuai standar, antara lain bidan desa di polindes/pustu, puskesmas PONED
(Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Dasar), Rumah sakit PONEK (Pelayanan
Obstetri Neonatal Emergency Kualitas) 24 jam.
4. Mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan dan
penanganan komplikasi keguguran, antara lain dalam bentuk KIE untuk mencegah
terjadinya 4 terlalu, pelayanan KB berkualitas pasca persalinan dan pasca
keguguran, pelayanan asuhan pasca keguguran, meningkatkan partisipasi aktif
pria.
5. Pemantapan kerjasama lintas program dan sektor, antara
lain dengan jalan menjalin kemitraan dengan pemda, organisasi profesi (IDI,
POGI, IDAI, IBI, PPNI), Perinasia, PMI, LSM dan berbagai swasta.
6. Peningkatan partisipasi perempuan, keluarga dan
masyarakat, antara lain dalam bentuk meningkatkan pengetahuan tentang tanda
bahaya, pencegahan terlambat 1 dan 2, serta menyediakan buku KIA
(Ambarwati, 2011).
1 komentar:
bolehlah berbagi sumber ni bu ckckcck.. kebetulan tema skripsi tntg kemitraan bidan dan dukun....
Posting Komentar