A.
Latar
Belakang
Pelayanan kebidanan merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan, yang diarahkan untuk mewujudkan kesehatan
keluarga yang berkualitas. Pelayanan kebidanan merupakan layanan yang diberikan
oleh bidan sesuai dengan kewenangan yang diberikannya dengan maksud untuk
meningkatkan kesehatan ibu dan anak dalam rangka tercapainya keluarga
berkualitas, bahagia dan sejahtera (Ambarwati, 2011).
Angka Kematian Ibu
(AKI) juga menjadi salah satu indikator penting dari derajat kesehatan
masyarakat. AKI menggambarkan jumlah wanita yang meninggal dari suatu penyebab
kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk
kecelakaan atau kasus insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa
nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan per
100.000 kelahiran hidup. AKI juga dapat digunakan dalam pemantauan kematian
terkait dengan kehamilan. Indikator ini dipengaruhi status kesehatan secara
umum, pendidikan dan pelayanan selama kehamilan dan melahirkan. Sensitivitas
AKI terhadap perbaikan pelayanan kesehatan menjadikannya indikator keberhasilan
pembangunan sektor kesehatan(C.Benson & Pernoll, 2008).
Data kematian ibu
berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2007 menyebutkan
bahwa AKI untuk periode 5 tahun sebelum survei (2003-2007) sebesar 228 per
100.000 kelahiran hidup. Angka ini lebih rendah dibandingkan AKI hasil SDKI
tahun 2002-2003 yang sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup. Namun terjadi
peningkatan Berdasarkan SDKI 2012, rata-rata angka kematian ibu (AKI) tercatat
mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup (Rahmaningtiyas, 2012).
Rumah sakit selain untuk rnencari
kesembuhan juga merupakan surnber dari berbagai penyakit, yang berasal dari
penderita maupun dari pengunjung yang berstatus karier. Kuman penyakit ini
dapat hidup dan berkembang di lingkungan rumah sakit, seperti udara, air,
lantai, makanan dan benda-benda peralatan medis maupuu non medis. Jadi infeksi
yang mengenai seseorang dan infeksi tersebut diakibatkan pengaruh dari
lingkungan Rumah sakit disebut infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial (Hospital Acquired
Infection/Nosocomial Infection) adalah infeksi yang didapat dari rumah sakit
atau ketika penderita itu dirawat di rumah sakit. Nosokomial berasal dari
kataYunani nosocomium yang berarti rumah sakit. Jadi kata nosokomial
artinya "yang berasal dar irumah sakit”, sementara kata infeksi artinya
terkena hama penyakit1. Infeksi ini baru timbul sekurang-kurangnya dalam waktu
3 x 24 jam sejak mulai dirawat, dan bukan infeksi kelanjutan perawatan
sebelumnya. Rumah sakit merupakan tempat yang memudahkan penularan berbagai
penyakit infeksi (Nugraheni & Winarni, 2011).
Tindakan atau upaya
pencegahan penularan penyakit infeksi adalah tindakan yang paling utama. Upaya
pencegahan ini dapat dilakukan dengan cara memutuskan rantai penularannya.
Rantai penularan adalah rentetan proses berpindahnya mikroba patogen dari
sumber penularan (reservoir) ke pejamu dengan/tanpa media perantara.jadi, kunci
untuk mencegah atau mengendalikan penyakit infeksi adalah mengeliminasi mikroba
patogen yang bersumber pada reservoir serta mengamati mekanisme transmisinya,
khususnya yang menggunakan media perantara (Darmadi, 2008).
Sumber penularan atau
reservoir adalah orang(penderita), hewan, serangga (arthopoda) seperti lalat,
nyamuk, kecoa yang sekaligus dapat berfungsi sebagai media perantara. Selain
itu sampah, limbah, ekstreta/sekreta dari penderita, sisa makanan dan
lain-lain. Infeksi nosokomial dapat dicegah dan dikendalikan dengan
memperhatikan tiga sikap pokok yaitu, kesadaran dan rasa tanggung jawab
petugas, selalu ingat akan tindakan aseptik, desinfeksi dan sterilisasi dan
menjaga mutu sanitasi di setiap ruangan (Darmadi, 2008).
Infeksi
nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak di negara
miskin dan negara yang sedang berkembang karena penyakit-penyakit infeksi masih
menjadi penyebab utamanya. Suatu penelitian yang dilakukan oleh WHO tahun 2006
menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara di Eropa,
Timur tengah, dan Asia Tenggara dan Pasifik terdapat infeksi nosokomial,
khususnya di AsiaTenggara sebanyak l0%. Di Indonesia yaitu di 10 RSU
pendidikan, infeksi nosokomial cukup tinggi yaitu 6-16% dengan rata-rata 9,8%
pada tahun 2010 (Nugraheni & Winarni, 2011).
Semakin luas jangkauan
pelayanan, maka semakin banyak penderita yang dilayani serta semakin banyak
penderita yang memerlukan rawat inap. Bila sanitasi rumah sakit tidak terjamin
dengan baik, maka semakin besar resiko terjadinya ancaman infeksi nosokomial
pada penderita-penderita yang sedang dalam proses asuhan keperawatan (Darmadi, 2008).
B.
Tujuan
1. Mengetahui
pelaksanaan pencegahan infeksi di ruang Nifas An-Nisa RSU PKU Bantul tahun
2014.
2. Menganalisis
pelaksanaan pencegahan infeksi di ruang Nifas An-Nisa RSU PKU Bantul tahun
2014.
BAB II
TINJAUAN
TEORI
A.
Pengertian
Pencegahan infeksi adalah : Suatu upaya untuk menurunkan resiko terjangkit
atau terinfeksi mikroorganisme yang menimbulkan penyakit-penyakit bahaya yang
kini belum ditemukan cara pengobatannya seperti : HIV/AIDS ( JNPK – KR/POGI,
2007 ).
B.
Faktor yang mempengaruhi proses infeksi
1. Sumber
penyakit : Sumber penyakit dapat mempengaruhi ap akah infeksi dapat berjalan
cepat atau lambat.
2. Kuman
penyebab : Kuman penyebab dapat menentukan jumlah mikroorganisme, dan kemampuan
mikroorganisme masuk ke dalam tubuh.
3. Cara
membebaskan sumber dari kuman : cara membebaskan kuman dapat menentukan apakah
proses infeksi cepat teratasi atau diperlambat,seperti tingkat keasaman ( PH),
suhu, penyinaran (cahaya), dan lain-lain.
4. Cara
penularan : Cara penularan seperti kontak langsung, melalui makanan atau udara,
dapat menyebabkan penyebaran kuman ke dalam tubuh.
5. Cara
masuknya kuman : Proses penyebaran kuman berbeda, bergantung dari
sifatnya. Kuman dapat masuk melalui
saluran pernafasan, saluran
pencernaan, kulit, dan lain-lain.
6. Daya tahan
tubuh : daya tahan tubuh yang baik dapat memperlambat proses infeksi atau
mempercepat proses penyembuhan. Demikian pula sebaliknya, daya tahan yang buruk
dapat memperburuk proses infeksi.
C. Defenisi tindakan-tindakan dalam pencegahan
infeksi:
1. Asepsis atau
teknik aseptic adalah semua usaha yang dilakukan dalam mencegah masuknya
mikroorganisme ke dalam tubuh yang berpotensi untuk menimbulkan infeksi.
2. Teknik
aseptic membuat prosedur lebih aman bagi ibu, bayi baru lahir, dan penolong
persalinan, dengan cara menurunkan jumlah atau menghilangkan seluruh (
eradikasi) mikroorganisme pada kulit, jaringan, dan instrument/peralatan hingga
tingkat yang aman.
3. Antisepsis
mengacu pada pencegahan infeksi dengan cara membunuh atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada kulit atau jaringan tubuh lainnya.
4. Dekontaminasi
adalah tindakan yang dilakukan untuk memastikan bahwa petugas kesehatan dapat
menangani secara aman berbagai benda yang terkontaminasi darah dan cairan
tubuh.peralatan medis, sarung tangan, dan permukaan ( mis meja periksa ) harus
segera didekontaminasi segera setelah terpapar
darah atau cairan tubuh.
5. Mencuci atau
membilas adalah tindakan tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua
cemaran darah, cairan tubuh atau benda asing ( mis:debu, kotoran ) dari kulit
atau instrumen/peralatan.
6. Desinfeksi
adalah : tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan hampir semua
mikroorganisme penyebab penyakit yang mencemari benda-benda mati atau
instrument.
7. Disinfeksi
Tingkat Tinggi (DTT) adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua
mikroorganisme kecuali endospora bakteri dengan cara merebus atau kimiawi.
Sterilisasi adalah : tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua
mikroorganisme ( bakteri, jamur, parasit.dan virus) termasuk endospora bakteri
pada benda-benda mati atau instrument.
D.
Rekomendasi
Kewaspadaan Standar di fasilitas pelayanan kesehatan
1. Kebersihan
tangan
a. indikasi:
1) Sebelum
dan sesudah kontak langsung dengan pasien dan di antara pasien, baik
menggunakan maupun tidak menggunakan sarung tangan
2) Segera
setelah sarung tangan dilepas
3) Sebelum
memegang peralatan
4) Setelah
menyentuh darah, cairan tubuh, sekret, ekskresi,
kulit terluka, dan benda-benda terkontaminasi, walaupun menggunakan sarung
tangan
5) Selama
merawat pasien, saat bergerak dari sisi terkontaminasi ke sisi bersih dari pasien
6) Setelah
kontak dengan benda-benda di samping pasien.
2. Sarung
tangan
a.
Gunakan bila akan menyentuh darah,
cairan tubuh, sekret, ekskresi, membran mukosa, kulit yang tidak utuh.
b.
Ganti setiap kali selesai satu tindakan
ke tindakan berikutnya pada pasien yang sama setelah kontak dengan bahan-bahan
yang berpotensi infeksius.
c.
Lepaskan setelah penggunaan, sebelum menyentuh
benda dan permukaan yang tidak terkontaminasi, dan sebelum pindah ke pasien
lain. Lakukan tindakan membersihkan tangan segera setelah melepaskan sarung
tangan.
3. Pelindung
wajah (mata, hidung, dan mulut)
Gunakan
masker bedah dan pelindung mata (pelindung mata, kaca mata pelindung) atau pelindung wajah untuk melindungi membran
mukosa mata, hidung, dan mulut selama tindakan yang umumnya dapat menyebabkan
terjadinya percikan darah, cairan tubuh, sekret, dan ekskresi.
4. Gaun Pelindung
a.
Gunakan untuk memproteksi kulit dan
mencegah kotornya pakaian selama tindakan yang umumnya bisa menimbulkan
percikan darah, cairan tubuh, sekret, dan ekskresi.
b.
Lepaskan gaun pelindung yang kotor
sesegera mungkin dan bersihkan tangan.
5. Pencegahan
luka tusukan jarum dan benda tajam lainnya
Hati-hati bila:
a.
Memegang jarum, pisau, dan alat-alat
tajam lainnya.
b.
Bersihkan alat-alat yang telah
digunakan.
c.
Buang jarum dan alat-alat tajam lainya
yang telah digunakan.
6. Kebersihan
pernapasan dan etika batuk
Seseorang dengan gejala gangguan napas harus
menerapkan langkah-langkah pengendalian sumber:
a. Tutup
hidung dan mulut saat batuk/bersin dengan tisu dan masker, serta membersihkan
tangan setelah kontak dengan sekret saluran napas.
Fasilitas pelayanan kesehatan harus:
a. Menempatkan
pasien dengan gejala gangguan pernapasan akut setidaknya 1 meter dari pasien
lain saat berada di ruang umum jika memungkinkan.
b. Letakkan
tanda peringatan untuk melakukan kebersihan pernapasan dan etika batuk pada
pintu masuk fasilitas pelayanan kesehatan.
c. Pertimbangkan
untuk meletakkan perlengkapan/ fasilitas kebersihan tangan di tempat umum dan
area evaluasi pasien dengan gangguan pernapasan.
7. Kebersihan
Lingkungan
a. Gunakan
prosedur yang memadai untuk kebersihan rutin dan disinfeksi permukaan
lingkungan dan benda lain yang sering disentuh.
8. Linen
Penanganan, transportasi, dan pemrosesan linen yang
telah dipakai dengan cara:
b. Cegah
pajanan pada kulit dan membran mukosa serta kontaminasi pada pakaian.
c. Cegah
penyebaran patogen ke pasien lain dan lingkungan.
9. Pembuangan Limbah
a.
Pastikan pengelolaan limbah yang aman.
b.
Perlakukan limbah yang terkontaminasi
darah, cairan tubuh, sekret, dan ekskresi sebagai limbah infeksius, berdasarkan
peraturan setempat.
c.
Jaringan manusia dan limbah laboratorium
yang secara langsung berhubungan dengan pemrosesan spesimen harus juga
diperlakukan sebagai limbah infeksius.
d.
Buang alat sekali pakai dengan benar.
10. Peralatan perawatan pasien
a.
Peralatan yang ternoda oleh darah,
cairan tubuh, sekret, dan ekskresi harus diperlakukan sedemikian rupa sehingga
pajanan pada kulit dan membran mukosa, kontaminasi pakaian, dan penyebaran
patogen ke pasien lain atau lingkungan dapat dicegah.
b.
Bersihkan, disinfeksi, dan proses
kembali perlengkapan yang digunakan ulang dengan benar sebelum digunakan pada
pasien lain.
(WHO, 2008)
E. Infeksi
Nifas
Infeksi
nifas adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat genetalia dalam
masa nifas.
Cara
Terjadinya infeksi Nifas:
1. Manipulasi
penolong yang tidak suci hama, atau pemeriksaan dalam yang berulang-ulang dapat
membawa bakteri yang sudah ada ke dalam rongga rahim
2. Alat-alat
yang tidak suci hama
3. Infeksi
droplet, sarung tangan dan alat-alat terkena infeksi kontaminasi yang berasal
dari hidung, tenggorokan dari penolong dan pembantunya atau orang lain.
(Mochtar, 2013).
Jenis-jenis Infeksi
1. Endometritis
2. Parametritis
3. Peritonitis
4. Infeksi
trauma vulva, perinium, vagina dan serviks
5. Infeksi
saluran kemih
6. Mastitis
(Dewi & Sunarsih, 2013).
F. Pencegahan
Infeksi Nifas
1. Masa
kehamilan
Mengurangi atau
mencegah faktor-faktor predisposisi seperti anemia, malnutrisi dan kelemahan
serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita ibu.
2. Masa
persalinan
a. Hindari
pemeriksaan dalam berulang-ulang, lakukan bila ada indikasi dengan sterilitas
yang baik, apalagi bila ketuban telah pecah.
b. Hindari
pratus terlalu lama dan ketuban pecah lama
c. Jagalah
sterilitas kamar bersalin dan pakailah masker, alat-alat harus suci hama
d. Perlukaan-perlukaan
jalan lahir karena tindakan baik pervaginam maupun perabdominan dibersihkan,
dijahit sebaik-baiknya dan menjaga sterilitas.
e. Pakaian
dan barang-barang atau alat-alat yang berhubungan dengan penderita harus
terjaga kesucian hamanya.
f. Perdarahan
yang banyak harus dicegah, bila terjadi darah yang hilang harus segera diganti
dengan transfusi darah.
3. Masa
nifas
a. Luka-luka
dirawat dengan baik jangan sampai terkena infeksi, begitu pula alat-alat dan
pakaian serta kain yang berhubungan dengan alat kandungan harus steril.
b. Penderita
dengan infeksi nifas sebaiknya diisolasikan dalam ruangan khusus, tidak
bercampur dengan ibu sehat.
c. Tamu
yang berkunjung harus dibatasi.
G. Kriteria
Umum Ruangan rumah sakit berdasarkan standar rumah sakit PONEK tahun 2013:
a. Kebersihan
Ruang
harus bersih dan bebas debu, kotoran, sampah atau limbah rumah sakit. Hal ini
juga berlaku untuk:
1) Lantai
2) Mebel
3) Perlengkapan
4) Instrumen
5) Pintu
6) Jendela
7) Dinding
8) Steker
listrik
9) Langit-langit
b. Pencahayaan
1) Ruangan
harus terang dari cahaya alami atau listrik
2) Semua
jendela harus diberi kawat nyamuk agar serangga tidak masuk
3) Listrik
harus berfungsi baik, kabel dan steker tidak membahayakan dan semua lampu
berfungsi baik dan kokoh.
4) Tersedia
peralatan gawat darurat
5) Harus
ada cukup lampu untuk setiap neonatus.
c. Ventilasi
1) Ventilasi,
termasuk jendela, harus cukup jika dibandingkan dengan ukuran ruang.
2) Kipas
angin atau pendingin ruangan harus berfungsi baik
3) Suhu
ruangan harus dijaga 24-260C
4) Pendingin
ruang harus dilengkapi filter (sebaiknya anti bakteri)
d. Wastafel
1) Wastafel
harus dilengkapi dengan dispenser sabun atau disinfektan yang dikendalikan
dengan siku atau kaki
2) Wastafel,
keran dan dispenser harus dipasang pada ketinggian yang sesuai.
(PONEK, 2013)
H.
PDSA
I.
Pengertian Siklus PDSA
PDCA, singkatan bahasa Inggris dari
"Plan, Do, Check, Act"
adalah suatu proses pemecahan masalah empat langkah iteratif yang umum
digunakan dalam pengendalian kualitas. Metode ini dipopulerkan oleh W. Edwards
Deming, yang sering dianggap sebagai bapak pengendalian kualitas modern
sehingga sering juga disebut dengan siklus
Deming. Deming sendiri selalu merujuk metode ini sebagai siklus Shewhart, dari nama Walter A.
Shewhart, yang sering dianggap sebagai bapak pengendalian kualitas statistis.
Belakangan, Deming memodifikasi PDCA menjadi PDSA ("Plan, Do, Study, Act") untuk lebih
menggambarkan rekomendasinya.
2. Siklus
PDSA
Siklus
PDSA terdiri dari empat tahapan, yaitu:
a.
Perencanaan ( Plan )
Perencanaan
merupakan suatu upaya menjabarkan cara penyelesaian masalah yang ditetapkan ke
dalam unsur-unsur rencana yang lengkap serta saling terkait dan terpadu
sehingga dapat dipakaisebagai pedoman dalam melaksanaan cara penyelesaian
masalah. Rencana kerja penyelesaian masalah mutu yang baik mengandung
setidak-tidaknya tujuh unsur rencana yaitu:
1)
Judul rencana kerja (topic)
2)
Pernyataan tentang macam dan besarnya masalah
mutu yang dihadapi (problem statement)
3)
Rumusan tujuan umum dan tujuan khusus,
lengkap dengan target yang ingin dicapai (goal, objective, and target)
4)
Kegiatan yang akan dilakukan (activities)
5)
Organisasi dan susunan personalia pelaksana
(organization and personnels)
6)
Biaya yang diperlukan (budget)
b.
Pelaksanaan ( Do )
Tahapan
kedua yang dilakukan ialah melaksanakan rencana yang telah disusun.
c.
Study
Tahapan
ketiga yang dilakukan ialah secara berkala memeriksa kemajuan dan hasil yang
dicapai dan pelaksanaan rencana yang telah ditetapkan.
d.
Perbaikan
(Action)
Tahapan
keempat yang dilakukan adalah melaksanaan perbaikan rencana kerja. Lakukanlah
penyempurnaan rencana kerja atau bila perlu mempertimbangkan pemilihan dengan
cara penyelesaian masalah lain. Untuk selanjutnya rencana kerja yang telah
diperbaiki tersebut dilaksanakan kembali. Jangan lupa untuk memantau kemajuan
serta hasil yang dicapai. Untuk kemudian tergantung dari kemajuan serta hasil
tersebut, laksanakan tindakan yang sesuai (Erwin, 2014).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar