Sabtu, 20 September 2014

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG ASI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 2014

TENTANG
TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF
BAGI TENAGA KESEHATAN, PENYELENGGARA FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN, PENYELENGGARA SATUAN PENDIDIKAN KESEHATAN, PENGURUS ORGANISASI PROFESI DI BIDANG KESEHATAN, SERTA PRODUSEN DAN DISTRIBUTOR SUSU FORMULA BAYI DAN/ATAU PRODUK BAYI LAINNYA YANG DAPAT MENGHAMBAT KEBERHASILAN PROGRAM PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 dan Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administrasi Bagi Tenaga Kesehatan, Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Penyelenggara Satuan Pendidikan Kesehatan, Pengurus Organisasi Profesi di Bidang Kesehatan, serta Produsen dan Distributor Susu Formula Bayi dan/atau Produk Bayi Lainnya yang Dapat Menghambat Keberhasilan Program Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 4548);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
4. Peraturan ...
- 2 -
4. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5291);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF BAGI TENAGA KESEHATAN, PENYELENGGARA FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN, PENYELENGGARA SATUAN PENDIDIKAN KESEHATAN, PENGURUS ORGANISASI PROFESI DI BIDANG KESEHATAN, SERTA PRODUSEN DAN DISTRIBUTOR SUSU FORMULA BAYI DAN/ATAU PRODUK BAYI LAINNYA YANG DAPAT MENGHAMBAT KEBERHASILAN PROGRAM PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan ini yang dimaksud dengan:
1. Air Susu Ibu Eksklusif yang selanjutnya disebut ASI Eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada Bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain.
2. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
3. Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah pimpinan yang bertanggung jawab menyelenggarakan fasilitas pelayanan kesehatan.
4. Penyelenggara Satuan Pendidikan Kesehatan adalah penanggung jawab yang menyelenggarakan satuan pendidikan kesehatan.
5. Pengurus Organisasi Profesi di Bidang Kesehatan adalah penanggung jawab organisasi profesi di bidang kesehatan.
6. Produsen atau Distributor Susu Formula Bayi dan/atau Produk Bayi Lainnya adalah penanggung jawab produksi dan distribusi susu formula bayi dan/atau produk bayi lainnya.
7. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
8. Pemerintah ...
- 3 -
8. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
9. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Pasal 2
Setiap Tenaga Kesehatan wajib:
a. melaksanakan inisiasi menyusu dini terhadap bayi yang baru lahir kepada ibunya paling singkat selama 1 (satu) jam, jika tidak ada kontra indikasi medis;
b. menempatkan ibu dan bayi dalam 1 (satu) ruangan atau rawat gabung, jika tidak ada kontra indikasi medis yang ditetapkan oleh dokter;
c. memberikan informasi dan edukasi ASI Eksklusif kepada ibu dan/atau anggota keluarga dari bayi yang bersangkutan sejak pemeriksaan kehamilan sampai dengan periode pemberian ASI Eksklusif selesai;
d. tidak memberikan susu formula bayi dan/atau produk bayi lainnya, kecuali atas indikasi medis, ibu tidak ada, atau ibu terpisah dari bayi;
e. memberikan peragaan dan penjelasan tentang penggunaan dan penyajian susu formula bayi kepada ibu dan/atau keluarga, dalam hal pemberian ASI Eksklusif tidak memungkinkan sesuai indikasi medis, ibu tidak ada, atau ibu terpisah dari bayi;
f. tidak menerima dan/atau mempromosikan susu formula bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat program pemberian ASI Eksklusif;
g. tidak menerima hadiah dan/atau bantuan dari produsen atau distributor susu formula bayi dan/atau produk bayi lainnya, kecuali untuk tujuan membiayai kegiatan pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan, pertemuan ilmiah, dan/atau kegiatan lainnya yang sejenis, serta tidak ada kewajiban tertentu yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan berdasarkan keinginan pemberi bantuan dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh kedua belah pihak; dan/atau
h. memberikan pernyataan tertulis kepada atasannya bahwa bantuan tersebut tidak mengikat dan tidak menghambat keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif.
Pasal 3
Setiap Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib:
a. melaksanakan inisiasi menyusu dini terhadap bayi yang baru lahir kepada ibunya paling singkat selama 1 (satu) jam, jika tidak ada kontra indikasi medis;
b. menempatkan ibu dan bayi dalam 1 (satu) ruangan atau rawat gabung, jika tidak ada kontra indikasi medis yang ditetapkan oleh dokter;
c. memberikan informasi dan edukasi ASI Eksklusif kepada Ibu dan/atau anggota keluarga dari bayi yang bersangkutan sejak pemeriksaan kehamilan sampai dengan periode pemberian ASI Eksklusif selesai;
d. tidak memberikan susu formula bayi dan/atau produk bayi lainnya, kecuali atas indikasi medis, ibu tidak ada, atau ibu terpisah dari bayi;
e. memberikan ...
- 4 -
e. memberikan peragaan dan penjelasan tentang penggunaan dan penyajian susu formula bayi kepada ibu dan/atau keluarga, dalam hal pemberian ASI Eksklusif tidak memungkinkan sesuai indikasi medis, ibu tidak ada, atau ibu terpisah dari bayi;
f. tidak menerima dan/atau mempromosikan susu formula bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat program pemberian ASI Eksklusif;
g. tidak menyediakan pelayanan di bidang kesehatan atas biaya yang disediakan oleh produsen dan distributor susu formula bayi dan/atau produk bayi lainnya;
h. tidak menerima hadiah dan/atau bantuan dari produsen atau distributor susu formula bayi dan/atau produk bayi lainnya, kecuali untuk tujuan membiayai kegiatan pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan, pertemuan ilmiah, dan/atau kegiatan lainnya yang sejenis, serta tidak ada kewajiban tertentu yang harus dilakukan oleh fasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan keinginan pemberi bantuan dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh kedua belah pihak;
i. memberikan pernyataan tertulis kepada Menteri melalui Kepala Dinas Kesehatan setempat bahwa bantuan tersebut tidak mengikat dan tidak menghambat keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif; dan/atau
j. memberikan laporan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal yang bertanggung jawab di bidang gizi atas bantuan yang diterima dari produsen atau distributor.
Pasal 4
Setiap Penyelenggara Satuan Pendidikan Kesehatan wajib:
a. memberikan pernyataan tertulis kepada Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan melalui Direktur Jenderal yang membidangi pendidikan tinggi, dengan tembusan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal yang bertanggung jawab di bidang gizi bahwa bantuan tersebut tidak mengikat dan tidak menghambat keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif;
b. tidak menerima hadiah dan/atau bantuan dari produsen atau distributor susu formula bayi dan/atau produk bayi lainnya, kecuali untuk tujuan membiayai kegiatan pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan, pertemuan ilmiah, dan/atau kegiatan lainnya yang sejenis, serta tidak ada kewajiban tertentu yang harus dilakukan oleh Satuan Pendidikan Kesehatan berdasarkan keinginan pemberi bantuan dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh kedua belah pihak; dan/atau
c. memberikan laporan kepada Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan melalui Direktur Jenderal yang membidangi pendidikan tinggi, dengan tembusan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal yang bertanggung jawab di bidang gizi atas bantuan yang diterima dari produsen atau distributor.
Pasal ...
- 5 -
Pasal 5
Setiap Pengurus Organisasi Profesi Bidang Kesehatan wajib:
a. tidak menerima hadiah dan/atau bantuan dari produsen atau distributor susu formula bayi dan/atau produk bayi lainnya, kecuali untuk tujuan membiayai kegiatan pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan, pertemuan ilmiah, dan/atau kegiatan lainnya yang sejenis, serta tidak ada kewajiban tertentu yang harus dilakukan oleh fasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan keinginan pemberi bantuan dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh kedua belah pihak;
b. memberikan pernyataan tertulis kepada Menteri melalui Direktur Jenderal yang bertanggung jawab di bidang gizi bahwa bantuan tersebut tidak mengikat dan tidak menghambat keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif; dan/atau
c. memberikan laporan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal yang bertanggung jawab di bidang gizi atas bantuan yang diterima dari produsen atau distributor.
Pasal 6
Setiap Produsen dan Distributor Susu Formula Bayi dan/atau Produk Bayi Lainnya dilarang:
a. memberikan contoh produk susu formula bayi dan/atau produk bayi lainnya secara cuma-cuma atau bentuk apapun kepada penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan, ibu hamil, atau ibu yang baru melahirkan;
b. menawarkan atau menjual langsung susu formula bayi ke rumah-rumah;
c. memberikan potongan harga atau tambahan atau sesuatu dalam bentuk apapun atas pembelian susu formula bayi sebagai daya tarik dari penjual;
d. menggunakan tenaga kesehatan untuk memberikan informasi tentang susu formula bayi kepada masyarakat;
e. mengiklankan Susu Formula Bayi yang dimuat dalam media massa, baik cetak maupun elektronik, dan media luar ruang, kecuali media khusus kesehatan;
f. memberikan hadiah dan/atau bantuan kepada tenaga kesehatan, Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Penyelenggara Satuan Pendidikan, Pengurus Organisasi Profesi di Bidang Kesehatan termasuk keluarganya yang dapat menghambat program pemberian ASI Eksklusif; dan/atau
g. tidak memberikan laporan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal yang bertanggung jawab di bidang gizi atas bantuan yang diberikan kepada tenaga kesehatan, Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Penyelenggara Satuan Pendidikan, Pengurus Organisasi Profesi di Bidang Kesehatan termasuk keluarganya.
BAB ...
- 6 -
BAB II
SANKSI ADMINISTRATIF
Bagian Kesatu
Pengenaan Sanksi Administratif
Pasal 7
(1) Tenaga Kesehatan, Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Penyelenggara Satuan Pendidikan, Pengurus Organisasi Profesi di Bidang Kesehatan, serta Produsen dan Distributor Susu Formula Bayi dan/atau Produk Bayi Lainnya yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 6 dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; dan/atau
c. pencabutan izin.
(3) Pengenaan sanksi teguran lisan, teguran tertulis, dan pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c dikenakan kepada tenaga kesehatan.
(4) Pengenaan sanksi teguran lisan, dan teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b dikenakan kepada Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Penyelenggara Satuan Pendidikan, Pengurus Organisasi Profesi di Bidang Kesehatan, serta Produsen dan Distributor Susu Formula Bayi dan/atau Produk Bayi Lainnya.
(5) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b dikenai oleh:
a. kepala dinas kesehatan kabupaten/kota, tempat dimana pelanggaran ditemukan;
b. Menteri untuk pelanggaran yang dilakukan oleh;
1) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang tidak memberikan pernyataan tertulis tidak mengikat dan tidak menghambat keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif terhadap bantuan yang diterima, dan tidak memberikan laporan atas bantuan yang diterima dari Produsen dan Distributor Susu Formula Bayi dan/atau Produk Bayi Lainnya;
2) Pengurus Organisasi Profesi di Bidang Kesehatan yang tidak memberikan pernyataan tertulis tidak mengikat dan tidak menghambat keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif terhadap bantuan yang diterima, dan tidak memberikan laporan atas bantuan yang diterima dari produsen atau distributor; dan
(3) Produsen ...
- 7 -
3) Produsen dan Distributor Susu Formula Bayi dan/atau Produk Bayi Lainnya yang tidak memberikan laporan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal yang bertanggung jawab di bidang gizi atas bantuan yang diberikan kepada tenaga kesehatan, Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Penyelenggara Satuan Pendidikan, Pengurus Organisasi Profesi di Bidang Kesehatan termasuk keluarganya.
c. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan untuk Penyelenggara Satuan Pendidikan yang tidak memberikan laporan atas bantuan yang diterima dari produsen atau distributor.
(6) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dikenai oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif
Paragraf 1
Laporan Dugaan Pelanggaran
Pasal 8
Dugaan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 6 terjadi berdasarkan laporan yang berasal dari:
a. pengaduan; dan
b. hasil monitoring dan evaluasi.
Pasal 9
(1) Laporan berdasarkan pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dapat dilakukan oleh pelapor:
a. perorangan;
b. kelompok; dan/atau
c. institusi/lembaga/instansi/organisasi.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan administrasi:
a. peristiwa yang dilaporkan terjadi setelah diundangkannya Peraturan Menteri ini;
b. peristiwa yang dilaporkan tidak dimaksudkan untuk penyelesaian atas tuntutan ganti rugi;
c. pelaporan dilakukan secara tertulis; dan
d. belum pernah dilaporkan dan/atau diperiksa.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit:
a. identitas pelapor, meliputi nama lengkap, alamat lengkap, nomor kontak (telepon, faksimili, atau email) yang dapat dihubungi (jika ada), dan kedudukan;
b. nama dan alamat lengkap pihak yang diadukan;
c. perbuatan ...
- 8 -
c. perbuatan yang diduga melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 6;
d. waktu pelanggaran dilakukan;
e. alasan pengaduan (kronologis peristiwa yang diadukan);
f. keterangan yang memuat fakta, data, atau petunjuk terjadinya pelanggaran; dan
g. nama saksi-saksi dan keterlibatannya.
(4) Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota tempat dimana pelanggaran ditemukan, Menteri, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan, atau kementerian/lembaga terkait yang mengeluarkan izin wajib menjamin kerahasiaan identitas pelapor sebagaimana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, kecuali untuk kepentingan penegakan hukum.
Pasal 10
(1) Laporan berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dapat dilakukan oleh kementerian/lembaga terkait dan/atau Pemerintah Daerah.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota tempat dimana pelanggaran ditemukan, Menteri, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan, atau kementerian/lembaga terkait yang mengeluarkan izin.
Pasal 11
(1) Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota tempat dimana pelanggaran ditemukan, Menteri, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan, atau kementerian/lembaga terkait yang mengeluarkan izin setelah menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, membentuk tim panel yang bersifat ad hoc untuk menindaklanjuti laporan.
(2) Tim panel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari 5 (lima) orang yang berasal dari:
a. 2 (dua) orang dari dinas kesehatan kabupaten/kota, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan, atau atau kementerian/lembaga terkait yang mengeluarkan izin;
b. 1 (satu) orang dari organisasi profesi/asosiasi fasilitas pelayanan kesehatan; dan
c. 2 (dua) orang unsur ahli.
(3) Tim panel dalam melaksanakan tugas dibantu oleh sekretariat, yang bertugas:
a. menerima dan meneliti laporan yang diajukan oleh pelapor;
b. mengembalikan laporan yang tidak lengkap kepada pelapor untuk dilengkapi;
c. mencatat ...
- 9 -
c. mencatat dalam buku registrasi dan menyampaikan laporan yang telah lengkap kepada tim panel;
d. menyiapkan bahan dan jadwal pemeriksaan bagi tim panel; dan
e. membuat risalah rapat tim panel.
Paragraf 2
Pemeriksaan
Pasal 12
(1) Tim panel menindaklanjuti laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dengan melakukan pemeriksaan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah laporan diterima.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa verifikasi, klarifikasi dan investigasi terhadap laporan.
Pasal 13
(1) Tim panel melakukan verifikasi atas persyaratan administrasi dan data pendukung dari laporan.
(2) Selain memenuhi persyaratan administrasi, pelapor juga harus melengkapi laporan dengan data pendukung yang berupa:
a. alat bukti yang dimiliki; dan
b. pernyataan tentang kebenaran pelaporan.
(3) Pemberian data pendukung laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan setelah laporan terdaftar.
Pasal 14
(1) Klarifikasi terhadap laporan dilakukan untuk memeriksa keabsahan dan kebenaran pelaporan.
(2) Klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tim panel.
Pasal 15
(1) Dalam melakukan klarifikasi, tim panel dapat meminta kelengkapan atas kekurangan dokumen pengaduan kepada pelapor.
(2) Untuk kepentingan klarifikasi, pihak-pihak yang terkait harus memberikan informasi, surat atau dokumen yang terkait dengan peristiwa yang dilaporkan, dan alat bukti lainnya yang diperlukan.
Pasal 16
Laporan dapat dicabut atau dibatalkan oleh pelapor sebelum dilakukan investigasi.
Pasal 17
(1) Investigasi dilakukan untuk mengumpulkan informasi dan alat bukti yang berkaitan dengan peristiwa yang dilaporkan.
(2) Investigasi ...
- 10 -
(2) Investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. kunjungan lapangan;
b. surat menyurat; dan/atau
c. media komunikasi lainnya.
Pasal 18
(1) Dalam melakukan investigasi, tim panel dapat meminta informasi dan alat bukti yang berkaitan dengan peristiwa yang dilaporkan kepada:
a. pelapor;
b. terlapor atau pendamping terlapor;
c. pihak lain yang terkait.
(2) Kegiatan investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan secara tertutup.
Pasal 19
(1) Bukti-bukti yang dapat diperoleh oleh tim panel dalam melakukan investigasi dapat berupa:
a. surat-surat dan/atau dokumen-dokumen;
b. keterangan saksi-saksi;
c. keterangan ahli; dan/atau
d. pengakuan terlapor.
(2) Bukti-bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi tim panel, untuk memberikan rekomendasi kepada Pejabat yang berwenang dalam memberikan sanksi atau pemberitahuan kepada pelapor bahwa tidak ada pelanggaran.
Paragraf 3
Pengenaan Sanksi
Pasal 20
(1) Apabila dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ditemukan adanya pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 6, kepala dinas kesehatan kabupaten/kota, Menteri, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan, atau kementerian/lembaga terkait yang mengeluarkan izin mengenakan sanksi teguran lisan.
(2) Setiap teguran lisan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan paling banyak 3 (tiga) kali, untuk jangka waktu masing-masing 10 (sepuluh) hari kerja.
(3) Teguran lisan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat dalam bentuk tertulis.
Pasal ...
- 11 -
Pasal 21
(1) Apabila sampai dengan berakhirnya teguran lisan ketiga Tenaga Kesehatan, Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Penyelenggara Satuan Pendidikan, Pengurus Organisasi Profesi di Bidang Kesehatan, serta Produsen dan Distributor Susu Formula Bayi dan/atau Produk Bayi Lainnya yang terkena sanksi administratif tidak mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, kepala dinas kesehatan kabupaten/kota, Menteri, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan, atau kementerian/lembaga terkait yang mengeluarkan izin mengenakan sanksi teguran tertulis.
(2) Sanksi teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat perintah:
a. kewajiban melakukan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal Pasal 2 sampai dengan Pasal 6; dan/atau
b. tidak melakukan ketentuan yang dilarang sebagaimana diatur dalam Pasal Pasal 2 sampai dengan Pasal 6.
(3) Setiap teguran tertulis dikenakan paling banyak 3 (tiga) kali, untuk jangka waktu masing-masing 14 (sepuluh) hari kerja.
Pasal 22
(1) Apabila sampai dengan berakhirnya teguran tertulis ketiga Tenaga Kesehatan yang terkena sanksi administratif tidak mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, kepala dinas kesehatan kabupaten/kota, Menteri, atau menteri/kepala lembaga terkait yang mengeluarkan izin mengenakan sanksi pencabutan izin.
(2) Tata cara pengenaan sanksi pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 23
(1) Pemeriksaan dihentikan apabila Tenaga Kesehatan, Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Penyelenggara Satuan Pendidikan, Pengurus Organisasi Profesi di Bidang Kesehatan, serta Produsen dan Distributor Susu Formula Bayi dan/atau Produk Bayi Lainnya yang melakukan pelanggaran, telah membuktikan dengan surat pernyataan dan bukti-bukti yang mendukung bahwa yang bersangkutan telah mematuhi ketentuan dan menghentikan kegiatan yang dilarang dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 6.
(2) Tim panel berdasarkan laporan penghentian pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyelenggarakan rapat tim panel untuk memutuskan penghentian proses pemeriksaan laporan.
(3) Penghentian proses pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota, Menteri, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan, atau kementerian/lembaga terkait yang mengeluarkan izin.
Pasal ...
- 12 -
Pasal 24
(1) Bagi Tenaga Kesehatan, Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Penyelenggara Satuan Pendidikan, Pengurus Organisasi Profesi di Bidang Kesehatan, serta Produsen dan Distributor Susu Formula Bayi dan/atau Produk Bayi Lainnya yang dalam pemeriksaan tim panel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 sampai dengan Pasal 19 mengakui pelanggaran yang dilakukannya, kepada Tenaga Kesehatan, Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Penyelenggara Satuan Pendidikan, Pengurus Organisasi Profesi di Bidang Kesehatan, serta Produsen dan Distributor Susu Formula Bayi dan/atau Produk Bayi Lainnya tersebut tetap dikenai peringatan tertulis 1 (satu) kali.
(2) Dalam hal anggota Tenaga Kesehatan, Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Penyelenggara Satuan Pendidikan, Pengurus Organisasi Profesi di Bidang Kesehatan, serta Produsen dan Distributor Susu Formula Bayi dan/atau Produk Bayi Lainnya terbukti mengulangi kembali pelanggaran terhadap ketentuan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 6, Tenaga Kesehatan, Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Penyelenggara Satuan Pendidikan, Pengurus Organisasi Profesi di Bidang Kesehatan, serta Produsen dan Distributor Susu Formula Bayi dan/atau Produk Bayi Lainnya tersebut dijatuhkan sanksi administratif sebagaimana diatu dalam Pasal 7 ayat (2).
Pasal 25
(1) Dalam hal Tenaga Kesehatan, Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Penyelenggara Satuan Pendidikan, Pengurus Organisasi Profesi di Bidang Kesehatan, serta Produsen dan Distributor Susu Formula Bayi dan/atau Produk Bayi Lainnya tidak terbukti melakukan pelanggaran, tim panel memberikan pertimbangan kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota, Menteri, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan, atau kementerian/lembaga terkait yang mengeluarkan izin untuk memulihkan nama baik Tenaga Kesehatan, Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Penyelenggara Satuan Pendidikan, Pengurus Organisasi Profesi di Bidang Kesehatan, serta Produsen dan Distributor Susu Formula Bayi dan/atau Produk Bayi Lainnya yang diduga melakukan pelanggaran.
(2) Pemulihan nama baik Tenaga Kesehatan, Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Penyelenggara Satuan Pendidikan, Pengurus Organisasi Profesi di Bidang Kesehatan, serta Produsen dan Distributor Susu Formula Bayi dan/atau Produk Bayi Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota, Menteri, atau menteri/kepala lembaga terkait yang mengeluarkan izin mengenakan sanksi pencabutan izin.
Pasal ...
- 13 -
Pasal 26
(1) Pelapor atau terlapor dapat mengajukan keberatan kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota, Menteri, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan, atau kementerian/lembaga terkait yang mengeluarkan izin atas sanksi administrasi yang diterima.
(2) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai alasan keberatan.
(3) Jangka waktu pengajuan keberatan harus diajukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak sanksi administrasi diterima.
BAB III
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 27
Organisasi profesi bidang kesehatan harus memberikan advokasi, motivasi, dan inovasi untuk keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif melalui pendidikan, pelayanan, dan penelitian.
BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 28
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan menempatkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 7 April 2014
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
NAFSIAH MBOI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 April 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 541

Tidak ada komentar: