1. Definisi
Hipertensi dalam
kehamilan berarti bahwa wanita telah menderita hipertensi sebelum hamil,
disebut juga sebagai pre – eklamsi tidak murni, superimposed pre – eklamsi bila
disertai dengan proteinuria dan edema (Sofian, 2013)
2. Observasi
Observasi penting yang
mencerminkan pemahaman baru mengenai gangguan hipertensi dalam kehamilan
meliputi :
1
Kehamilan dapat
menyebabkan hipertensi pada wanita yang memiliki tekanan darah normal atau
memperburuk hipertensi yang sudah ada.
2
Kondisi hipertensi
dikelompokkan berdasarkan tanda dan gejala tertentu serta waktu terjadinya saat
kehamilan.
3
Istilah hipertensi
akibat kehamilan kadang digunakan untuk menggambarkan ibu hamil yang mengalami
peningkatan tekanan darah tetapi tidak mengalami proteinuria atau edema.
4
Hipertensi yang terjadi
sebelum kehamilan atau terjadi sangat awal dalam kehamilan meningkatkan insiden
komplikasi, baik pada ibu maupun janin
dengan resiko kematian 10 kali lipat lebih besar.
5
Saat hipertensi
diketahui terjadi sebelum konsepsi atau sebelum usia kehamilan minggu,
hipertensi cenderung kronis
6
Peningkatan tekanan
darah yang terjadi pada pertengahan kehamilan ( usia kehamilan 20 – 28 minggu )
dapat disebabkan pre eklamsi awal. Yang jarang terlihat sebelum usia kehamilan
24 minggu. Hipertensi trensien, yang pulih dengan cepat setelah pelahiran atau hipeertensi kronis
yang tidak disadari oleh ibu hamil dan akan menetap lebih dari 12 minggu
pascapartum.
7
Resiko janin pada
kehamilan dengan hipertensi meliputi retriksi pertimbuhan janin, abrupsio
plasenta, gawat janin, kelahiran premature dan berat badan lahir rendah disertai morbiditas dan mortalitas perinatal
berikutnya.
8
Hipertensi
ensensial dan prekelamsi tidak memiliki etiologi dan patofisiologi
yang sama dan harus dibedakan secara cermat. (Kennedy, Ruth, & Jean Martin, 2014)
3.
Sebab Terjadinya
Hipertensi Dalam Kehamilan
Penyebab Hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum
diketahui dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya
hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada satupun teori tersebut yang
dianggap mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah :
1. Teori kelainan vaskularisasi
plasenta
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi
sel-sel trofoblas pada sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan
jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku
dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi
dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relative mengalami vasokontriksi,
dan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, sehingga aliran darah
uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.
2. Teori iskemia plasenta,
radikal bebas, dan disfungsi endotel
a) Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (disebut juga radikal bebas). Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima electron atau atom/molekul yang mempunyai electron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah, maka dulu hipertensi dalam kehamian disebut “toxaemia”. Radikal hidroksil akan merusak membrane sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membrane sel, juga akan merusak nucleus, dan protein sel endotel. Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi anti oksidan.
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (disebut juga radikal bebas). Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima electron atau atom/molekul yang mempunyai electron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah, maka dulu hipertensi dalam kehamian disebut “toxaemia”. Radikal hidroksil akan merusak membrane sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membrane sel, juga akan merusak nucleus, dan protein sel endotel. Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi anti oksidan.
b) Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam
kehamilan
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa
kadar oksidan, khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan,
missal vitamin E pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi
dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang relative tinggi. Perksidan lemak
sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksis ini akan beredar diseuruh
tubuh daam aliran darah dan akan merusak membran sel endotel. Membran sel
endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak, karena letaknya
langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak
jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil,
yang akan berubah menjadi peroksida lemak.
c) Disfungsi sel
endotel
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak,
maka terjadi kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel
endotel. Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi
endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini disebut
disfungsi endotel.
3. Teori intoleransi imunologik
antara ibu dan janin
Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan,
terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di desidua daerah
plasenta, menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat
penting agar jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga memudahkan
terjadinaya reaksi inflamasi.
4. Teori adaptasi
kardiovaskular
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya
refrakter terhadap bahan vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan
kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor. Artinya daya refrakter pembuluh darah
terhadap bahan vasopresor hilang sehinggapembuluh darah menjadi sangat peka
terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipert ensi dalam kehamilan sudah terjadi
pada trimester I (pertama). Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan
menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua
puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya
hipertensi dalam kehamilan.
5. Teori defisiensi gizi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan
defisiensi gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Penelitian yang penting yang pernah dilakukan di inggris ialah penelitian
tentang pengaruh diet pada preeklampsia beberapa waktu sebelum pecahnya
Perang Dunia ke II. Suasana serba sulit mendapat gizi yang cukup dalam
persiapan perang menimbulkan kenaikan insiden hipertensi dalam kehamilan.
Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termaksud minyak
hati halibut dapat mengurangi risiko preeclampsia.
6. Teori inflamasi
Teori
ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah
merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal,
jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga
msih dalam batas normal. Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklampsia,
dimana ada preeklampsia terjadi peningkatan stresoksidatif, sehingga produksi
debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel
trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi
stress oksidatif kan sangat meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofobls
juga makin meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam
darah ibu menjadi juh lebih besar, dibanding reaksi inflamsi pada kehamilan
normal. Respons inflamasi ini akan mengaktifasi sel endotel, dan sel-sel
makrofag/granulosit, yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik
inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala pada preeklampsia pada ibu.
.
4.
Diagnosis
Tabel: Kriteria
Diagnostik Yang Digunakan Pada Diagnosis Gangguan Hipertensi Penyulit Kehamilan
Tipe
Hipertensi
|
Kriteria
Diagnostik
|
Makna
|
Hipertensi
Gestasional
|
·
Awitan baru
hipertensi, umumnya setelah usia kehamilan 20 minggu.
·
Hipertensi
didefinisikan sebagai:
ü TD
sistol ≥40 mmHg
ü TD
Diastol ≥ 90 mmHg
|
·
Menggantikan istilah
PIH
·
Diagnosis bersifat
retrospektif.
·
Nilai tekanan darah
kembali ke normal seperti sebelum hamil saat 12 minggu pasca partum.
·
Pikirkan tentang
oksigenasi dan perfusi
|
Pre
Ekalmpsia
|
·
Hipertensi
Gestasional disertai proteinuria gestasinal pada wanita yang memiliki tekanan
darah normal sebelum hamil.
·
Proteinuria
gestasional diartikan sebagai:
ü >
300 mg pada spesimen acak
ü ≥
1+ pada dipstik
|
·
Pada kondisi tidak
terjadi proteinuria, curigai jika terdapat hal-hal berikut:
ü Sakit
kepala
ü Penglihatan
kabur
ü Nyeri
abdomen
ü Pemeriksaan
lab abnormal
|
Berat
|
·
Diagnosis
preeklampsia diserta paling sedikit satu kriteria berikut:
ü TD
Sistol ≥ 160 mmHg
ü TD
Daistol ≥ 110 mmHg
ü Proteinuria
> 2 g/24 jam
ü Kreatinin
serum > 1,2 mg/dl ( kecuali diketahui pernah meningkat sebelumnya)
ü Trombosit
<100.000
ü Peningkatan
laktat dehidrogenase (hemolisis)
ü Peningkatan
ALT atau AST
ü Gangguan
serebral/visual, sakit kepala yang persisten
ü Nyeri
epigastrik persisten
|
·
Salah satu pasien
yang paling sakit
·
Peningkatan resiko
komplikasi
·
Kriteria tambahan
untuk diagnosis dapat meliputi:
ü Oliguria
yang didefinisikan sebagai pengeluaran urine <500 ml/24 jam
ü Edema
paru
ü Gangguan
fungsi hati yang tidak jelas etiologinya
ü IUGR
ü Oligohidramnion
ü Kejang
grand mal (eklampsia)
|
Sindrom
HELLP
|
·
Diagnosis berdasarkan
pada adanya:
ü Hemolisis
ü Peningkatan
enzim hati
ü Trombosit
rendah
·
Hemolisis
ü Apus
perifer abnormal
ü Laktat
dehidrogenase >600 U/I
ü Bilirubin
total ≥ 1,2 mg/dl
·
Peningkatan enzim
hati
ü AST
serum > 70 unit/l
ü Laktat
dehidrogenase >600 U/I
·
Trombosit rendah <
150.000
|
·
Bentuk pre ekalmpsia
berat
·
Diagnosis lab
·
Gangguan oksigenasi
dan perfusi
·
Keparahan penyakit,
morbiditas/mortalitas, dan pemulihan terkait kadar trombosit
ü <
150.000 tetapi >100.000
ü <
100.000 tetapi > 50.000
ü <
50.000
|
Eklampsia
|
·
Diagnosis pre
ekalmpsia
·
Kejadian kejang
·
Tidak ada kemungkinan
etiologi kejang yang lain
|
·
Pasien sakit kritis
·
Beresiko mengalami
hemoragi serebral dan aspirasi
·
Aturan Foley 13:
ü 13
% kematian
ü 13%
abrupsio
ü 13%
kejang setelah terapi MgSO4
ü 13%
kejang terjadi >48 jam pasca partum
|
Hipertensi
kronis
|
·
Hipertensi
didefinisikan:
ü TD
sistol ≥140 mmHg
ü TD
Diastol ≥ 90 mmHg
·
Hipertensi
ü Sudah
ada dan dapat diobservasi sebelum kehamilan
ü Didiagnosis
sebelum usia kehamilan 20 minggu
ü Menetap
lebih dari 12 minggu pasca partum
|
·
Diagnosis tidak
diketahui
·
Meningkatkan risiko
abrupsio pada kehamilan
|
Superimposed
preeklampsia
|
·
Diagnosis berdasarkan
pada munculnya ≥ 1 kejadian berikut pada wanita yang mengalami hipertensi
kronis.
ü Awitan
baru proteinuria
ü Hipertensi
dan proteinuria sebelum usia kehamilan 20 minggu
ü Peningkatan
proteinuria yang tiba-tiba
ü Peningkatan
TD yang tiba-tiba ( sebelumnya terkontrol baik)
ü Peningkatan
ALT atau AST ke kadar yang abnormal
ü trombositopenia
|
·
prognosis buruk pada
ibu dan bayi
·
mengharuskan
pemantauan ketat
·
penetapan waktu
pelahiran ditentukan melalui pengkajian kesejahteraan ibu janin yang
menyeluruh bukan hasil akhir yang baku.
|
(Kennedy
et al., 2013)
5. Jenis
Hipertensi
a. Hipertensi
Gestasional
Hipertensi gestasional didefinisikan
sebagai peningkatan tekanan darah yang terdeteksi pertama kali setelah
pertengahan kehamilan, umumnya setelah kehamilan 20 minggu. Beresiko terjadinya
mortalitas janin karena peningkatan insidens pelahiran premature. Salah satu
penyebab umum kematian maternal di
Negara berkembang(Kennedy et al., 2014).
Disebut sebagai hipertensi gestasional
pada kehamilan jika hipertensi pertama kali terdiagnostik saat kehamilan,
bersifat sementara, tidak berkembang menjadi preeklampsia dan ibu hamil
memiliki tekanan darah normal saat 12 minggu pasca partum. Didiagnisis sebagai
hipertensi kronis jika peningkatan tekanan darah menetap lebih dari 12 minggu
pascapartum.
b. Pre
Eklampsia/eklampsia
Pre eklampsi merupakan
perkembangan hipertensi gestasional yang ditandai dengan gangguan pada ginjal,
yang dibuktikan dengan awitan proteinuria. Preeklampsia, baik yang tergolong
ringan maupun berat, didiagnosis berdasarkan temuan pada ibu ataupun janin.
Peningkatan tekanan darah gestasional didefinisikan sebagai TD sistol sebesar 140
mmHg atau lebih pada ibu yang memiliki tekanan darah normal sebelum usia
kehamilan 20 minggu. Terjadi lebih awal pada
molahidatidosa atau hidrops (penyakit tropoblas plasenta).
1) Etiologi
Belum
diketahui dengan pasti, namun teori yang sering dipakai adalah “ iskemia
plasenta “ namun teori ini belum
menerangkan dengan jelas penyebab penyakit seperti
a) Frekuensi
tinggi pada : primigravida, molla hidatidosa, gmelli, hidramion
b) Bertambang
sering seiring tuanya kehamilan, umumnya trimester III
c) Penyakit
mengalami perbaikan bila terjadi
kematian janin dalam kandungan
d) Frekuensi
lebih rendah pada kehamilan berikutnya
e) Penyebab
timbulnya konvulsi, edema dan koma
(Sofian, 2013)
2) Perubahan
organ
a) Otak
Pada PE aliran darah
dan pemakaian oksigen dalam batas normal, pada eklamsi resistensi pembuluh darah meninggi, ini
terjadi pula pada pembuluh darah otak. Edema yang terjadi pada otak dapat
menimbulkan kelainan serebral dan gangguan visus, bahkan dalam keadaan lanjut
dapat terjadi perdarahan
b) Plasenta
dan rahim
Aliran darah menurun
keplasenta menyebabkan gangguan plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan
pada janin dank arena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada PE dan
eklamsi sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaanya terhadap
rangsangan sehingga terjadi partus
prematurus
c) Ginjal
Filtrasi glomerolus
berkurang oleh karena aliran ginjal menurun. Hal ini meyebabkan filtrasi
natrium melalui glomerolus menurun sehingga akibatnya terjadi retensi garam dan
air. Filtrasi glomerolus dapat turun sampai 50 % dari normal sehingga pada
keadaan lanjut dapat terjadi oliguria dan anuria.
d) Paru
– paru
Kematian ibu pada PE
dan eklamsi biasanya disebabkan oleh edema paru yang menimbulkan dekompensasi
kordis. Bisa pula terjadi aspirasi pneumonia atau abses paru
e) Mata
Dapat dijumpai edema
retina dan spasme pembuluh darah. Bila terdapat hal – hal tersebut maka harus dicuriagai terjadinya PEB. Pada
eklamsi dapat terjadi ablasio retina yang edema intra okuler dan merupakan
salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan
3) Klasifikasi
PE
a) PER
·
TD 140/90 dalam posisi
berbaring atau kenaikan diastolic 30 mmHg , kenaikan diastolic 15 mmHg,
diperiksa minimal 2 kali dengan jarak periksa 1 jam
·
Edema umum, kaki, jari
tangan, dan muka atau kenaikan BB 1 kg/minggu
·
Protein urine
kuantitatif 0,3 gr / lebih, kualitatif
1+, 2+ pada urine kateter
·
Pengobatan hanya
bersifat simtomatis, priksa 2 kali seminggu
·
Penanganan : istirahat ditempat tidur, diit rendah garam
dan berikan obat – obatan seperti valium tablet 5 mg dosis 3 kali sehari /
fenobarbital tablet 30 mg 3 kali sehari
·
Dierutik dan obat anti hipertensi tidak dianjurkan,
karena dapat menutupi tanda & gejala PE
·
Bila gejala menetap,
monitor keadaan janin : kadar estriol urin, lakukan amnioskopi, dan USG. Bila
keadaan mengijinkan dilakukan induksi
pada uk 37 minggu
b) PEB
·
TD 160/110 mmHg atau
lebih
·
Protein urine 5
gr/lebih
·
Oliguria, yaitu jumlah
urine kurang dari 500 cc/24 jam
·
Gangguan serebral,
gangguan visus dan nyeri epigastrium
·
Terdapat edema paru dan
cianosis
·
PEB dengan UK dibawah
37 minggu
o Injeksi
Sulfas Magnesikus 8 gr IM, lanjutkan 4
gr IM setiap 4 jam
o Monitor
ibu
o Jika
tidak ada perbaikan, dilakukan terminasi kehamilan
·
PEB dengan UK diatas 37
minggu
o Bedrest
total
o Diit
rendah garam dan tinggi protein
o Injeksi
MgSO4 8 gr IM, 4 gr boka – boki
o Injeksi
dapat diulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam
o Syarat
pemberian MgSO4 : reflex patella +,
dieresis 100 cc dalam 4 jam terakhir, respirasi 16 x/menit, harus
tersedia antidotum yaitu kalsium
glukonas 10% dalam 10 cc
o Infuse
dekstrosa 5 % dan RL
o Diuretic
tidak diberikan kec, terjadi edema paru dan kegagalan jantung kongestif,. Inj 1
amp lasix
o Induksi
partus
o Percepat
persalinan kala II, ibu dilarang mengedan
o Jangan
berikan methergin kec ada perdarahan pp
a.
Screning
1
Pemeriksaan antenatal
yang teratur dan bermutu serta mengenali tanda – tanda sedini mungkin PER, lalu
diberikan pengobatan yang cukup sehingga penyakit tidak bertambah berat
2
factor presdiposisi :
·
Mola hidatidosa
·
Diabetes mellitus
·
Gmelli
·
Hidrop fetalis
·
Obesitas
·
Umur lebih dari 35
tahun
(Sofian, 2013)
·
Primi muda
·
Kehamilan kedua tetapi
dengan suami baru
·
Bumil memiliki
riwayat (hipertensi, sindrom nefrotik,
penyakit ginjal polikistik,)
·
Ras kulit hitam berusia
diatas 35 tahun
·
Mendertita penyakit
kolagen vaskuler (lupus / syndrome
antibody posfolifid)
·
Riwayat hipeternsi pada
kehamilan sebelumnya
(Kennedy et al., 2014)
3
Berikan penanganan
tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan serta pentingnya mengatur diet
rendah garam, rendah lemak, serta karbohidrat dan tinggi protein juga kenaikan
berat badan yang berlebihan
(Sofian, 2013)
4
Menghitung tekanan
arteri rata – rata pada trimester ke dua untuk memperkirakan resiko dan
morbiditas serta mortalitas terkait
5
Menggunakan uji tekanan
supin (roll-over test) dilakukan pada usia kehamilan 28 – 32 minggu untuk
mendeteksi sensitivitas unik ibu hamil
terhadap zat vasopresor dalam system sirkulasinya melalui pengkajian tekanan
darah saat ibu berbaring miring dan
kemudian telentang. Uji skrining ini tidak berisi hasil secara konsisten dapat
diprediksi, diproduksi kembali dan reliable serta tidak boleh digunakan untuk
memprediksi resiko pre eklamsi pada ibu hamil.
Karena criteria
skrining yang reliable tidak tersedia, penekanan pada praktik klinis harus terletak pada pengkajian criteria
diagnostic yang akurat dan tepat waktu
A. Patofisiologi
1
Vasokontriksi arteri
umum dianggap dapat menyebabkan penurunan aliran darah melalui plasenta dan
organ maternal
2
Kondisi ini dapat
mnyebabkan retardasi atau restriksi pertumbuhan intrauterine, infark plasenta,
dan solusio plasenta
Pada
PE terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada
biopsy ginjal ditemukan spasme hebat pada arteriola glomerolus. Pada beberapa
kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh 1
sel darah merah, jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka
tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan ferifer
agar oksigenasi jaringan dapat terpenuhi. Sedangkan kenaikan berat badan dan
edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstial belum diketahui
sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Protein urine dapat disebabkan
oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerolus (Sofian, 2013)
PE
merupakan gangguan multisystem yang spesifik pada plasenta. Patologi primer
depek pada perkembangan plasenta. Proses fisiologis normal melibatkan sel – sel
trofoblas yang diturunkan dari
embrio/janin yang meyerang lapisan desidua dan pembuluh darahnya, khususnya
dinding arteriol pembuluh darah uterus. Invasi ini tampak dalam pembesaran
arteriol spiralis yang progresif dan significan di lapisan endometrium. Hasil
akhir pada PE adalah ketidak mampuan pembuluh darah uterus untuk mengakomodasi peningkatan aliran darah
yang diperlukan seiring pertambahan usia kehamilan, manifestasi klinis dari gangguan ini menjadi jelas saat unit plasenta janin memiliki suplai
darah yang terlalu banyak.
B. Komplikasi
1
Solusio plasenta
2
Syndrom HELP
3
Koagulopati
4
IUFD
5
Kejang
6
Koma
7
Persalinan premature
8
Gagal ginjal
9
Kerusakan hati ibu
(Williams & Wilkins, 2012)
Eklampsia:
Eklampsia merupakan aktifitas kejang atau koma pada ibu hamil yang
terdiagnosis hipertensi gestasional dan preeklampsi, tanpa riwayat patologi
neurologi sebelumnya.
Ibu hamil yang mengalami eklampsia disertai sindrom help sering mengalami
kondisi berikut:
·
Persalinan prematur
·
Usia kehamilan
lebih awal
·
Berat badan lahir
rendah
·
Skor apgar rendah
·
Morbiditas dan
mortalitas perinatal lebih tinggi
Kematian ibu lebih sering
disebabkan kondisi berikut:
·
Abropsio plasenta
·
Hemoragi serebral
·
Gagal ginjal akut
atau gagal jantung
·
DIC
Penanganan kejang:
Kejang eklamptik umumnya dapat
sembuh sendiri, dan berlangsung selama 1-2 menit. Perawatan cepat saat kejang
adalah dengan memberikan terapi penunjang dan memastikan kepatenan jalan napas.
Setelah kondisi ini dicapai, oksigenasi yang adekuat harus dipertahankan dengan
menggunakan oksigen tambahan. Terapi penunjang dilanjutkan dan berfokus pada
peminimalan resiko aspirasi, peminimalan risiko aktivitas kejang berulang, dan
pengontrolan tekanan darah. Setelah kondisi pasien semakin stabil, manajemen
diarahkan pada pelahiran bayi.
Aspirasi merupakan penyebab
utama morbiditas ib setelah kejang eklamptik. Ibu harus berada dalam posisi
dekubitus lateral (berbaring miring) untuk meminimalkan risiko aspirasi jika
muntah terjadi. Peralatan jalan napas darurat, termasuk pengisapan harus siap
tersedia.
3. Pre Eklampsia yang menyertai hipertensi kronis
Kejadian preeklampsia
pada wanita yang memasuki kehamilan disertai hipertensi yang sudah ada atau Preeklampsia yang menyertai hipertensi kronis.
Janin berisiko lebih tinggi mengalami restriksi pertumbuhan dibanding pada
kondisi preeklampsia atau hipertensi kronis saja.
4.
Hipertensi Kronis
a.
Pengertian
Hipertensi
yang terjadi dan dapat diobservasi sebelum kehamilan, atau hipertensi yang
terdiagnosis pertama kali saat kehamilan dan menetap lebih dari 84 hari pasca
partum.
b.
Faktor
predisposisi:
·
Wanita hamil dengan
usia yang lebih tua
·
Dari semua hamil
yang mengalami hipertensi kronis, sebesar 90% menderita hipertensi primer
(essensial)/hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya.
·
Penyakit ginjal
·
Dua sampai tiga
kali lebih tinggi pada wanita Afrika-Amerika dibanding wanita kulit putih.
Etiologi
c. Etiologi hipertensi kronik dapat
dibagi menjadi :
1. Primer (idiopatik) : 90 %
2. Sekunder : 10%, yang berhubungan
dengan penyakit ginjal, penyakit endokrin (diabetes melitus), penyakit
hipertensi dan vascular
d. Diagnosis
Diagnosis
pada hipertensi kronik bila ditemukan pada pengukuran tekanan darah ibu ≥
140/90 mmhg sebelum kehamilan atau pada saat kehamilan mencapai 20 minggu serta
didasarkan atas faktor risiko yang dimiliki ibu, yaitu : pernah eklampsia, umur
ibu > 40 tahun, hipertensi > 4 tahun, adanya kelainan ginjal, adanya
diabetes mellitus, kardiomiopati, riwayat pemakaian obat anti hipertensi.
Diperlukan juga adanya pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan laboratorium (
darah lengkap, ureum, kreatinin, asam urat, SGOT, SGPT ), EKG, Opthalmology,
USG).
Dahulu
direkomendasikan bahwa yang digunakan sebagai kriteria diagnosis adalah
peningkatan tekanan darah sistolik sebesar 30 mmhg atau diastolik 15 mmhg,
bahkan apabila angka absolut dibawah 140/90 mmhg. Kriteria ini tidak lagi
dianjurkan. Namun, wanita yang mengalami peningkatan tekanan darah sistolik 30
mmhg atau diastolik 15 mmhg perlu diawasi dengan ketat.
e. Komplikasi pada ibu dan janin
Pada wanita
hamil yang mengalami hipertensi kronik terjadi peningkatan angka kejadian
stroke. Selain itu komplikasi lain yang sangat mengkhwatirkan yaitu terjadinya
superimposed preeclampsia dimana hal ini dapat mengakibatkan terjadinya
disfungsi hepar, gagal ginjal, serta tendensi timbulnya perdarahan yang
meningkat dan perburukan kearah eclampsia.
Pada janin
sendiri dapat terjadi bermacam – macam gangguan sampai kematian janin dimana
efek kerusakan yang terjadi pada pembuluh darah wanita hamil akan merusak sistem
vaskularisasi darah, sehingga mengganggu pertukaran oksigen dan nutrisi melalui
plasenta dari ibu ke janin. Hal ini bisa menyebabkan prematuritas plasental
dengan akibat pertumbuhan janin yang lambat dalam rahim, bahkan kematian janin.
f. Penanganan Umum
·
Istirahat cukup
·
Mengatur diet, yaitu meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung protein
dan mengurangi makanan yang mengandung karbohidrat serta lemak.
·
Kalau keadaan memburuk namun memungkinkan dokter akan mempertimbangkan
untuk segera melahirkan bayi demi keselamatan ibu dan bayi
g. Penatalaksanaan
1) Risiko rendah hipertensi
·
Ibu sehat dengan desakan diastolik menetap ³100 mmHg
·
Dengan disfungsi organ dan desakan diastolik ³ 90 mmHg
2) Obat antihipertensi
Alasan utama
untuk mengobati hipertensi pada kehamilan adalah untuk mengurangi morbiditas
ibu terkait hipertensi. Sebuah metaanalisis termasuk 28 uji acak membandingkan
pengobatan dengan antihipertensi baik dengan plasebo maupun tanpa pengobatan
menunjukan bahwa pengobatan dengan antihipertensi secara signifikan mengurangi
hipertensi berat. Namun pengobatan tidak mengurangi resiko preeklamsia
berlapis, abrupsi plasenta atau pembatasan pertumbuhan janin, juga tidak
memberikan manfaat pada neonatus. Obat-obat antihipertensi kronis yang
dapat digunakan pada masa kehamilan yaitu:
·
Metildopa, sebuah agonis reseptor alfa yang bekerja sentral, dosis sebesar
250-1500 mg dua kali perhari peroral. Metildopa sering digunakan sebagai terapi
lini pertama, data jangka panjang menunjukan keamananya pada keturunan.
·
Labetalol, yang merupakan kombinasi alfa dan beta bloker. Dosis 2x100-1200
mg peroral. Sering menjadi terapi lini pertama. Obat ini dapat memperburuk
asma. Formulasi intravena tersedia untuk pengobatan darurat hipertensi.
·
Metoprolol, sebuah beta bloker dengan dosis 2x25-200 mg peroral. Obat ini
dapat memperburuk asma dan kemungkinan berhubungan dengan penghentian
pertumbuhan janin. Beta bloker lainnya misal: pindolol dan propranolol dapat
dipakai secara aman. Beberapa ahli merekomendasikan untuk menghindari penggunaan
atenolol.
·
Nifedipin (kerja panjang), sebuah pemblok kanal kalsium. Dosis 30-120 mg
perhari. Nifedipin kerja cepat tidak direkomendasikan untuk terapi ini,
mengingat kemungkinan resiko hipotensi. Pemblok kanal kalsium lainnya dapat
digunakan secara aman.
·
Hidralazin, merupakan sebuah vasodilator perifer. Dosis 50-300 mg perhari
dalam dosis terbagi 2 atau 4. Sediaan hidralazin intravena tersedia untuk
terapi darurat hipertensi.
·
Hidroklorotiazid, sebuah diuretik dengan dosis 12,5-50 mg sekali perhari.
Ada kekhawatiran sehubungan penggunaan obat ini, namun tidak ada data studi
yang mendukung.
·
Metildopa, sebuah agonis reseptor alfa yang bekerja sentral, dosis sebesar
250-1500 mg dua kali perhari peroral. Metildopa sering digunakan sebagai terapi
lini pertama, data jangka panjang menunjukan keamananya pada keturunan.
·
Labetalol, yang merupakan kombinasi alfa dan beta bloker. Dosis 2x100-1200
mg peroral. Sering menjadi terapi lini pertama. Obat ini dapat memperburuk
asma. Formulasi intravena tersedia untuk pengobatan darurat hipertensi.
·
Metoprolol, sebuah beta bloker dengan dosis 2x25-200 mg peroral. Obat ini
dapat memperburuk asma dan kemungkinan berhubungan dengan penghentian
pertumbuhan janin. Beta bloker lainnya misal: pindolol dan propranolol dapat dipakai
secara aman. Beberapa ahli merekomendasikan untuk menghindari penggunaan
atenolol.
·
Nifedipin (kerja panjang), sebuah pemblok kanal kalsium. Dosis 30-120 mg
perhari. Nifedipin kerja cepat tidak direkomendasikan untuk terapi ini,
mengingat kemungkinan resiko hipotensi. Pemblok kanal kalsium lainnya dapat
digunakan secara aman.
·
Hidralazin, merupakan sebuah vasodilator perifer. Dosis 50-300 mg perhari
dalam dosis terbagi 2 atau 4. Sediaan hidralazin intravena tersedia untuk
terapi darurat hipertensi.
·
Hidroklorotiazid, sebuah diuretik dengan dosis 12,5-50 mg sekali perhari.
Ada kekhawatiran sehubungan penggunaan obat ini, namun tidak ada data studi
yang mendukung.
Metildopa
merupakan agen antihipertensi yang paling banyak didukung dengan data
penelitian tentang khasiat dan keamanan penggunaannya pada wanita hamil. Obat
ini telah digunakan sejak tahun 1960-an. Dalam sebuah studi, metildopa tidal
menimbulkan efek yang merugikan pada anak-anak yang dilahirkan. Karenanya
metildopa sering dijadikan sebagai terapi lini pertama hipertensi pada wanita
hamil. Namun, metildopa sering menyebabkan kantuk yang membatasi
tolerabilitasnya.
B.
Kewenangan
bidan terkait hipertensi dalam kehamilan
Kewenangan bidan dalam penanganan hipertensi dalam
kehamilan terdapat dalam lingkup standar
pelayanan kebidanan khususnya pada
standar 7, yaitu:
Standar 7 : Pengelolaan
Dini Hipertensi pada Kehamilan
Bidan menemukan secara dini setiap
kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan mengenal tanda serta gejala
preeklampsia lainnya, serta mengambil tindakan yang tepat dan merujuknya.
C.
HTA Terkait
Hipertensi kehamilan
Temuan berbasis bukti pada manajemen klinis hipertensi
kronis:
·
Strategi manajemen tekanan darah prakonsepsi yang
spesifik untuk memastikan manfaat atau efek yang membahayakan terhadap konsepsi
atau kondisi akhir kehamilan belum pernah diteliti.
·
Ibu yang menderita hipertensi tingkat 1 atau tingkat 2
(didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik 140 sampai 179 mmHg atau tekanan
darah diastolik 90 sampai 109 mmHg) memilki risiko komplikasi kardiovaskular
yang rendah selama kehamilan.
·
Ibu yang menderita hipertensi essensial, tingkat 1 atau
tingkat 2 dengan fungsi ginjal yang normal merupakan kandidat untuk memperoleh
terapi tanpa obat, Saat ini tidak ada data yang mendukung perbaikan hasil akhir
perinatal pada kelompok ini yang mendapat terapi antihipertensi.
·
Jika ibu sedang mendapat terapi antihipertensi pada saat
kunjungan prenatal awal, terdapat kesepakatan yang kurang mengenai apakah agens
antihipertensi harus dilanjtkan atau dihentikan. Penggunaan agens
antihipertensi dapat bermanfaat bagi ibu untuk menurunkan tekanan darah; namun,
tekanan yang rendah dapat mengganggu perfusi uteroplasenta yang menyebabkan
gangguan janin.
·
Perawatan ibu yang mengalami hipertensi kronis serupa
dengan manajemen antenatal yang rutin, dengan penekanan pada pengkajian untuk
mengidentifikasi perburukan hipertensi atau disfungsi end-organ ( salah satu
ujung saraf sensoris yang besar dan berselubung, seperti korpuskulum saraf
lamellar, taktil, atau terminal).
·
Penggunaan penghambat ACE dikontraindikasikan karena
agens ini menyebabkan IUGR, oligohidramnion, gagal ginjal pada bayi baru lahir,
dan kematian bayi baru lahir. Walaupun data mengenai penggunaan antagonis
reseptor angiotensin II saat kehamilan
tidak tersedia, efek merugikan cenderung serupa dengan penghambat ACE;
agens ini harus dihindari.
D.
Tinjauan Islam
Terkait Hipertensi dalam Kehamilan
Dalam hal ini
hipertensi dalam kehamilan merupakan penyakit dalam kehamilan yang membuat ibu
hamil merasa lemah. Hampir semua organ reproduksi maupun organ lainnya
mengalami perubahan dan semua itu membuat wanita hamil merasa tidak nyaman.
Maka telah dijelaskan dalam surah Luqman ayat 14 yang maknanya, ibu adalah yang
mengandung, melahirkan, menderita karena hamil, serta melalui proses melahirkan
yang sangat melelahkan. Maka dianjurkan pada tiap anak yang dilahirkan baik
laki-laki maupun perempuan agar berbuat baik pada ibu bapaknya. ( Al-Azazi,
Adil bin Yusuf, 2007).
Lingkungan
dapat mempengaruhi kondisi kehamilan. Alquran menyatakan bahwa faktor eksternal
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses kehamilan. Hal ini
terlihat dari ayat yang menceritakan gugurnya seluruh kandungan dalam rahim
ibu, karena kegoncangan yang sangat dahsyat yang dialami pada hari kiamat, yang
merupakan faktor eksternal. Dalam ayat berikut ini dinyatakan:
Pada hari kamu melihat goncangan itu, lalailah semua
perempuan yang menyusui anaknya, dan gugurlah kandungan segala perempuan yang
hamil, dan kamu lihat seluruh manusia dalam keadaan mabk, padahal mereka tidak
mabuk, tetapi azab Allah itu sangatlah kerasnya. (QS. Al-Hajj: 22).
Dengan
demikian, alquran telah memperlihatkan bahwa kondisi eksternal dapat
mempengaruhi kondisi kehamilan.
Lebih lanjut,
Alquran jga menyatakan bahwa ada hukum sebab akibat atau ukuran yang menentukan
kesempurnaan dan ketidaksempurnaan kandungan ibu. Dalam alquran dinyatakan:
Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap
perempuan, dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. Dan
segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya. Yang mengetahui segala ghaib dan
yang tampak; yang maha besar lagi maha tinggi. ( QS. Al-Ra’ad:8-9).
Beberapa
faktor eksternal tidak hanya dapat mendatangkan keguguran, namun juga
ketidaksempurnaan dari bayi yang dikandungnya.
Selain itu
kondisi emosional ibu, asupan gizi dan usia ibu juga mempengaruhi kehamilan.
Sehubungan dengan pentingnya kondisi maternal ibu, Alquran telah menyatakan
kewajiban ayah untuk memberikan dukungan kepada ibu, baik pada saat kehamilan
maupun menyusui. Ayat tersebut berbunyi:
...dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian
kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan
menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ib menderita kesengsaraan
karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban
demikian... ( QS. Al-Baqarah:233).
(Hasan, 2006)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar