A.
Kesehatan
Reproduksi Remaja
1. Pengertian
Secara Psikologis, masa remaja
adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana
anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan
berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak.
Remaja merupakan periode transisi
antara masa anak-anak ke masa dewasa. Di dalam ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu
yang terkait ( seperti biologi dan ilmu fisiologi), remaja dikenal sebagai
suatu tahap perkembangan fisik ketika alat-alat kelamin manusia mencapai
kematangan. Hal ini berarti secara anatomis, alat-alat kelamin maupun organ
tubuh yang lain akan memperoleh bentuknya yang sempurna.
(Ahmad Dahro, 2012).
Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 memberikan
batasan: kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup
produktif secara sosial dan ekonomi. Batasan yang diangkat dari batasan
kesehatan menurut Organisasi Kesahatan Dunia ( WHO ) yang paling baru ini,
memang lebih luas dan dinamis dibandingkan dengan batasan sebelumnya yang mengatakan, bahwa kesehatan adalah keadaan
sempurna, baik fisik, mental, maupun
sosial, dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat. Pada batasan yang
terdahulu, kesehataan itu hanya mencakup tiga aspek, yakni : fisik, mental, dan
sosial, tetapi menurut Undang-Undang No. 23/1992, kesehatan itu mencakup 4
aspek yakni fisik (badan), mental (jiwa), sosial, dan ekonomi. Hal ini berarti
kesehatan seseorang tidak hanya diukur dari aspek fisik, mental, dan sosial
saja, tetapi juga diukur dari produktivitasnya
dalam arti mempunyai pekerjaan atau menghasilkan secara ekonomi.
Kesehatan
reproduksi remaja penting sekali bagi kesehatan reproduksi dan masuk sebagai
komponen-komponen kesehatan reproduksi karena:
·
Masa remaja ( usia 10-19 tahun) adalah
masa yang khusus dan penting, karena merupakan periode pematangan organ
reproduksi manusia. Masa remaja disebut juga masa pubertas, merupakan masa
transisi yang unik ditandai dengan berbagai perubahan fisik, emosi dan psikis.
·
Pada masa remaja terjadi perubahan
organobiologik yang cepat dan tidak seimbang dengan perubahan mental emosional
( kejiwaan). Keadaan ini dapat membat remaja bingung. Oleh karena itu perlu
pengertian, bimbingan dan dukungan dari lingkungan di sekitarnya sehingga
remaja dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa yang sehat baik
jasmani, mental maupun psikososial.
·
Dalam lingkungan sosial tertentu, sering
terjadi perbedaan perlakuan terhadap remaja laki-laki dan perempuan. Bagi
laki-laki, masa remaja merupakan saat diperolehnya kebebasan sementara pada
remaja merupakan saat dimulainya segala bentuk pembatasan. Agar masalah
kesehatan remaja dapat ditangani dengan tuntas, diperlukan kesetaraan perlakuan
terhadap remaja laki-laki dan perempuan.
Permasalahan
remaja yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi berasal dari kurangnya informasi,
pemahaman dan kesadaran untuk mencapai keadaan sehat secara reproduksi. Orang
tua yang diharapkan remaja dapat dijadikan tempat bertanya atau dapat
memberikan penjelasan tentang masalah kesehatan reproduksi, ternyata tidak
banyak berperan karena masalah tersebut masih dianggap tabu untuk dibicarakan
dengan anak remajanya. Guru, yang juga diharapkan oleh orang tua dan remaja
dapat memberikan penjelasan yang lebih lengkap kepada siswanya tentang
kesehatan reproduksi, ternyata masih menghadapi banyak kendala dari dalam
dirinya, seperti: tabu, merasa tidak pantas, tidak tahu cara menyampaikannya,
tidak ada waktu, dan lain sebagainya. Solusi yang tepat untuk menyelesaikan
masalah tersebut adalah dengan pemberian pendidikan mengenai kesehatan reproduksi.
Penelitian
PKBI pada tahun 2005 yang dilakukan di 4 kota besar yaitu Jabotabek, Bandung, Surabaya,
dan Medan tentang perilaku seksual remaja menyatakan remaja yang telah
melakukan hubungan seks pranikah di Jabotabek 51%, Bandung 54%, Surabaya 47%
dan Medan 52% dengan kisaran umur pertama kali melakukan hubungan seks pada
umur 13-18 tahun, 60% tidak menggunakan alat kontrasepsi, dan 85% dilakukan di
rumah sendiri. Berdasarkan data PKBI (2006), didapatkan 2,5 juta perempuan
pernah melakukan aborsi per tahun, 27% dilakukan oleh remaja, sebagian besar
dilakukan dengan cara tidak aman, 30-35% aborsi ini adalah penyumbang kematian ibu
atau Maternal Mortality Rate (MMR).
(Dan et al., 2009)
2. Ciri-ciri
perubahan masa remaja:
a. Perkembangan
non fisik
1) Masa
remaja awal (10-12 tahun) dengan ciri khas antara lain: ingin bebas, lebih
dekat dengan teman sebaya, mulai berfikir abstrak dan lebih banyak
memperhatikan keadaan tubuhnya.
2) Masa
remaja tengah ( 13-15 tahun), dengan ciri khas antara lain: mencari identitas
diri, timbul keinginan untuk berkencan, berkhayal tentang aktivitas seksual,
mempunyai rasa cinta yang mendalam.
3) Masa
remaja akhir ( 16-19 tahun) dengan ciri khas antara lain: mampu berfikir
abstrak, lebih selektif dalam mencari teman sebaya, mempunyai citra jasmani
dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta, pengungkapan kebebasan.
Perubahan
Fisik:
1) Munculnya
tanda-tanda seks primer: terjadinya haid yang pertama (menarche) pada remaja perempuan, dan mimpi basah pada remaja
laki-laki.
2) Munculnya
tanda-tanda seks sekunder
Perubahan
Kejiwaan:
1) Perubahan
emosi kejiwaan: sensitif ( mudah menangis, cemas, tertawa dan frustasi), mudah
bereaksi terhadap rangsangan dari luar, agresif sehingga mudah berkelahi.
2) Perkembangan
intelegensia: mampu berfikir abstrak dan senang memberi kritik, ingin
mengetahui hal-hal baru sehingga muncul prilaku ingin mencoba hal yang baru.
Perilaku ingin mencoba ini sangat penting bagi kesehatan reproduksi.
3. Faktor-faktor
yang berpengaruh buruk terhadap kesehatan remaja:
1. Masalah
gizi meliputi:
a. Anemia
dan kurang energi kronik (KEK)
b. Pertumbuhan
yang terhambat pada remaja perempuan yang dapat mengakibatkan panggul sempit
dan beresiko untuk melahirkan bayi berat lahir rendah dikemudian hari.
2. Masalah
pendidikan antara lain:
a. Buta
huruf, menyebabkan remaja tidak mempunyai akses terhadap informasi yang
dibutuhkan dan kemungkinan tidak/kurang mampu mengambil keputusan yang terbaik
untuk kesehatan dirinya.
b. Pendidikan
rendah sehingga remaja kurang mampu memenuhi kebtuhan fisik dasar setelah
berkeluarga. Akibatnya akan berpengaruh buruk terhadap kesehatan dirinya
sendiri dan keluarga.
3. Masalah
lingkungan dan pekerjaan
4. Masalah
perkawinan dan kehamilan dini
5. Masalah
seks dan seksualitas, antara lain:
a. Kehamilan
remaja
b. Pengetahuan
yang tidak lengkap dan tidak tepat tentang masalah seksualitas.
c. Kurangnya
bimbingan untuk bersikap positif dalam hal yang berkaitan dengan seksualitas.
d. Penyalahgunaan
seksual
e. Kehamilan
diluar nikah
f. Penyalahgunaan
dan ketergantungan nafza, yang dapat menyebabkan penularan HIV/AID melalui
jarum suntik dan melalui hubungan seks bebas.
Akibat
hubungan seksual pranikah bagi remaja adalah:
a.
Gangguan kesehatan reproduksi akibat
infeksi penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS.
b.
Meningkatkan resiko terhadap penyakit
menular seksual (PMS) seperti gonore, sifilis, herpes genitalis
c.
Remaja perempuan terancam kehamilan yang
tidak diinginkan yang dapat mengakibatkan pengguguran kandungan yang tidak
aman, infeksi organ reproduksi, kemandulan dan kematian akibat perdarahan dan
keracunan hamil.
d.
Trauma kejiwaan ( rendah diri, depresi,
rasa berdosa, hilang harapan masa depan), remaja perempuan tidak perawan dan
remaja laki-laki tidak perjaka.
e.
Kemungkinan hilangnya kesempatan untuk
melanjutkan pendidikan dan kesempatan kerja, terutama bagi remaja perempuan.
f.
Melahirkan bayi yang kurang atau tidak
sehat.
Akibat
hubungan seksual pranikah bagi keluarga yaitu:
Menimbulkan aib keluarga, beban ekonomi keluarga
bertambah, pengaruh kejiwaan bagi anak yang dilahirkan (ejekan masyarakat di
sekitarnya)
Akibat
hubungan seks pranikah bagi masyarakat :
Meningkatkan remaja putus sekolah, sehingga kualitas
masyarakat menurun, meningkatkan angka kematian ibu dan bayi, sehingga derajat
kesehatan reproduksi menurun, menambahkan beban ekonomi masyarakat sehingga
derajat kesehatan masyarakat menurun.
4.
Masalah-masalah
kesehatan jiwa remaja dan penatalaksanaannya.
a. Bingung
Peran
b. Kesulitan
belajar
c. Kenakalan
remaja
d. Perilaku
seksual menyimpang
5. Isu-isu ksehatan reproduksi remaja
dan fakta dilapangan
1. Akibat hubungan seksual pranikah
bagi remaja adalah:
a) Gangguan kesehatan reproduksi akibat
infeksi penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS
b) Meningkatkan risiko terhadap
penyakit menular seksual (PMS) seperti gonoroe, sifilis, herpes genital
c) Remaja perempuan terancam kehamilan
yang tidak diinginkan yang dapat mengakibatkan pengguguran kehamilan yang tidak
aman, infeksi organ reproduksi, kemandulan dan kematia akibat perdarahan dan
keracunan hamil
d) Trauma kejiwaan (rendah diri, depresi,
rasa berdosa, hilang harapan masa depan,
remaja perempuan tidak perawan dan remaja laki-laki tidak perjaka.
e) Kemungkinan hilangnya kesempatan
untuk melanjutkan pendidikan dan kesempatan kerja terutama bagi remaja
perempuan.
f) Melahirkan bayi yang kurang atau
tidak sehat
2. Akibat hubungan seksual pranikah
bagi keluarga adalah:
Menimbulkan aib keluarga, beban
ekonomi keluarga bertambah, pengaruh kejiwaan bagi anak yang dilahirkan (ejekan
masyarkat disekitarnya)
3. Akibat hubungan seksual pranikah
bagi masyarakat adalah:
Meningkatkan remaja putus sekolah,
sehingga kualitas masyarakat menurun, meningkatnya angka kematian ibu dan bayi,
sehingga derajat kesehatan reproduksi menurun, menambah beban ekonomi
masyarakat sehingga derajat kesehatan masyarakat menurun, (Pinem,
2009)
a. Informasi-informasi yang perlu
mendapat perhatian serius dari berbagai pihak mengenai masalah kesehatan
reproduksi remaja, antara lain:
1. Sikap dan perbuatan remaja beresiko
tinggi
Pola perkawinan pertama perempuan
sebagian besar (69,3%) masih dibawah 18 tahun, perkawinan usia muda 22,4% dan
perkawinan usia dewasa 8,2%. Boque mengklasifikasikan kelompok berdasarkan usia
kwain pertama: perkawinan di bawah usia 18 tahun (child marriage), perkawinan
usia 18-19 tahun (early marriage), perkawinan usia 20-21tahun lebih (marriage
at maturity).
2. Perubahan emosi dan hormonal,
pubertas, fisik remaja membawa konsekuensi terhadap KRR
Perubahan fisik disertai perubahan
endocrine dan hormonal yang terjadi dengan sangat dramatis merupakan pemicu
masalah kesehatan remaja yang cukup serius seperti tumbuhnya dorongan seksual
yang menyebabkan remaja rawan terhadap penyakit dan masalah kesehatan
reproduksi, kehamilan remaja dengan segala konsekuensinya seperti hubungan seks
pranikah yang berpeluang besar untuk terjadinya aborsi tidak aman, PMS,
HIV/AIDS dan penggunaan naskotika.
3. Kehamilan pada remaja mempunyai
risiko tinggi
Dari hasil penelitian laboratorium
Obstetri Ginekologi UGM ditemukan bahwa kehamilan remaja bersiko tinggi untuk
terjadinya berat bayi lahir rendah (BBLR). Didapatkan adanya perbedaan yang
bermakna (p<0,01) antara frekuensi BBLR pada kelompok ibu usia remaja dan
usia reproduksi sehat. Variabel yang bermakna terhadap risikonya terjadinya
BBLR adalah usia ibu, gizi dan usi kehamilan. Hasil penelitian memberikan
risiko terjadinya BBLR 4 kali lebih besar dibandingkan dengan kehamilan pada
usia reproduksi sehat.
4. Tinggi angka aborsi di kalangan
remaja
Menurut Biran Affandi (2000) tingkat
aborsi di Indonesia mencapai 2,3 juta setahunnya dengan rician 1 juta merupakan
abortus spontan, 0,6 juta karena kegagalan KB, dan 0,7 juta akibat tidak
menggunakan KB (unmet needs). Dari jumlah tersebut lebih 50% merupakan abortus
unsafe. Dengan melihat angka di atas,, diperkirakan banyak aborsi yang
dilakukan oleh bukan pasangan suami istri, termasuk remaja yang belum menikah.
5. Perilaku seksual yang mencemaskan
Hasil SKKRI, 2002-2003 menunjukkan
bahwa umumnya pada remaja laki-laki lebih menyetujui dan menerima hubungan seksual pranikah dengan remaja perempuan. Enam dari
remaja laki-laki menyatakan bahwa hubungan seksual pranikah dapat diterima jika
dilakukan atas dasar suka sama suka, keduanya saling mencintai atau keduanya
merencanakan untuk menikah.
6. Pelayanan KB untuk remaja masih
merupakan kendala
Perilaku seksual dikalangan remaja
masih rentan terhadap yang tidak diinginkan, penyakit menular seksual dan
infeksi HIV/AIDS. Remaja yang termasuk dalam kelompok ini adalah remaja putus
sekolah, remaja pengguna dan pecandu napza, remaja jalanan, remaja yang mengalami
kekerasan seksual dan Korban perkosaan, remaja gay, remaja lesbian, bioseksual
atau transgender serta remaja pekerja seks komersial (PSK).
Remaja yang disebut diatas
memerlukan pelayanan kesehatan reproduksi/KB yang lebih spesifik. Tetapi pada
kenyataannya ada hambatan kebijakan para remaja untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan tersebut. Hukum di Indonesia seolah membatasi akses pemberian
pelayanan kesehatan, terutama yang berkaitan dengan komoditas spesifik seperti
alat kontraspsi, dengan alasan belum menikah, belum cukup usia, atau tidak
adanya izin dari orang tua. Akibatnya pelayanan kesehatan reproduksi/KB sering
bersikap diskriminatif terhadap remaja.
Sebagian besar remaja kaum muda akan
aktif secara seksual pada masa-masa remaja mereka. Selama empat decade
terakhir, usia median saat melakukan hubungan intim pertama kali telah turun
menjadi 17 tahun bagi kedua jenis kelamin. Dengan demikian, remaja memiliki
kebutuhan yang lebih besar dari sebelumnya untuk akses ke bentuk-bentuk
kontrasepsi yang dapat diterima dan handal , apabila mereka ingin menghindari
kehamilan yang tidak diinginkan, (Glaiser,
2006)
7. Penyakit infeksi saluran reprodksi
dan HIV/AIDS
Infeksi menular seksual (IMS)/infeksi saluran reproduksi (ISR)
menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia, termasuk di Indonesia.
Terjadinya infeksi pada sistem reproduksi sangat mempengaruhi kesehatan dan
kesuburan perempuan dan hal ini tentu sangat merugikan perempuan.
Infeksi saluran reproduksi, dapat
terjadi melalui persalinan atau pengguguran yang tidak memenuhi syarat kesehatan,
tetapi dapat juga disebabkan oleh penyakit menular seksual (PMS) akibat seksual
pra nikah.
Penyakit-penyakit PMS ini tidak
membawa kematian tetapi risiko penularan, bahaya bagi ibu hamil dan akibat
penularannya pada bayi yang dikandungnya, maka sebaiknya mulai diberikan
perhatian untuk usaha penyebaran tentang PMS, apalagi jika dikaitkan dengan
masalah kesehatan reproduksi.
8. Penggunaan NAPZA
NAPZA membuat sel-kontrol menurun,
lepas kendali, termasuk juga susilanya. Anak perempuan yang memakai NAPZA, bila
diperiksa umumnya sudah tidak perawan lagi. Mereka yang sudah kecanduan dan
tidak mempunyai biaya atau tidak mempunyai benda yang bisa dijual untuk NAPZA
biasanya menjual diri. Perilaku seks bebas sudah merupakan hal yang biasa bagi
dikalangan para pecandu. Akibatnya risiko tertular HIV/AIDS tinggi di kalangan
remaja. Dampak lain penggunaaan narkotika adalah akan melumpuhkan fisik dan non
fisik, terutama sekali mental pengguna. Prestasi sekolahnya akan merosot secara
drastic dan terganggu perilakunya.
9. Kekerasan seksual dikalangan remaja
Masalah kekerasan seksual merupakan
masalah yang kompleks karena akr persoalannya ada paad budaya yang telah
tertanam berabad-abad. Pada umumnya korban perkosaan akan mengalami dampak
jangka pendek dan jangka panjang. Dampak jangka pendek biasanya dialami sesaat
hingga beberapa hari setelah kejadian. Dari segi fisik dapat terjadi gangguan
pada organ reproduksi seperti infeksi, kerusakan selaput dara dll, serta luka
pada bagian tubuh yang lain akibat perlawanan atau penganiayaan.
6. Konseling
Kesehatan Remaja:
Konseling adalah suatu proses yang terjadi dalam
hubungan pribadi antara seseorang yang mengalami kesulitan dengan seseorang
profesional yang praktik dan pengalamannya mungkin dapat dipergunakan untuk
membantu yang lain guna memecahkan persoalan pribadinya. Tujuan konseling
yaitu:
1.
Memberikan dukungan sosial dan
psikologis bagi mereka yang bermasalah.
2.
Mencegah permasalahan pada remaja dengan
membantu remaja untuk mengubah perilakunya dan hidup sehat menerima tanggung jawab
untuk mereka sendiri dan orang lain.
3.
Membantu remaja dalam menghadapi
permasalahan yang mempengaruhi mereka dan atau orang lain.
Sasaran konseling remaja:
Konseling
dapat diberikan kepada siapa saja, tetapi dalam konteks ini, konseling
diberikan kepada remaja/siswa yang mempunyai permasalahan/membutuhkan teman
bicara untuk menyelesaikan masalahnya.
Waktu dan tempat konseling :
Konseling
dapat dilakukan hampir dimana saja, tetapi tempat yang terpilih harus:
a.
Bersifat pribadi atau menjaga privasi
b.
Nyaman
c.
Tenang
d.
Berada ditempat yang tidak dapat
mendengar pembicaraan lain
e.
Berada ditempat yang tidak dapat terjadi
gangguan, misalnya diruang bimbingan konseling atau ruang pembimbing akademik.
Konselor Remaja:
Kualitas
yang harus dimiliki seorang konselor remaja adalah:
a.
Berkeinginan untuk belajar dari dan
melalui pengalaman.
b.
Kemampuan untuk menerima orang lain
c.
Kemampuan untuk mendengarkan
d.
Kemampuan dan keinginan untuk menguji
asumsi
e.
Cara pandang yang optimis
f.
Sikap yang tidak menghakimi,
menyalahkan, atau menggurui
g.
Kemampuan untuk menyimpan rahasia
h.
Kemampuan dan keterampilan untuk
mendorong pengambilan keputusan
i.
Kemampuan dan kecenderungan untuk
memberi dukungan
j.
Kemampuan untuk membentuk hubungan atas
dasar kepercayaan.
k.
Kemampuan untuk menyampaikan informasi
l.
Kemampuan untuk mengerti perasaan dan
kekhawatiran orang lain.
m.
Mengerti keterbatasan mereka.
4. Peran
tenaga kesehatan dalam mengatasi perilaku menyimpang remaja:
a.
Penyedia layanan kesehatan
b.
Komunikator
c.
Perencanaan dan koordinator asuhan
d.
Pengajar
e.
Investigator
f.
Pengembangan profesional ( meningkatkan
kualitas layanan)
5.
Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi Dalam Siklus
Kehidupan
Secara luas, ruang lingkup kesehatan produksi
yang tercantun dalam Kebijakan dan Strategi Nasional Kesehatan Reproduksi di
Indonesia (2005) meliputi:
1. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir
2. Keluarga berencana
3. Pencegahan dan penanggulangan Infeksi Saluran
Reproduksi (ISR) termasuk
4. IMS-HIV/AIDS
5. Pencegahan dan penanggulangan komplikasi aborsi
6. Kesehatan reproduksi remaja
7. Pencegahan dan penanganan infertilitas
8. Penanggulangan masalah kesehatan reproduksi pada
usia lanjut seperti kanker,osteoporosis, dementia dan lain-lain.
1.
Pendidikan Kespro Remaja
Hak Kespro
Remaja
1.
Menjadi Diri Sendiri
2.
Mendapat Informasi Atas
Sehat/Kesehatan
3.
Melindungi Diri dan
Dilindungi
4.
Mendapatkan Layanan
Kesehatan
5.
Dilibatkan dalam Keputusan
6.
Berbagi Informasi
a.
Hak – hak reproduksi
Hak
reproduksi merupakan bagian dari hak azasi manusia yang melekat pada manusia
sejak lahir dan dilindungi keberadaannya. Sehingga pengekangan
terhadap hak reproduksi berarti pengekangan terhadap
hak azasi manusia.
a.
Pengertian Hak-hak Reproduksi
Hak
reproduksi secara umum diartikan sebagai hak yang dimiliki
oleh individu baik laki-laki maupun perempuan yang
berkaitan dengan keadaan reproduksinya.
b.
Macam-macam Hak-hak reproduksi
Berdasarkan
Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan
(ICPD) di Kairo 1994, ditentukan ada 12 hak-hak
reproduksi. Namun demikian, hak reproduksi bagi remaja
yang paling dominan dan secara sosial dan budaya dapat
diterima di Indonesia mencakup 11 hak, yaitu:
1) Hak
Untuk Hidup (Hak Untuk Dilindungi Dari Kematian
Karena Kehamilan Dan Proses Melahirkan)
Setiap
perempuan yang hamil dan akan melahirkan berhak untuk
mendapatkan perlindungan dalam arti mendapatkan pelayanan
kesehatan yang baik sehingga terhindar dari kemungkinan
kematian dalam proses kehamilan dan melahirkan
tersebut. Contoh: Pada saat melahirkan seorang perempuan
mempunyai hak untuk mengambil keputusan bagi
dirinya secara cepat terutama jika proses kelahiran tersebut berisiko untuk terjadinya komplikasi atau bahkan kematian. Keluarga tidak boleh menghalangi dengan berbagai alasan.
2) Hak
Atas Kebebasan Dan Keamanan Berkaitan Dengan
Kehidupan Reproduksi.
Hak
ini terkait dengan adanya kebebasan berpikir dan menentukan
sendiri kehidupan reproduksi yang dimiliki oleh
seseorang.
Contoh:
Dalam konteks adanya hak tersebut, maka seseorang harus dijamin
keamanannya agar tidak terjadi” pemaksaaan” atau
“pengucilan” atau munculnya ketakutan dalam diri individu
karena memiliki hak kebebasan tersebut.
3) Hak
Untuk Bebas Dari Segala Bentuk Diskriminasi Dalam Kehidupan Berkeluarga Dan
Kehidupan Reproduksi.
Setiap
orang tidak boleh mendapatkan perlakuan diskriminatif
berkaitan dengan kesehatan reproduksi karena
ras, jenis kelamin, kondisi sosial ekonomi, keyakinan/agamanya
dan kebangsaannya.
Contoh:
Orang tidak mampu harus mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas (bukan sekedar atau asal-asalan) yang
tentu saja sesuai dengan kondisi yang melingkupinya.
Demikian pula seseorang tidak boleh mendapatkan
perlakuan yang berbeda dalam hal mendapatkan
pelayanan kesehatan reproduksi hanya karena
yang bersangkutan memiliki keyakinan berbeda dalam
kehidupan reproduksi. Misalnya seseorang tidak mendapatkan
pelayanan pemeriksaan kehamilan secara benar,
hanya karena yang bersangkutan tidak ber-KB atau pernah
menyampaikan suatu aspirasi yang berbeda dengan masyarakat
sekitar. Pelayanan juga tidak boleh membedakan
apakah seseorang tersebut perempuan atau laki-laki.
Hal ini disebut dengan diskriminasi gender.
4) Hak
Atas Kerahasiaan Pribadi Dengan Kehidupan Reproduksinya
terkait dengan informasi pendidikan dan
pelayanan.
Setiap
individu harus dijamin kerahasiaan kehidupan kesehatan reproduksinya terkait dengan informasi pendidikan dan pelayanan misalnya informasi tentang kehidupan seksual, masa menstruasi dan lain sebagainya.
Contoh:
Petugas atau seseorang yang memiliki informasi tentang
kehidupan reproduksi seseorang tidak boleh “membocorkan”
atau dengan sengaja memberikan informasi yang dimilikinya kepada orang
lain. Jika informasi dibutuhkan sebagai data untuk
penunjang pelaksanaan program, misalnya data
tentang prosentase pemakaian alat kontrasepsi masih tetap
dimungkinkan informasi tersebut dipublikasikan
sepanjang tidak mencantumkan indentitas yang
bersangkutan.
5) Hak
Untuk Kebebasan Berfikir Tentang Kesehatan Reproduksi.
Setiap
remaja berhak untuk berpikir atau mengungkapkan pikirannya
tentang kehidupan yang diyakininya. Perbedaan yang
ada harus diakui dan tidak boleh menyebabkan terjadinya
kerugian atas diri yang bersangkutan. Orang lain dapat
saja berupaya merubah pikiran atau keyakinan tersebut namun tidak dengan pemaksaan akan tetapi dengan melakukan upaya advokasi dan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE).
Contoh:
seseorang dapat saja mempunyai pikiran bahwa banyak
anak menguntungkan bagi dirinya dan keluarganya. Bila ini terjadi maka orang tersebut tidak boleh serta merta dikucilkan atau dijauhi dalam pergaulan. Upaya merubah pikiran atau keyakinan tersebut boleh dilakukan sepanjang dilakukan sendiri oleh yang bersangkutan setelah mempertimbangkan berbagai hal sebagai dampak dari advokasi dan KIE yang dilakukan petugas.
6) Hak
Mendapatkan Informasi Dan Pendidikan Kesehatan
Reproduksi.
Setiap
remaja berhak mendapatkan informasi dan pendidikan
yang jelas dan benar tentang berbagai aspek terkait
dengan masalah kesehatan reproduksi.
Contoh: seorang remaja harus mendapatkan informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi.
7) Hak
Membangun Dan Merencanakan Keluarga
Setiap
individu dijamin haknya: kapan, dimana, dengan siapa,
serta bagaimana ia akan membangun keluarganya. Tentu
saja kesemuanya ini tidak terlepas dari norma agama, sosial dan budaya yang berlaku (ingat tentang adanya kewajiban yang menyertai adanya hak reproduksi). Contoh: Seseorang akan menikah dalam usia yang masih muda, maka petugas tidak bisa memaksa orang tersebut untuk membatalkan pernikahannya. Yang bisa diupayakan adalah memberitahu orang tersebut tentang peraturan yang berlaku di Indonesia tentang batas usia terendah untuk menikah dan yang penting adalah memberitahu tentang
dampak
negatif dari menikah dan hamil pada usia muda.
8) Hak
Untuk Menentukan Jumlah Anak Dan Jarak Kelahiran
Setiap
orang berhak untuk menentukan jumlah anak yang dimilikinya
serta jarak kelahiran yang diinginkan.
Contoh:Dalam
konteks program KB, pemerintah, masyarakat, dan lingkungan
tidak boleh melakukan pemaksaan jika seseorang
ingin memiliki anak dalam jumlah besar. Yang harus
dilakukan adalah memberikan pemahaman sejelas-jelasnya dan sebenar-benarnya
mengenai dampak negatif dari memiliki anak jumlah besar dan
dampak positif dari memiliki jumlah anak sedikit. Jikapun
klien berkeputusan untuk memiliki anak sedikit, hal
tersebut harus merupakan keputusan klien itu sendiri.
9) Hak
Mendapatkan Pelayanan Dan Perlindungan Kesehatan
Reproduksi.
Setiap
remaja memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan dan
perlindungan kehidupan reproduksinya termasuk perlindungan
dari resiko kematian akibat proses reproduksi.
Contoh:
seorang remaja yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan harus
tetap mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik agar
proses kehamilan dan kelahirannya dapat berjalan dengan
baik.
10)
Hak Mendapatkan Manfaat
Dari Kemajuan Ilmu Pengetahuan Yang Terkait
Dengan Kesehatan Reproduksi
Setiap
remaja berhak mendapatkan manfaat dari kemajuan teknologi
dan ilmu pengetahuan terkait dengan kesehatan reproduksi,
serta mendapatkan informasi yang sejelas- jelasnya
dan sebenar-benarnya dan kemudahan akses untuk mendapatkan
pelayanan informasi tentang Kesehatan Reproduksi
Remaja.
Contoh:
Jika petugas mengetahui tentang Kesehatan Reproduksi Remaja,
maka petugas berkewajiban untuk memberi informasi
kepada remaja, karena mungkin pengetahuan tersebut
adalah hal yang paling baru untuk remaja.
11)
Hak Atas Kebebasan Berkumpul Dan Berpartisipasi Dalam Politik Yang Berkaitan Dengan
Kesehatan Reproduksi.
Setiap
orang berhak untuk menyampaikan pendapat atau aspirasinya
baik melalui pernyataan pribadi atau pernyataan melalui
suatu kelompok atau partai politik yang berkaitan dengan
kehidupan reproduksi.
Contoh:
seseorang berhak menyuarakan penentangan atau
persetujuan terhadap aborsi baik sebagai individu maupun bersama
dengan kelompok. Yang perlu diingatkan adalah dalam
menyampaikan pendapat atau aspirasi tersebut harus
memperhatikan azas demokrasi dan dalam arti tidak boleh
memaksakan kehendak dan menghargai pendapat orang lain
serta taat kepada hukum dan peraturan peraturan yang berlaku.
12)
Hak Untuk Bebas Dari Penganiayaan Dan Perlakuan Buruk Termasuk Perlindungan Dari
Perkosaan, Kekerasaan, Penyiksaan Dan
Pelecehan Seksual.
Remaja
laki-laki maupun perempuan berhak mendapatkan perlindungan
dari kemungkinan berbagai perlakuan buruk di
atas karena akan sangat berpengaruh pada kehidupan reproduksi.
Contoh:
Perkosaan terhadap remaja putri misalnya dapat berdampak pada munculnya
kehamilan yang tidak diinginkan oleh yang
bersangkutan maupun oleh keluarga dan lingkungannya.
Penganiayaan atau tindakan kekekerasan lainnya dapat berdampak
pada trauma fisik maupun psikis yang kemudian dapat saja
berpengaruh pada kehidupan reproduksinya. (Widyastuti &
Rahmawati, 2009)
b.
Life Skill
c.
Materi IMS
Materi Inti Kespro
1
Proses reproduksi yang
bertanggung jawab
2
Perkembangan fisik &
kematangan seksual remaja
·
Ciri beda fisik remaja
laki2 dan perempuan
·
Tahap pertumbuhan fisik
remaja laki2 & perempuan
·
Perbedaan tanda awal
kematangan seksual antara remaja laki2 dan perempuan
·
Hubungan kematangan seksual
& perkembangan kejiwaan remaja
·
Gizi seimbang penunjang
perkembangan fisik dan seksual
3
Alat reproduksi remaja laki-laki dan perempuan
·
Alat dan fungsi reproduksi remaja laki-laki dan
perempuan
·
Perawatan kebersihan kelamin
4
Kehamilan & persalinan
·
Proses terjadinya kehamilan
·
Ciri-ciri kehamilan
·
Proses perkembangan janin
·
Proses persalinan
·
Keguguran
·
pengguguran
5
Pencegahan &
penanggulangan ISR & PMS
·
ISR
·
Beberapa jenis ISR yg perlu
diketahui
·
HIV/AIDS
·
Pencegahan dan
penanggulangan ISR
6
Pergaulan antara remaja
laki-laki & perempuan
·
Ungkapan kasih sayang dan
pacaran
·
Kencan
·
Persiapan pernikahan
kelomp usia 10-13 thn materi 1-2
kelomp
usia > 14 semua
B.
Tinjauan
Islam Terkait Kesehatan Reproduksi
Hubungan seks adalah perilaku yang
dilakukan sepasang individu karena
adanya dorongan seksual dalam bentuk penetrasi penis ke dalam vagina. Perilaku
ini disebut juga Koitus. Tetapi ada juga penetrasi ke mulut (Oral) atau ke anus
(anal). Koitus secara morlaitas hanya dilakukan oleh sepasang individu yang
telah menikah. Tidak ada satu agamapun yang menginjinkan hubungan seks diluar
ikatan pernikahan. Hubungan seks pranikah sangat merugikan remaja.
Allah Berfirman dalam Al-Quran:
Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang beriman,...orang-orang yang menjaga kemaluannya,
kecuali terhadap istri-istri mereka (pasangannya),...barang siapa yang mencari
dibalik itu itu (zina, homoseksual, dan sebagainya), maka mereka itu adalah
orang-orang yang melampaui batas ( QS:23:1,5,6 dan 7).
(I, 2010)
C.
Standar
Asuhan Kebidanan
Kompetensi
adalah pengetahuan yang di landasi oleh pengetahuan, keterampilan, dan
sikapyang harus dimiliki oleh seorang bidan. Dalam mengahadapi permasalahn
kesehatan Reproduksi seorang bidan dapat melakukan penanganan sesuai dengan
standar Kompetensi Bidan yaitu pada Kompetensi Ke Sembilan : Asuhan pada Ibu/
perempuan dengan ganguan Melaksanakan asuhan kebidanan pada perempuan / ibu
dengan gangguan sistem reproduksi.
1. Pengetahuan Dasar
a. Penyuluhan kesehatan mengenai
kesehatan reproduksi, penyakit menular seksual ( PMS ), HIV/AIDS.
b. Tanda dan gejala infeksi saluran
kemih serta penyakit seksual yang lazim terjadi
c. Tanda, gejala, penatalaksanaan pada
kelainan ginekologi meliputi : keputihan, perdarahan tidak teratur, dan
penundaan haid.
2. Keterampilan dasar
a. Mengidentifikasi gangguan masalah
dan kelainan sistem reproduksi
b. Memberikan pengobatan pada abnormal
dan abortus spontan ( bila belum sempurna )
c. Melaksananakan kolaborasi dan atau
rujukan secara tepat pada perempuan atau ibu dengan gangguan sisitem reproduksi
d. Memberikan pelayanan dan pengobatan
sesuai dengan kewenangan pada gangguan sistem reproduksi, meliputi : keputihan,
perdarahan tidak teratur, penundaan haid
e. Mikroskop dan penggunaannya
f. Tekhnik pengambilan dan pengiriman
sediaan pap smear.
3. Keterampilan Tambahan
a. Menggunakan mikroskop untuk
pemeriksaan hapusan vagina
b. Mengambil dan proses pengiriman
sediaan pap smear.
(Marmi,
2013)
D. Kebijakan
Pemerintah terkait kesehatan Rproduksi
Berdasarkan
UU no 36 tahun 2009 tentang kesehatan mencantumkan tentang kesehatan reproduksi
pada :
BAB
VI: pasal 71 sampai dengan pasal 74.
Pasal 71 ayat 3 mengamanatkan bahwa kesehatan reproduksi dilaksanakan melalui
kegiatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Setiap orang (
termasuk remaja) berhak memperoleh informasi, edukasi dan konseling mengenai
kesehtana reproduksi yang benar dan dapat dipertanggung jawabkan ( pasal 71).
Oleh sebab itu pemerintah wajib menjamin ketersediaan sarana informasi dan
sarana pelayanan reproduksi yang aman, bermutu dan terjangkau masyarakat,
termasuk keluarga berencana(73), setiap pelayanan kesehatan reproduksi yang
bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehablititaif, termasuk termasuk
reproduksi dengan bantuan dilakukan secara aman dan sehat dengan memperhatikan
aspek-aspek yang khas, khususnya reproduksi perempuan ( 74).
BAB VII
Kesehatan Ibu, Bayi, Anak, Remaja, Lanjut Usia, dan Penyandang Cacat
Bagian ke satu : kesehatan ibu, bayi dan anak
Bagian ke dua: kesehatan remaja
a.
Pasal 136
1)
Upaya pemeliharaan
kesehatan remaja harus ditujukan untuk mempersiapkan menjadi orag dewasa yang
sehat dan produktif, baik social maupun ekonomi.
2)
Upaya pemeliharaan
kesehatan remaja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk untuk reproduksi
remaja dilakukan agar terbebas dari berbagai gangguan kesehatan yang dapat
menghambat kemampuan menjalani kehidupan reproduksi secara sehat.
3)
Upaya pemeliharaan
kesehatan remaja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pemerintah,
pemerintah daerah dan masyarakat.
b.
Pasal 137
1)
Pemerintah berkewajiban
menjamin agar remaja dapat memperoleh edukasi, informasi, dan layanan mengenai
kesehatan remaja agar mampu hidup sehat dan bertanggung jawab.
2)
Ketentuan mengenai
kewajiban pemerintah dalam menjamin agar remaja
memperoleh edukasi, informasi dan layanan mengenai kesehatan sebagimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan pertimbangan moral nilai
agama dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Isnawan,
2014)
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad Dahro. (2012). Psikologi Kebidanan Analisis
Perilaku Wanita Untuk Kesehatan. jakarta: Salemba.
Dan, P., Seksual, S., Studi, R., Sman, D. I., Bandung,
M., & Cimahi, S. A. Y. (2009). PENGARUH KONSELING KESEHATAN REPRODUKSI
REMAJA TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKSUAL REMAJA (STUDI DI SMAN 1 MARGAHAYU
BANDUNG Dyan, 34–40.
I, P. D. J. (2010). Kesehatan Remaja problem dan
solusinya. (N. R. Aryani, Ed.). Jakarta: salemba medika.
Ahmad Dahro. (2012). Psikologi Kebidanan Analisis
Perilaku Wanita Untuk Kesehatan. jakarta: Salemba.
Dan, P., Seksual, S., Studi, R., Sman, D. I., Bandung,
M., & Cimahi, S. A. Y. (2009). PENGARUH KONSELING KESEHATAN REPRODUKSI
REMAJA TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKSUAL REMAJA (STUDI DI SMAN 1 MARGAHAYU
BANDUNG Dyan, 34–40.
I, P. D. J. (2010). Kesehatan Remaja problem dan
solusinya. (N. R. Aryani, Ed.). Jakarta: salemba medika.
Glaiser, A. (2006). Keluarga
Berencana dan Kesehatan Reproduksi. (Y. Yuningsih, Ed.) (Cetakan I.).
Jakarta: EGC.
Isnawan. (2014). Undang-Undang Kesehatan
Dan Rumah Sakit Tahun 2009. Yogyakarta: Nuha Medika.
Pinem, S. (2009). Kesehatan Reproduksi
dan Kontrasepsi. (N. Wijaya, Ed.) (Cetakan Pe.). Jakarta: Trans Info Media.
Tim Penulis Poltekkes Depkes I. (2010). Kesehatan
Remaja Problem Dan Solusinya. (R. Ariyani, Ed.). Jakarta: Salemba Medika.
Widyastuti, Y., & Rahmawati, A. (2009).
Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitramaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar