Jumat, 12 September 2014

KESELAMATAN PASIEN



A.    Pasien Safety
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu :
1.      keselamatan pasien (patient safety),
2.      keselamatan pekerja atau petugas kesehatan,
3.      keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas,
4.      keselamatan lingkungan (green productivity) yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan
5.      keselamatan ”bisnis” rumah sakit yang terkait dengan kelangsungan hidup rumah sakit.
Ke lima aspek keselamatan tersebut sangatlah penting untuk dilaksanakan di setiap rumah sakit. Namun harus diakui kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan apabila ada pasien. Karena itu keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan dan hal tersebut terkait dengan isu mutu dan citra perumahsakitan.
1.      Pengertian
a.       Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
b.      Insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien, terdiri dari Kejadian Tidak Diharapkan, Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Cedera dan Kejadian Potensial Cedera.
c.       Kejadian Tidak Diharapkan, selanjutnya disingkat KTD adalah insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien.
d.      Kejadian Nyaris Cedera, selanjutnya disingkat KNC adalah terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien.
e.       Kejadian Tidak Cedera, selanjutnya disingkat KTC adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul cedera.
f.        Kondisi Potensial Cedera, selanjutnya disingkat KPC adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.
g.      Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius.
h.      Pelaporan insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut pelaporan insiden adalah suatu sistem untuk mendokumentasikan laporan insiden keselamatan pasien, analisis dan solusi untuk pembelajaran.
2.      Sasaran Keselamatan Pasien
Sasaran Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud meliputi tercapainya hal-hal sebagai berikut:
a.      Ketepatan identifikasi pasien;
Standar SKP I
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki/meningkatkan ketelitian identifikasi pasien.
Maksud dan Tujuan Sasaran I:
Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat terjadi di hampir semua aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan terbius/tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar, bertukar tempat tidur/kamar/ lokasi di rumah sakit, adanya kelainan sensori, atau akibat situasi lain. Maksud sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan yaitu: pertama, untuk identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.
Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada proses untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah, atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; atau pemberian pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas pasien dengan bar-code, dan lain-lain. Nomor kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua identitas berbeda di lokasi yang berbeda di rumah sakit, seperti di pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau ruang operasi termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur agar dapat memastikan semua kemungkinan situasi untuk dapat diidentifikasi.
Elemen Penilaian Sasaran I
1)      Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
2)      Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
3)      Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis.
4)      Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur.
5)      Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten pada semua situasi dan lokasi.
b.      Peningkatan komunikasi yang efektif;
Standar SKP II
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektivitas komunikasi antar para pemberi layanan.
Maksud dan Tujuan Sasaran II
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan atau melalui telepon. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium klinik cito melalui telepon ke unit pelayanan.
Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk perintah lisan dan telepon termasuk: mencatat (atau memasukkan ke komputer) perintah yang lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima perintah; kemudian penerima perintah membacakan kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca ulang adalah akurat. Kebijakan dan/atau prosedur pengidentifikasian juga menjelaskan bahwa diperbolehkan tidak melakukan pembacaan kembali (read back) bila tidak memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat di IGD atau ICU.
Elemen Penilaian Sasaran II
1)      Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.
2)       Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan dibacakan kembali secara lengkap oleh penerima perintah.
3)      Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang menyampaikan hasil pemeriksaan
4)      Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten.

c.       Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai;
Standar SKP III
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki keamanan obat-obat yang perlu diwaspadai (high-alert).
Maksud dan Tujuan Sasaran III
Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Soun Alike/LASA). Obat-obatan yang sering disebutkan dalam isu keselamatan pasien adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%, dan magnesium sulfat =50% atau lebih pekat). Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak tidak diorientasikan terlebih dahulu sebelum ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi.
Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data yang ada di rumah sakit. Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana saja yang membutuhkan elektrolit konsentrat, seperti di IGD atau kamar operasi, serta pemberian label secara benar pada elektrolit dan bagaimana penyimpanannya di area tersebut, sehingga membatasi akses, untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja/kurang hati-hati.
Elemen Penilaian Sasaran III
1)      Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi, menetapkan lokasi, pemberian label, dan penyimpanan elektrolit konsentrat.
2)      Implementasi kebijakan dan prosedur.
3)      Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang kurang hati-hati di area tersebut sesuai kebijakan.
4)      Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus diberi label yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).

d.      Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi;
Standar SKP IV
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepatlokasi, tepat-prosedur, dan tepat- pasien.
Maksud dan Tujuan Sasaran IV
Salah lokasi, salah-prosedur, pasien-salah pada operasi, adalah sesuatu yang menkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Di samping itu, asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak terbaca (illegible handwritting) dan pemakaian singkatan adalah faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi.
Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini. Digunakan juga praktek berbasis bukti, seperti yang digambarkan di Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery.
Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas satu pada tanda yang dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di rumah sakit dan harus dibuat oleh operator/orang yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan disayat. Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua kasus termasuk sisi (laterality), multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi) atau multipel level (tulang belakang).
Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk:
1)      memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;
2)      memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang; dan
3)      melakukan verifikasi ketersediaan peralatan khusus dan/atau implant2 yang dibutuhkan.
Tahap “Sebelum insisi” (Time out) memungkinkan semua pertanyaan atau kekeliruan diselesaikan. Time out dilakukan di tempat, dimana tindakan akan dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit menetapkan bagaimana proses itu didokumentasikan secara ringkas, misalnya menggunakan checklist.
Elemen Penilaian Sasaran IV
1)      Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan.
2)      Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional.
3)      Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum insisi/time-out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakanpembedahan.
4)      Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang seragam untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur medis dan dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.

e.       Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan;
Standar SKP V
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
Maksud dan Tujuan Sasaran V
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis).
Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa dibaca kepustakaan WHO, dan berbagai organisasi nasional dan internasional. Rumah sakit mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang diterima secara umum dan untuk implementasi petunjuk itu di rumah sakit.
Elemen Penilaian Sasaran V
1)      Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO Patient Safety).
2)      Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.
3)      Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan secara berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
f.       Pengurangan risiko pasien jatuh.
Standar SKP VI
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko pasien dari cedera karena jatuh.
Maksud dan Tujuan Sasaran VI
Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi pasien rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang disediakan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. Program tersebut harus diterapkan rumah sakit.
Elemen Penilaian Sasaran VI
1)      Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap risiko jatuh dan melakukan asesmen ulang pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan, dan lain-lain.
2)       Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pada hasil asesmen dianggap berisiko jatuh.
3)      Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan cedera akibat jatuh dan dampak dari kejadian tidak diharapkan.
4)      Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit.
(“PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1691/MENKES/PER/VIII/2011 TENTANG KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT DENGAN,” 2011)
3.      Tujuan :
a.       Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
b.      Meningkatnya akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
c.       Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit.
d.      Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan.
4.      Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu :
a.      Standar I. Hak pasien
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan.
Kriteria :
1)      Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
2)      Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
3)       Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan.
b.      Standar II. Mendidik pasien dan keluarga
Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien
Kriteria :
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di rumah sakit harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat :
1). Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
2). Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
3). Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
4). Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
5). Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit.
6). Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
7). Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.
c. Standar III. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Rumah Sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria :
1)      Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari rumah sakit.
2)      Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
3)      Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.
4)      Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.



d.      Standar IV. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
Rumah sakit harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif Kejadian Tidak Diharapkan, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
Kriteria :
1)      Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan ”Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
2)      Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain terkait dengan : pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan.
3)      Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua Kejadian Tidak Diharapkan, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko tinggi.
4)      Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien terjamin.
e.       Standar V. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
1)      Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit ”.
2)      Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi Kejadian Tidak Diharapkan.
3)      Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan individu berkaitan
4)      dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien.
5)      Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan keselamatan pasien.
6)      Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.
Kriteria :
1)      Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
2)      Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan insiden, yang mencakup jenis-jenis Kejadian yang memerlukan perhatian, mulai dari “Kejadian Nyaris Cedera” (Near miss) sampai dengan “Kejadian Tidak Diharapkan’ ( Adverse event).
3)      Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien.
4)      Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
5)      Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang Analisis Akar Masalah (RCA) “Kejadian Nyaris Cedera” (Near miss) dan “Kejadian Sentinel’ pada saat program keselamatan pasien mulai dilaksanakan.
6)      Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya menangani “Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan dengan “Kejadian Sentinel”.
7)      Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan pendekatan antar disiplin.
8)      Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut.
9)      Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya.
f.       Standar VI. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
Standar :
1)      Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas
2)      Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.
Kriteria :
1)      Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing-masing.
2)      Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
3)      Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
g.      Standar VII. Komunikasi merupakan kunci bagi staff untuk mencapai keselamatan pasien
1)      Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal.
2)      Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriteria :
1)      Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.
2)      Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada
5.      Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah sebagai berikut :
a.      BANGUN KESADARAN AKAN NILAI KESELAMATAN PASIEN
Ciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil.
Langkah penerapan:
1)      Bagi Rumah Sakit :
a)      Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang mejabarkan apa yang harus dilakukan staf segera setelah terjadi insiden, bagaimana langkah-langkah pengumpulan fakta harus dilakukan dan dukungan apa yang harus diberikan kepada staf, pasien dan keluarga
b)      Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan peran dan akuntabilitas individual bilamana ada insiden
c)      Tumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden yang terjadi di rumah sakit.
d)     Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian keselamatan pasien.
2)      Bagi Unit/Tim :
a)      Pastikan rekan sekerja anda merasa mampu untuk berbicara mengenai kepedulian mereka dan berani melaporkan bilamana ada insiden
b)       Demonstrasikan kepada tim anda ukuran-ukuran yang dipakai di rumah sakit anda untuk memastikan semua laporan dibuat secara terbuka dan terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yang tepat.
b.      PIMPIN DAN DUKUNG STAF ANDA
Bangunlah komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang Keselamatan Pasien di rumah sakit anda.
Langkah penerapan:
1)      Untuk Rumah Sakit :
a)      Pastikan ada anggota Direksi atau Pimpinan yang bertanggung jawab atas Keselamatan Pasien
b)      Identifikasi di tiap bagian rumah sakit, orang-orang yang dapat diandalkan untuk menjadi ”penggerak” dalam gerakan Keselamatan Pasien
c)      Prioritaskan Keselamatan Pasien dalam agenda rapat Direksi/Pimpinan maupun rapat-rapat manajemen rumah sakit
d)     Masukkan Keselamatan Pasien dalam semua program latihan staf rumah sakit anda dan pastikan pelatihan ini diikuti dan diukur efektivitasnya.
2)      Untuk Unit/Tim :
a)     Nominasikan ”penggerak” dalam tim anda sendiri untuk memimpin Gerakan Keselamatan Pasien
b)    Jelaskan kepada tim anda relevansi dan pentingnya serta manfaat bagi mereka dengan menjalankan gerakan Keselamatan Pasien
c)    Tumbuhkan sikap kesatria yang menghargai pelaporan insiden.
c.       INTEGRASIKAN AKTIVITAS PENGELOLAAN RISIKO
Kembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi dan asesmen hal yang potensial bermasalah.
Langkah penerapan:
1)      Untuk Rumah Sakit :
a)      Telaah kembali struktur dan proses yang ada dalam manajemen risiko klinis dan non klinis, serta pastikan hal tersebut mencakup dan terintegrasi dengan Keselamatan Pasien dan Staf
b)      Kembangkan indikator-indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko yang dapat dimonitor oleh Direksi/Pimpinan rumah sakit
c)      Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem pelaporan insiden dan asesmen risiko untuk dapat secara proaktif meningkatkan kepedulian terhadap pasien.
2)      Untuk Unit/Tim :
a)      Bentuk forum-forum dalam rumah sakit untuk mendiskusikan isu-isu Keselamatan Pasien guna memberikan umpan balik kepada manajemen yang terkait
b)      Pastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses asesmen risiko rumah sakit
c)      Lakukan proses asesmen risiko secara teratur, untuk menentukan akseptabilitas setiap risiko, dan ambillah langkah-langkah yang tepat untuk memperkecil risiko tersebut
d)     Pastikan penilaian risiko tersebut disampaikan sebagai masukan ke proses asesmen dan pencatatan risiko rumah sakit.
d. KEMBANGKAN SISTEM PELAPORAN
Pastikan staf Anda agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian/ insiden, serta rumah sakit mengatur pelaporan kepada Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS).
Langkah penerapan :
1)      Untuk Rumah Sakit :
a)      Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden ke dalam maupun ke luar, yang harus dilaporkan ke KPPRS - PERSI.
2)      Untuk Unit/Tim :
a)    Berikan semangat kepada rekan sekerja anda untuk secara aktif melaporkan setiap insiden yang terjadi dan insiden yang telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, karena mengandung bahan pelajaran yang penting.
e.       LIBATKAN DAN BERKOMUNIKASI DENGAN PASIEN
Kembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien.
Langkah penerapan :
1)      Untuk Rumah Sakit :
a)    Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang secara jelas menjabarkan cara-cara komunikasi terbuka tentang insiden dengan para pasien dan keluarganya
b)     Pastikan pasien dan keluarga mereka mendapat informasi yang benar dan jelas bilamana terjadi insiden
c)    Berikan dukungan, pelatihan dan dorongan semangat kepada staf agar selalu terbuka kepada pasien dan keluarganya.
2)        Untuk Unit/Tim :
a)      Pastikan tim anda menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan keluarganya bila telah terjadi insiden
b)       Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bilamana terjadi insiden, dan segera berikan kepada mereka informasi yang jelas dan benar secara tepat
c)       Pastikan, segera setelah kejadian, tim menunjukkan empati kepada pasien dan keluarganya.
f.        BELAJAR DAN BERBAGI PENGALAMAN TENTANG KESELAMATAN PASIEN
Dorong staf anda untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul.
Langkah penerapan:
1)      Untuk Rumah Sakit :
a)    Pastikan staf yang terkait telah terlatih untuk melakukan kajian insiden secara tepat, yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyebab
b)    Kembangkan kebijakan yang menjabarkan dengan jelas kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis/RCA) atau Failure Modes and Effects Analysis (FMEA) atau metoda analisis lain, yang harus mencakup semua insiden yang telah terjadi dan minimum satu kali per tahun untuk proses risiko tinggi.
2)      Untuk Unit/Tim :
a)     Diskusikan dalam tim anda pengalaman dari hasil analisis insiden
b)    Identifikasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak di masa depan dan bagilah pengalaman tersebut secara lebih luas.
g.      CEGAH CEDERA MELALUI IMPLEMENTASI SISTEM KESELAMATAN
1)      PASIEN
Gunakan informasi yang ada tentang kejadian / masalah untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan.
Langkah penerapan:
a)      Untuk Rumah Sakit :
                                                        i.            Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, dan audit serta analisis, untuk menentukan solusi setempat
                                                      ii.            Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran ulang sistem (struktur dan proses), penyesuaian pelatihan staf dan/atau kegiatan klinis, termasuk penggunaan instrumen yang menjamin keselamatan pasien.
                                                    iii.            Lakukan asesmen risiko untuk setiap perubahan yang direncanakan
                                                    iv.            Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS – PERSI
                                                      v.            Beri umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas insiden yang dilaporkan
b)  Untuk Unit/Tim :
                                                        i.            Libatkan tim anda dalam mengembangkan berbagai cara untuk membuat asuhan pasien menjadi lebih baik dan lebih aman.
                                                      ii.            Telaah kembali perubahan-perubahan yang dibuat tim anda dan pastikan pelaksanaannya.
                                                    iii.            Pastikan tim anda menerima umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yang dilaporkan.

Tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit merupakan panduan yang komprehensif untuk menuju keselamatan pasien, sehingga tujuh langkah tersebut secara menyeluruh harus dilaksanakan oleh setiap rumah sakit. Dalam pelaksanaan, tujuh langkah tersebut tidak harus berurutan dan tidak harus serentak. Pilih langkahlangkah yang paling strategis dan paling mudah dilaksanakan di rumah sakit. Bila langkah-langkah ini berhasil maka kembangkan langkah-langkah yang belum dilaksanakan. Bila tujuh langkah ini telah dilaksanakan dengan baik rumah sakit dapat menambah penggunaan metodametoda lainnya.

6. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN
a.      Di Rumah Sakit
1)      Rumah sakit agar membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit, dengan susunan organisasi sebagai berikut : Ketua : dokter, Anggota : dokter, dokter gigi, perawat, tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya
2)      Rumah sakit agar mengembangkan sistem informasi pencatatan dan pelaporan internal tentang insiden
3)      Rumah sakit agar melakukan pelaporan insiden ke Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) secara rahasia
4)      Rumah sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit dan menerapkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.
5)      Rumah sakit pendidikan mengembangkan standar pelayanan medis berdasarkan hasil dari analisis akar masalah dan sebagai tempat pelatihan standar-standar yang baru dikembangkan.
b)     Di Propinsi/Kabupaten/kota
1)      Melakukan advokasi program keselamatan pasien ke rumah sakit - rumah sakit di wilayahnya
2)       Melakukan advokasi ke pemerintah daerah agar tersedianya dukungan anggaran terkait dengan program keselamatan pasien rumah sakit Melakukan pembinaan pelaksanaan program keselamatan pasien rumah sakit..
c)      Di Pusat
1)       Membentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit dibawah Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia.
2)       Menyusun panduan nasional tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
3)        Melakukan sosialisasi dan advokasi program keselamatan pasien ke Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota, PERSI Daerah dan rumah sakit pendidikan dengan jejaring pendidikan
4)       Mengembangkan laboratorium uji coba program keselamatan pasien.
7.      PENCATATAN DAN PELAPORAN
a.      Di Rumah Sakit
1)      Setiap unit kerja di rumah sakit mencatat semua kejadian terkait dengan keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan dan Kejadian Sentinel) pada formulir yang sudah disediakan oleh rumah sakit.
2)      Setiap unit kerja di rumah sakit melaporkan semua kejadian terkait dengan keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan dan Kejadian Sentinel) kepada Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit pada formulir yang sudah disediakan oleh rumah sakit.
3)      Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit menganalisis akar penyebab masalah semua kejadian yang dilaporkan oleh unit kerja.
4)      Berdasarkan hasil analisis akar masalah maka Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit merekomendasikan solusi pemecahan dan mengirimkan hasil solusi pemecahan masalah kepada Pimpinan rumah sakit
5)      Pimpinan rumah sakit melaporkan insiden dan hasil solusi masalah ke Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) setiap terjadinya insiden dan setelah melakukan analisis akar masalah yang bersifat rahasia.
b.      Di Propinsi
Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah menerima produk-produk dari Komite Keselamatan Rumah Sakit
c.       Di Pusat
1)      Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) merekapitulasi laporan dari rumah sakit dan menjaga kerahasiannya.
2)      Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan analisis hasil analisis yang telah dilakukan oleh rumah sakit.
3)      Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan analisis laporan insiden.bekerja sama dengan rumah sakit pendidikan dan rumah sakit yang ditunjuk sebagai laboratorium uji coba keselamatan pasien rumah sakit.
4)       Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan sosialisasi hasil analisis dan solusi masalah ke Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah, rumah sakit terkait dan rumah sakit lainnya.
8.      MONITORING DAN EVALUASI
a.      Di Rumah Sakit
Pimpinan rumah sakit melakukan monitoring dan evaluasi pada unit kerja-unit kerja di rumah sakit, terkait dengan pelaksanaan keselamatan pasien di unit kerja
b.      Di Propinsi
Dnas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Program Keselamatan Pasien Rumah Sakit di wilayah kerjanya.
c.  Di Pusat
1)      Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Keselamatan Pasien Rumah Sakit di rumah sakit - rumah sakit
2)      Monitoring dan evaluasi dilaksanakan minimal satu tahun satu kali.
(Departemen Kesehatan R.I, 2006)
B.     Manajemen Resiko Rumah Sakit
Manajemen risiko merupakan disiplin ilmu yang luas. Seluruh bidang pekerjaan di dunia ini pasti menerapkannya sebagai sesuatu yang sangat penting. Makin besar risiko suatu pekerjaan makin besar perhatiannya pada aspek manajemen risiko ini. Rumah sakitpun sebagai institusi dimana aktifitasnya penuh dengan berbagai risiko keselamatan, jga sudah selayaknya menerapkan ini.
Referensi utama manajemen risiko adalah standar Australia dan New Zeland AS/NZS 4360:2004 yang kemudian diadopsi oleh lembaga pendukungnya, yaitu ISO Guide 73:2009 dan ISO 31010:2009. Dan sudah barang tentu, seluruh aktifitas manajemen risiko didunia ini merujuk pada standar-standar tesebut.
Risiko adalah:
1.      peluang terjadinya sesuatu yang akan mempunyai dampak pada pencapaian tujan (AS/NZS 4360:2004
2.      Efek dari ketidakpastian tujuan (ISO 31010:2009)
Sedangkan manajemen risiko adalah
1.      Budaya, proses dan struktur yang diarahkan untuk mewujudkan peluang-peluang sambil mengelola efek yang tidak diharapkan.(AS/ZNS 4360:2004)
2.      Kegiatan terkoordinasi untuk mengarahkan dan mengendalikan organisasi berkaitan dengan risiko. (ISO 31000:2009)
Proses Manajemen Risiko
1.      Identifikasi Risiko
Adalah proses menemukan, mengenal dan mendiskripsikan risiko ( ISO 31000:2009. Hal pertama yang perlu dilakukan untuk manajemen risiko adalah mengidentifikasinya. Identifikasi risiko ini terbagi menjadi dua, yaitu:
a.       Identifikasi risiko proaktif adalah kegiatan identifikasi yang dilakukan dengan proaktif mencari risiko yang berpotensi mengahalangi rumah sakit mencapai tujuannya. Metode yang dapat dilakukan diantaranya: audit, inspeksi, brainstorming, pendapat ahli, belajar dari pengalaman rumah sakit lain, FMEA, analisa SWOT, survey dan lain-lain.
b.      Identifikasi risiko reaktif adalah kegiatan identifikasi yang dilakukan setelah risiko muncul dan bermanifestasi dalam bentuk insiden/gangguan. Metode yang dipakai baisanya adalah melalui pelaporan insiden.
2.      Analisis Risiko
Analisa risiko adalah proses untuk memahami sifat risiko dan menentukan peringkat risiko ( ISO 31000:2009). Setelah diidentifikasi, risiko dianalisa. Analisa risiko dilakukan dengan cara menilai seberapa sering peluang risiko muncul, serta berat ringannya dampak yang ditimbulkan.
3.      Evaluasi Risiko
Evaluasi risiko adalah proses membandingkan antara hasil analisa risiko dengan kriteria risiko untuk menentukan apakah risiko dan atau besarnya dapat diterima atau ditoleransi. Dengan evaluasi risiko ini, setiap risiko dikelola oleh orang yang bertanggung jawab sesuai dengan peringkatnya. Dengan demikian tidak ada risiko yang terlewatkan dan terjadi pendelgasian tugas yang jelas sesuai dengan berat-ringannya risiko.
4.      Penanganan Risiko
Penanganan risiko adalah proses untuk memodifikasi risiko. Bentuk-bentuk penanganan risiko diantaranya:
a.       Menghindari risiko dengan memutuskan untuk tidak memulai atau melanjtkan aktifitas yang menimbulkan risiko.
b.      Mengambil atau meningkatkan risiko untuk mendapat peluang (lebih baik, lebih menguntungkan)
c.       Menghilangkan sumber risiko
d.      Mengubah kemungkinan
e.       Mengubah konsekuensi
f.       Berbagi risiko dengan pihak lain ( termasuk kontrak dan pembiayaan risiko)
g.      Mempertahankan risiko dengan informasi pilihan.
5.      Pengawasan(monitor) dan Tinjauan (review)
Pengawasan dan tinjauan memang merupakan kegiatan yang umum dilakukan oleh organisasi manapun. Namun, untuk manajemen risiko ini perlu dibahas, karena ada alat bantu yang sangat berguna. Alat bantu itu adalah risk register (daftar risiko). Risk register adalah:
a.       Pusat dari proses manajemen risiko organisasi (NHS)
b.      Alat manajemen yang memungkinkan suatu organisasi memahami profil risiko secara menyeluruh. Ini merupakan sebuah tempat penyimpanan untuk semua informasi resiko (Risk Register Working Group 2002).
c.       Catatan segala jenis resiko yang mengancam
(Santoso 2012)



C.    Tinjauan Islam terkait keselamatan pasien
Dalam hal keselamatan pasien dirumah sakit, setiap tenaga kesehatan harus selalu menjaga pasiennya agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Menolong pasien tanpa membeda-bedakan baik itu status sosial maupun agama.  Islam juga memerintahkan umatnya untuk saling tolong menolong dalam hal kebajikan dan takwa.
“ dan bertolong-tolonglah kamu atas kebajikan dan taqwa dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu pada Allah. Sesungguhnya Allah amat berat siksanya (QS. Al-Maidah:2)
(Hasan, 2006)
Selain itu tenaga medis haruslah memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1.      Penyantun
2.      Peramah
3.      Sabar
4.      Tenang
5.      Teliti
6.      Tegas
Etika kedokteran islam terkumpul dalam kode etik kedokteran islam yang bernama Thibbun Nabawi. Yang mengatur hubungan dokter dengan orang sakit dan dokter dengan rekannya. Hubngan antara dokter dengan pasien adalah hubungan antar manusia dan manusia. Dalam hubngan ini mungkin timbul pertentangan antara dokter dan pasien, karena masing-masing mempunyai nilai yang berbeda. Untuk melaksanakan tugasnya dengan baik, tidak jarang dokter harus berjuang lebih dulu melawan tradisi yang tertanam dengan kuat. Dalam hal ini, seorang dokter muslim tidak mungkin memaksakan kebudayaan profesinya. Sifat-sifat penting lain yang harus dimiliki oleh seorang dokter  muslim dalam hal penanganan pasien gawat darurat ialah:
1.      Adanya belas kasihan dan cinta kasih terhadap sesama manusia
2.      Seorang dokter muslim dilarang mebeda-bedakan pasien
3.      Sebagian besar waktunya harus dicurahkan ke pasien
4.      Seorang dokter muslim harus lebih banyak mendengar dari pada bicara
5.      Seorang dokter muslim tidak boleh berkecil hati dan harus merasa bangga akan profesinya karena semua agama menghormati profesi dokter
6.      Seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bersedia dan mampu untuk memberikannya.
























FORM ASESMEN RISIKO PASIEN JATUH

Asesmen Risiko Jatuh “Morse”
Faktor Risiko
Skala
Nilai
Riwayat Jatuh
Ya
25
Tidak
0
Diagnonosa Sekunder
Ya
15
Tidak
0
Alat Bantu Jalan
Peralatan khusus
30
Tongkat / Walker
15
Kursi roda
0
Pasien di Infus
Ya
20
Tidak
0
Cara Berjalan
Terganggu
20
Lemah
10
Normal
0
Kondisi Mental
Keterbatasan daya ingat
15
Normal
0
TOTAL SCORE

................


Nilai Score  “Morse”
Risiko Tinggi
> 45
Risiko Sedang
25 – 44
Risiko Rendah
0 – 24


STRATEGI INTERVENSI & REKOMENDASI PENCEGAHAN PASIEN JATUH

Intervensi
Level Risiko
Area Risiko
Tinggi
Sedang
Rendah
Riwayat
Jatuh
Kelemahan Otot
Masalah Mobilitas
Pasien dengan obat banyak
Depresi
Tempat tidur rendah

x
X
x
x
x
x
x
X
Alas kaki anti slip

x
X
x
x
x
x
x
X
Bantu pasien keluar tempat tidur pada sisi yang kuat
x
X
x





Kunci alat bergerak ketika transfer / pindahkan pasien

x
X
x
x
x
x
x
X
Sesuaikan alat yang dibutuhkan sesuai keperluan pasien
x
X
x
x
x
x
x
X
Atur ruangan untuk pasien risiko tinggi dan sedang

x
X

x
x
x
x
X
Gunakan alas lantai yang tidak licin / Karpet antislip

x
X

x
x
x
x
X
Kaji obat yang dikonsumsi pasien

x
X

x
x
x
x
X
Program Latihan gerak

x
x

x
x
x
x
X
Ceklist pasien ke kamar mandi / toileting worksheet








Beri tanda pada pasien risiko tinggi

x


x
x
x
x
X
Pelindung tulang pinggul
x


x
x
x


Gunakan matras








Bel / Alarm pada tempat tidur / kursi
x


x
x
x


Catatan : Daftar Intervensi dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan.
Rumah Sakit seharusnya menggunakan data ini sebagai rekomendasi implementasi program.














EQUIPMENT SAFETY CHECKLIST



SET UP RUANGAN PASIEN RISIKO TINGGI JATUH













DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan R.I. (2006). PANDUAN NASIONAL KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT (Patient Safety).
Hasan, A. B. P. (2006). Psikologi Perkembangan Islam. jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1691/MENKES/PER/VIII/2011 TENTANG KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT DENGAN. (2011).
Zata Ismah.2011. Pandangan islam Tentang Etika Pelayanan Kesehatan. Z.ismah.blogspot.com/2012/pandangan-islam-tentang-etika-pelayanan.html.
Santoso, Taufik.2012. Risk Manajemen/manajemen risiko rumah sakit.blogspot.com
dr. Arlina Dewi, M.Kes, AAK.2014. Kuliah Pakar.Manajemen Risiko.S2 Kebidanan Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta.

Tidak ada komentar: