A.
Pasien
Safety
Keselamatan
(safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu
penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu :
1. keselamatan
pasien (patient safety),
2. keselamatan
pekerja atau petugas kesehatan,
3. keselamatan
bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap keselamatan
pasien dan petugas,
4. keselamatan
lingkungan (green productivity) yang berdampak terhadap pencemaran
lingkungan dan
5. keselamatan
”bisnis” rumah sakit yang terkait dengan kelangsungan hidup rumah sakit.
Ke
lima aspek keselamatan tersebut sangatlah penting untuk dilaksanakan di setiap
rumah sakit. Namun harus diakui kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan
apabila ada pasien. Karena itu keselamatan pasien merupakan prioritas utama
untuk dilaksanakan dan hal tersebut terkait dengan isu mutu dan citra
perumahsakitan.
1.
Pengertian
a. Keselamatan
pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien
lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil.
b. Insiden
keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden adalah setiap kejadian yang
tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan
cedera yang dapat dicegah pada pasien, terdiri dari Kejadian Tidak Diharapkan,
Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Cedera dan Kejadian Potensial Cedera.
c. Kejadian
Tidak Diharapkan, selanjutnya disingkat KTD adalah insiden yang mengakibatkan
cedera pada pasien.
d. Kejadian
Nyaris Cedera, selanjutnya disingkat KNC adalah terjadinya insiden yang belum
sampai terpapar ke pasien.
e. Kejadian
Tidak Cedera, selanjutnya disingkat KTC adalah insiden yang sudah terpapar ke
pasien, tetapi tidak timbul cedera.
f. Kondisi Potensial Cedera, selanjutnya
disingkat KPC adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera,
tetapi belum terjadi insiden.
g. Kejadian
sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius.
h. Pelaporan
insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut pelaporan insiden adalah
suatu sistem untuk mendokumentasikan laporan insiden keselamatan pasien,
analisis dan solusi untuk pembelajaran.
2.
Sasaran
Keselamatan Pasien
Sasaran
Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud meliputi tercapainya hal-hal sebagai
berikut:
a.
Ketepatan
identifikasi pasien;
Standar
SKP I
Rumah
sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki/meningkatkan ketelitian
identifikasi pasien.
Maksud
dan Tujuan Sasaran I:
Kesalahan
karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat terjadi di hampir semua
aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan identifikasi pasien bisa
terjadi pada pasien yang dalam keadaan terbius/tersedasi, mengalami
disorientasi, tidak sadar, bertukar tempat tidur/kamar/ lokasi di rumah sakit,
adanya kelainan sensori, atau akibat situasi lain. Maksud sasaran ini adalah
untuk melakukan dua kali pengecekan yaitu: pertama, untuk identifikasi pasien
sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk
kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.
Kebijakan dan/atau prosedur yang secara
kolaboratif dikembangkan untuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada
proses untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah, atau produk
darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; atau pemberian
pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan
sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien,
nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas pasien dengan bar-code,
dan lain-lain. Nomor kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk
identifikasi. Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua
identitas berbeda di lokasi yang berbeda di rumah sakit, seperti di pelayanan
rawat jalan, unit gawat darurat, atau ruang operasi termasuk identifikasi pada
pasien koma tanpa identitas. Suatu proses kolaboratif digunakan untuk
mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur agar dapat memastikan semua
kemungkinan situasi untuk dapat diidentifikasi.
Elemen Penilaian
Sasaran I
1) Pasien
diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan nomor
kamar atau lokasi pasien.
2) Pasien
diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
3) Pasien
diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan
klinis.
4) Pasien
diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur.
5) Kebijakan
dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten pada semua
situasi dan lokasi.
b.
Peningkatan
komunikasi yang efektif;
Standar
SKP II
Rumah sakit mengembangkan pendekatan
untuk meningkatkan efektivitas komunikasi antar para pemberi layanan.
Maksud
dan Tujuan Sasaran II
Komunikasi
efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh
pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan
pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi
yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan
secara lisan atau melalui telepon. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang
lain adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti melaporkan
hasil laboratorium klinik cito melalui telepon ke unit pelayanan.
Rumah
sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk
perintah lisan dan telepon termasuk: mencatat (atau memasukkan ke komputer)
perintah yang lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima perintah; kemudian
penerima perintah membacakan kembali (read back) perintah atau hasil
pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca
ulang adalah akurat. Kebijakan dan/atau prosedur pengidentifikasian juga
menjelaskan bahwa diperbolehkan tidak melakukan pembacaan kembali (read back)
bila tidak memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat di
IGD atau ICU.
Elemen
Penilaian Sasaran II
1) Perintah
lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan dituliskan
secara lengkap oleh penerima perintah.
2) Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil
pemeriksaan dibacakan kembali secara lengkap oleh penerima perintah.
3) Perintah
atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang
menyampaikan hasil pemeriksaan
4) Kebijakan
dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan komunikasi lisan
atau melalui telepon secara konsisten.
c.
Peningkatan
keamanan obat yang perlu diwaspadai;
Standar
SKP III
Rumah
sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki keamanan obat-obat yang
perlu diwaspadai (high-alert).
Maksud
dan Tujuan Sasaran III
Bila
obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen harus
berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan yang
perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang sering
menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat
yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse
outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip
(Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Soun Alike/LASA). Obat-obatan
yang sering disebutkan dalam isu keselamatan pasien adalah pemberian elektrolit
konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau yang
lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%, dan
magnesium sulfat =50% atau lebih pekat). Kesalahan ini bisa terjadi bila
perawat tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien, atau
bila perawat kontrak tidak diorientasikan terlebih dahulu sebelum ditugaskan,
atau pada keadaan gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau
mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan
obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari
unit pelayanan pasien ke farmasi.
Rumah
sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk
membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data yang ada di
rumah sakit. Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana saja
yang membutuhkan elektrolit konsentrat, seperti di IGD atau kamar operasi,
serta pemberian label secara benar pada elektrolit dan bagaimana penyimpanannya
di area tersebut, sehingga membatasi akses, untuk mencegah pemberian yang tidak
sengaja/kurang hati-hati.
Elemen
Penilaian Sasaran III
1) Kebijakan
dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi, menetapkan
lokasi, pemberian label, dan penyimpanan elektrolit konsentrat.
2) Implementasi
kebijakan dan prosedur.
3) Elektrolit
konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara
klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang kurang hati-hati di
area tersebut sesuai kebijakan.
4) Elektrolit
konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus diberi label yang
jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).
d.
Kepastian
tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi;
Standar
SKP IV
Rumah
sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepatlokasi, tepat-prosedur,
dan tepat- pasien.
Maksud
dan Tujuan Sasaran IV
Salah
lokasi, salah-prosedur, pasien-salah pada operasi, adalah sesuatu yang
menkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah
akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak adekuat antara
anggota tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site
marking), dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Di
samping itu, asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis
tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim
bedah, permasalahan yang berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak terbaca (illegible
handwritting) dan pemakaian singkatan adalah faktor-faktor kontribusi yang
sering terjadi.
Rumah
sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau
prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini.
Digunakan juga praktek berbasis bukti, seperti yang digambarkan di Surgical
Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The
Joint Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong
Procedure, Wrong Person Surgery.
Penandaan
lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas satu pada tanda yang
dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di rumah sakit dan
harus dibuat oleh operator/orang yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan
saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat
akan disayat. Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua kasus termasuk sisi
(laterality), multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi) atau
multipel level (tulang belakang).
Maksud
proses verifikasi praoperatif adalah untuk:
1) memverifikasi
lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;
2) memastikan
bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan yang relevan
tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang; dan
3) melakukan
verifikasi ketersediaan peralatan khusus dan/atau implant2 yang dibutuhkan.
Tahap “Sebelum insisi” (Time
out) memungkinkan semua pertanyaan atau kekeliruan diselesaikan. Time
out dilakukan di tempat, dimana tindakan akan dilakukan, tepat sebelum
tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit menetapkan
bagaimana proses itu didokumentasikan secara ringkas, misalnya menggunakan checklist.
Elemen Penilaian Sasaran IV
1) Rumah
sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk identifikasi
lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan.
2) Rumah
sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi
saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua
dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional.
3) Tim
operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum insisi/time-out”
tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakanpembedahan.
4) Kebijakan
dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang seragam untuk memastikan
tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur medis dan
dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.
e.
Pengurangan
risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan;
Standar
SKP V
Rumah
sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi yang
terkait pelayanan kesehatan.
Maksud
dan Tujuan Sasaran V
Pencegahan
dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam tatanan pelayanan
kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan
dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para
profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai dalam semua bentuk
pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah (blood
stream infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi
mekanis).
Pusat
dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan (hand
hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa dibaca kepustakaan WHO,
dan berbagai organisasi nasional dan internasional. Rumah sakit mempunyai
proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang
menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang diterima secara
umum dan untuk implementasi petunjuk itu di rumah sakit.
Elemen Penilaian Sasaran V
1)
Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi
pedoman hand hygiene terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara
umum (al.dari WHO Patient Safety).
2)
Rumah sakit menerapkan program hand
hygiene yang efektif.
3)
Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan
untuk mengarahkan pengurangan secara berkelanjutan risiko dari infeksi yang
terkait pelayanan kesehatan.
f.
Pengurangan
risiko pasien jatuh.
Standar
SKP VI
Rumah
sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko pasien dari cedera
karena jatuh.
Maksud
dan Tujuan Sasaran VI
Jumlah
kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi pasien rawat inap.
Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang disediakan, dan
fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil
tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa
termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan
dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. Program
tersebut harus diterapkan rumah sakit.
Elemen
Penilaian Sasaran VI
1) Rumah
sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap risiko jatuh dan
melakukan asesmen ulang pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi
atau pengobatan, dan lain-lain.
2) Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi
risiko jatuh bagi mereka yang pada hasil asesmen dianggap berisiko jatuh.
3) Langkah-langkah
dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan cedera akibat jatuh dan
dampak dari kejadian tidak diharapkan.
4) Kebijakan
dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan berkelanjutan
risiko pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit.
(“PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
1691/MENKES/PER/VIII/2011 TENTANG KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT DENGAN,” 2011)
3. Tujuan
:
a. Terciptanya
budaya keselamatan pasien di rumah sakit
b. Meningkatnya
akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
c. Menurunnya
kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit.
d. Terlaksananya
program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak
diharapkan.
4.
Standar keselamatan pasien tersebut
terdiri dari tujuh standar yaitu :
a. Standar
I. Hak pasien
Pasien
dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan
hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan.
Kriteria :
1) Harus
ada dokter penanggung jawab pelayanan.
2) Dokter
penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
3) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib
memberikan penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya
tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien
termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan.
b. Standar
II. Mendidik pasien dan keluarga
Rumah
sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung
jawab pasien dalam asuhan pasien
Kriteria :
Keselamatan
dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien yang merupakan
partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di rumah sakit harus ada sistem dan
mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab
pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan
keluarga dapat :
1). Memberikan
informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
2). Mengetahui
kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
3). Mengajukan
pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
4). Memahami dan
menerima konsekuensi pelayanan.
5). Mematuhi instruksi
dan menghormati peraturan rumah sakit.
6). Memperlihatkan
sikap menghormati dan tenggang rasa.
7). Memenuhi kewajiban
finansial yang disepakati.
c. Standar III.
Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Rumah
Sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan
antar unit pelayanan.
Kriteria :
1) Terdapat
koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien masuk,
pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan dan
saat pasien keluar dari rumah sakit.
2) Terdapat
koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber
daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap pelayanan transisi
antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
3) Terdapat
koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk memfasilitasi dukungan
keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan
kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.
4) Terdapat
komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat
tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.
d. Standar
IV. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien
Rumah
sakit harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor
dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif
Kejadian Tidak Diharapkan, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja
serta keselamatan pasien.
Kriteria :
1) Setiap
rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik, mengacu pada
visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas pelayanan
kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor
lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan ”Tujuh Langkah Menuju
Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
2) Setiap
rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain terkait
dengan : pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu
pelayanan, keuangan.
3) Setiap
rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua Kejadian
Tidak Diharapkan, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus
risiko tinggi.
4) Setiap
rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis untuk
menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien
terjamin.
e. Standar
V. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
1) Pimpinan
mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien secara
terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan “Tujuh Langkah Menuju
Keselamatan Pasien Rumah Sakit ”.
2) Pimpinan
menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan
pasien dan program menekan atau mengurangi Kejadian Tidak Diharapkan.
3) Pimpinan
mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan individu berkaitan
4) dengan
pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien.
5) Pimpinan
mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan
meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan keselamatan pasien.
6) Pimpinan
mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja
rumah sakit dan keselamatan pasien.
Kriteria :
1) Terdapat
tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
2) Tersedia
program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan
insiden, yang mencakup jenis-jenis Kejadian yang memerlukan perhatian, mulai
dari “Kejadian Nyaris Cedera” (Near miss) sampai dengan “Kejadian Tidak
Diharapkan’ ( Adverse event).
3) Tersedia
mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit terintegrasi
dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien.
4) Tersedia
prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang terkena
musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar
dan jelas untuk keperluan analisis.
5) Tersedia
mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden termasuk penyediaan
informasi yang benar dan jelas tentang Analisis Akar Masalah (RCA) “Kejadian Nyaris
Cedera” (Near miss) dan “Kejadian Sentinel’ pada saat program keselamatan
pasien mulai dilaksanakan.
6) Tersedia
mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya menangani “Kejadian Sentinel”
(Sentinel Event) atau kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko, termasuk
mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan dengan “Kejadian Sentinel”.
7) Terdapat
kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar
pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan pendekatan antar disiplin.
8) Tersedia
sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan perbaikan
kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan pasien, termasuk evaluasi berkala
terhadap kecukupan sumber daya tersebut.
9) Tersedia
sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi
efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien, termasuk rencana
tindak lanjut dan implementasinya.
f. Standar
VI. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
Standar :
1) Rumah
sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan mencakup
keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas
2) Rumah
sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk
meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan
interdisiplin dalam pelayanan pasien.
Kriteria :
1) Setiap
rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi
staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya
masing-masing.
2) Setiap
rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap
kegiatan inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan
insiden.
3) Setiap
rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok
(teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka
melayani pasien.
g. Standar
VII. Komunikasi merupakan kunci bagi staff untuk mencapai keselamatan pasien
1) Rumah
sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keselamatan pasien
untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal.
2) Transmisi
data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriteria :
1) Perlu
disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk memperoleh
data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.
2) Tersedia
mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen informasi
yang ada
5. Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah sebagai berikut :
a. BANGUN
KESADARAN AKAN NILAI KESELAMATAN PASIEN
Ciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan
adil.
Langkah penerapan:
1) Bagi
Rumah Sakit :
a) Pastikan
rumah sakit memiliki kebijakan yang mejabarkan apa yang harus dilakukan staf
segera setelah terjadi insiden, bagaimana langkah-langkah pengumpulan fakta
harus dilakukan dan dukungan apa yang harus diberikan kepada staf, pasien dan
keluarga
b) Pastikan
rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan peran dan akuntabilitas
individual bilamana ada insiden
c) Tumbuhkan
budaya pelaporan dan belajar dari insiden yang terjadi di rumah sakit.
d) Lakukan
asesmen dengan menggunakan survei penilaian keselamatan pasien.
2) Bagi
Unit/Tim :
a) Pastikan
rekan sekerja anda merasa mampu untuk berbicara mengenai kepedulian mereka dan
berani melaporkan bilamana ada insiden
b) Demonstrasikan
kepada tim anda ukuran-ukuran yang dipakai di rumah sakit anda untuk memastikan
semua laporan dibuat secara terbuka dan terjadi proses pembelajaran serta
pelaksanaan tindakan/solusi yang tepat.
b. PIMPIN
DAN DUKUNG STAF ANDA
Bangunlah
komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang Keselamatan Pasien di rumah sakit
anda.
Langkah
penerapan:
1) Untuk
Rumah Sakit :
a) Pastikan
ada anggota Direksi atau Pimpinan yang bertanggung jawab atas Keselamatan
Pasien
b) Identifikasi
di tiap bagian rumah sakit, orang-orang yang dapat diandalkan untuk menjadi
”penggerak” dalam gerakan Keselamatan Pasien
c) Prioritaskan
Keselamatan Pasien dalam agenda rapat Direksi/Pimpinan maupun rapat-rapat
manajemen rumah sakit
d) Masukkan
Keselamatan Pasien dalam semua program latihan staf rumah sakit anda dan
pastikan pelatihan ini diikuti dan diukur efektivitasnya.
2) Untuk
Unit/Tim :
a)
Nominasikan ”penggerak”
dalam tim anda sendiri untuk memimpin Gerakan Keselamatan Pasien
b)
Jelaskan kepada tim anda relevansi dan
pentingnya serta manfaat bagi mereka dengan menjalankan gerakan Keselamatan
Pasien
c)
Tumbuhkan sikap kesatria yang menghargai
pelaporan insiden.
c. INTEGRASIKAN
AKTIVITAS PENGELOLAAN RISIKO
Kembangkan sistem dan proses pengelolaan
risiko, serta lakukan identifikasi dan asesmen hal yang potensial bermasalah.
Langkah penerapan:
1) Untuk
Rumah Sakit :
a) Telaah
kembali struktur dan proses yang ada dalam manajemen risiko klinis dan non
klinis, serta pastikan hal tersebut mencakup dan terintegrasi dengan
Keselamatan Pasien dan Staf
b) Kembangkan
indikator-indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko yang dapat dimonitor
oleh Direksi/Pimpinan rumah sakit
c) Gunakan
informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem pelaporan insiden dan
asesmen risiko untuk dapat secara proaktif meningkatkan kepedulian terhadap
pasien.
2) Untuk
Unit/Tim :
a) Bentuk
forum-forum dalam rumah sakit untuk mendiskusikan isu-isu Keselamatan Pasien
guna memberikan umpan balik kepada manajemen yang terkait
b) Pastikan
ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses asesmen risiko rumah
sakit
c) Lakukan
proses asesmen risiko secara teratur, untuk menentukan akseptabilitas setiap
risiko, dan ambillah langkah-langkah yang tepat untuk memperkecil risiko
tersebut
d) Pastikan
penilaian risiko tersebut disampaikan sebagai masukan ke proses asesmen dan
pencatatan risiko rumah sakit.
d. KEMBANGKAN SISTEM PELAPORAN
Pastikan
staf Anda agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian/ insiden, serta rumah
sakit mengatur pelaporan kepada Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS).
Langkah penerapan :
1) Untuk
Rumah Sakit :
a) Lengkapi
rencana implementasi sistem pelaporan insiden ke dalam maupun ke luar, yang
harus dilaporkan ke KPPRS - PERSI.
2) Untuk
Unit/Tim :
a)
Berikan semangat kepada rekan sekerja
anda untuk secara aktif melaporkan setiap insiden yang terjadi dan insiden yang
telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, karena mengandung bahan pelajaran yang
penting.
e. LIBATKAN
DAN BERKOMUNIKASI DENGAN PASIEN
Kembangkan cara-cara komunikasi yang
terbuka dengan pasien.
Langkah penerapan :
1) Untuk
Rumah Sakit :
a)
Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan
yang secara jelas menjabarkan cara-cara komunikasi terbuka tentang insiden
dengan para pasien dan keluarganya
b)
Pastikan pasien dan
keluarga mereka mendapat informasi yang benar dan jelas bilamana terjadi insiden
c)
Berikan dukungan, pelatihan dan dorongan
semangat kepada staf agar selalu terbuka kepada pasien dan keluarganya.
2)
Untuk Unit/Tim :
a) Pastikan
tim anda menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan keluarganya bila
telah terjadi insiden
b) Prioritaskan
pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bilamana terjadi insiden, dan segera berikan
kepada mereka informasi yang jelas dan benar secara tepat
c) Pastikan,
segera setelah kejadian, tim menunjukkan empati kepada pasien dan keluarganya.
f. BELAJAR DAN BERBAGI PENGALAMAN TENTANG
KESELAMATAN PASIEN
Dorong staf anda
untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian
itu timbul.
Langkah penerapan:
1) Untuk
Rumah Sakit :
a)
Pastikan staf yang terkait telah
terlatih untuk melakukan kajian insiden secara tepat, yang dapat digunakan
untuk mengidentifikasi penyebab
b)
Kembangkan kebijakan yang menjabarkan
dengan jelas kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause
Analysis/RCA) atau Failure Modes and Effects Analysis (FMEA) atau metoda
analisis lain, yang harus mencakup semua insiden yang telah terjadi dan minimum
satu kali per tahun untuk proses risiko tinggi.
2) Untuk
Unit/Tim :
a)
Diskusikan dalam tim
anda pengalaman dari hasil analisis insiden
b)
Identifikasi unit atau bagian lain yang
mungkin terkena dampak di masa depan dan bagilah pengalaman tersebut secara
lebih luas.
g. CEGAH
CEDERA MELALUI IMPLEMENTASI SISTEM KESELAMATAN
1) PASIEN
Gunakan
informasi yang ada tentang kejadian / masalah untuk melakukan perubahan pada
sistem pelayanan.
Langkah
penerapan:
a) Untuk
Rumah Sakit :
i.
Gunakan informasi yang benar dan jelas
yang diperoleh dari sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, dan audit
serta analisis, untuk menentukan solusi setempat
ii.
Solusi tersebut dapat mencakup
penjabaran ulang sistem (struktur dan proses), penyesuaian pelatihan staf
dan/atau kegiatan klinis, termasuk penggunaan instrumen yang menjamin
keselamatan pasien.
iii.
Lakukan asesmen risiko untuk setiap
perubahan yang direncanakan
iv.
Sosialisasikan solusi yang dikembangkan
oleh KKPRS – PERSI
v.
Beri umpan balik kepada staf tentang
setiap tindakan yang diambil atas insiden yang dilaporkan
b) Untuk
Unit/Tim :
i.
Libatkan tim anda dalam mengembangkan
berbagai cara untuk membuat asuhan pasien menjadi lebih baik dan lebih aman.
ii.
Telaah kembali perubahan-perubahan yang
dibuat tim anda dan pastikan pelaksanaannya.
iii.
Pastikan tim anda menerima umpan balik
atas setiap tindak lanjut tentang insiden yang dilaporkan.
Tujuh
langkah keselamatan pasien rumah sakit merupakan panduan yang komprehensif
untuk menuju keselamatan pasien, sehingga tujuh langkah tersebut secara
menyeluruh harus dilaksanakan oleh setiap rumah sakit. Dalam pelaksanaan, tujuh
langkah tersebut tidak harus berurutan dan tidak harus serentak. Pilih
langkahlangkah yang paling strategis dan paling mudah dilaksanakan di rumah
sakit. Bila langkah-langkah ini berhasil maka kembangkan langkah-langkah yang
belum dilaksanakan. Bila tujuh langkah ini telah dilaksanakan dengan baik rumah
sakit dapat menambah penggunaan metodametoda lainnya.
6.
LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN
a. Di
Rumah Sakit
1) Rumah
sakit agar membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit, dengan susunan
organisasi sebagai berikut : Ketua : dokter, Anggota : dokter, dokter gigi,
perawat, tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya
2) Rumah
sakit agar mengembangkan sistem informasi pencatatan dan pelaporan internal
tentang insiden
3) Rumah
sakit agar melakukan pelaporan insiden ke Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(KKPRS) secara rahasia
4) Rumah
sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit dan menerapkan tujuh
langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.
5) Rumah
sakit pendidikan mengembangkan standar pelayanan medis berdasarkan hasil dari
analisis akar masalah dan sebagai tempat pelatihan standar-standar yang baru
dikembangkan.
b) Di
Propinsi/Kabupaten/kota
1) Melakukan
advokasi program keselamatan pasien ke rumah sakit - rumah sakit di wilayahnya
2) Melakukan advokasi ke pemerintah daerah agar
tersedianya dukungan anggaran terkait dengan program keselamatan pasien rumah
sakit Melakukan pembinaan pelaksanaan program keselamatan pasien rumah sakit..
c) Di
Pusat
1) Membentuk
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit dibawah Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia.
2) Menyusun
panduan nasional tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
3) Melakukan sosialisasi dan advokasi program
keselamatan pasien ke Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota, PERSI Daerah dan
rumah sakit pendidikan dengan jejaring pendidikan
4) Mengembangkan
laboratorium uji coba program keselamatan pasien.
7. PENCATATAN
DAN PELAPORAN
a. Di
Rumah Sakit
1) Setiap
unit kerja di rumah sakit mencatat semua kejadian terkait dengan keselamatan pasien
(Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan dan Kejadian Sentinel) pada
formulir yang sudah disediakan oleh rumah sakit.
2) Setiap
unit kerja di rumah sakit melaporkan semua kejadian terkait dengan keselamatan
pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan dan Kejadian
Sentinel) kepada Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit pada formulir yang sudah
disediakan oleh rumah sakit.
3) Tim
Keselamatan Pasien Rumah Sakit menganalisis akar penyebab masalah semua
kejadian yang dilaporkan oleh unit kerja.
4) Berdasarkan
hasil analisis akar masalah maka Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit
merekomendasikan solusi pemecahan dan mengirimkan hasil solusi pemecahan
masalah kepada Pimpinan rumah sakit
5) Pimpinan
rumah sakit melaporkan insiden dan hasil solusi masalah ke Komite Keselamatan
Pasien Rumah Sakit (KKPRS) setiap terjadinya insiden dan setelah melakukan
analisis akar masalah yang bersifat rahasia.
b. Di
Propinsi
Dinas
Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah menerima produk-produk dari Komite
Keselamatan Rumah Sakit
c. Di
Pusat
1) Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) merekapitulasi laporan dari rumah sakit
dan menjaga kerahasiannya.
2) Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan analisis hasil analisis yang telah
dilakukan oleh rumah sakit.
3) Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan analisis laporan insiden.bekerja sama
dengan rumah sakit pendidikan dan rumah sakit yang ditunjuk sebagai
laboratorium uji coba keselamatan pasien rumah sakit.
4) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
melakukan sosialisasi hasil analisis dan solusi masalah ke Dinas Kesehatan
Propinsi dan PERSI Daerah, rumah sakit terkait dan rumah sakit lainnya.
8. MONITORING
DAN EVALUASI
a. Di
Rumah Sakit
Pimpinan
rumah sakit melakukan monitoring dan evaluasi pada unit kerja-unit kerja di
rumah sakit, terkait dengan pelaksanaan keselamatan pasien di unit kerja
b.
Di Propinsi
Dnas
Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah melakukan monitoring dan evaluasi
pelaksanaan Program Keselamatan Pasien Rumah Sakit di wilayah kerjanya.
c. Di Pusat
1) Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Keselamatan
Pasien Rumah Sakit di rumah sakit - rumah sakit
2) Monitoring
dan evaluasi dilaksanakan minimal satu tahun satu kali.
(Departemen Kesehatan R.I, 2006)
B. Manajemen
Resiko Rumah Sakit
Manajemen
risiko merupakan disiplin ilmu yang luas. Seluruh bidang pekerjaan di dunia ini
pasti menerapkannya sebagai sesuatu yang sangat penting. Makin besar risiko
suatu pekerjaan makin besar perhatiannya pada aspek manajemen risiko ini. Rumah
sakitpun sebagai institusi dimana aktifitasnya penuh dengan berbagai risiko
keselamatan, jga sudah selayaknya menerapkan ini.
Referensi
utama manajemen risiko adalah standar Australia dan New Zeland AS/NZS 4360:2004
yang kemudian diadopsi oleh lembaga pendukungnya, yaitu ISO Guide 73:2009 dan
ISO 31010:2009. Dan sudah barang tentu, seluruh aktifitas manajemen risiko
didunia ini merujuk pada standar-standar tesebut.
Risiko
adalah:
1. peluang
terjadinya sesuatu yang akan mempunyai dampak pada pencapaian tujan (AS/NZS
4360:2004
2. Efek
dari ketidakpastian tujuan (ISO 31010:2009)
Sedangkan
manajemen risiko adalah
1. Budaya,
proses dan struktur yang diarahkan untuk mewujudkan peluang-peluang sambil
mengelola efek yang tidak diharapkan.(AS/ZNS 4360:2004)
2. Kegiatan
terkoordinasi untuk mengarahkan dan mengendalikan organisasi berkaitan dengan
risiko. (ISO 31000:2009)
Proses Manajemen Risiko
1. Identifikasi
Risiko
Adalah
proses menemukan, mengenal dan mendiskripsikan risiko ( ISO 31000:2009. Hal
pertama yang perlu dilakukan untuk manajemen risiko adalah mengidentifikasinya.
Identifikasi risiko ini terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Identifikasi
risiko proaktif adalah kegiatan identifikasi yang dilakukan dengan proaktif
mencari risiko yang berpotensi mengahalangi rumah sakit mencapai tujuannya.
Metode yang dapat dilakukan diantaranya: audit, inspeksi, brainstorming,
pendapat ahli, belajar dari pengalaman rumah sakit lain, FMEA, analisa SWOT,
survey dan lain-lain.
b. Identifikasi
risiko reaktif adalah kegiatan identifikasi yang dilakukan setelah risiko
muncul dan bermanifestasi dalam bentuk insiden/gangguan. Metode yang dipakai
baisanya adalah melalui pelaporan insiden.
2. Analisis
Risiko
Analisa
risiko adalah proses untuk memahami sifat risiko dan menentukan peringkat
risiko ( ISO 31000:2009). Setelah diidentifikasi, risiko dianalisa. Analisa
risiko dilakukan dengan cara menilai seberapa sering peluang risiko muncul,
serta berat ringannya dampak yang ditimbulkan.
3. Evaluasi
Risiko
Evaluasi
risiko adalah proses membandingkan antara hasil analisa risiko dengan kriteria
risiko untuk menentukan apakah risiko dan atau besarnya dapat diterima atau
ditoleransi. Dengan evaluasi risiko ini, setiap risiko dikelola oleh orang yang
bertanggung jawab sesuai dengan peringkatnya. Dengan demikian tidak ada risiko
yang terlewatkan dan terjadi pendelgasian tugas yang jelas sesuai dengan
berat-ringannya risiko.
4. Penanganan
Risiko
Penanganan
risiko adalah proses untuk memodifikasi risiko. Bentuk-bentuk penanganan risiko
diantaranya:
a. Menghindari
risiko dengan memutuskan untuk tidak memulai atau melanjtkan aktifitas yang
menimbulkan risiko.
b. Mengambil
atau meningkatkan risiko untuk mendapat peluang (lebih baik, lebih
menguntungkan)
c. Menghilangkan
sumber risiko
d. Mengubah
kemungkinan
e. Mengubah
konsekuensi
f. Berbagi
risiko dengan pihak lain ( termasuk kontrak dan pembiayaan risiko)
g. Mempertahankan
risiko dengan informasi pilihan.
5. Pengawasan(monitor)
dan Tinjauan (review)
Pengawasan
dan tinjauan memang merupakan kegiatan yang umum dilakukan oleh organisasi
manapun. Namun, untuk manajemen risiko ini perlu dibahas, karena ada alat bantu
yang sangat berguna. Alat bantu itu adalah risk register (daftar risiko). Risk
register adalah:
a. Pusat
dari proses manajemen risiko organisasi (NHS)
b. Alat
manajemen yang memungkinkan suatu organisasi memahami profil risiko secara
menyeluruh. Ini merupakan sebuah tempat penyimpanan untuk semua informasi
resiko (Risk Register Working Group 2002).
c. Catatan
segala jenis resiko yang mengancam
(Santoso
2012)
C.
Tinjauan
Islam terkait keselamatan pasien
Dalam
hal keselamatan pasien dirumah sakit, setiap tenaga kesehatan harus selalu
menjaga pasiennya agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Menolong
pasien tanpa membeda-bedakan baik itu status sosial maupun agama. Islam juga memerintahkan umatnya untuk saling
tolong menolong dalam hal kebajikan dan takwa.
“ dan bertolong-tolonglah kamu atas
kebajikan dan taqwa dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu pada Allah. Sesungguhnya Allah amat berat
siksanya (QS. Al-Maidah:2)
(Hasan, 2006)
Selain
itu tenaga medis haruslah memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1.
Penyantun
2.
Peramah
3.
Sabar
4.
Tenang
5.
Teliti
6.
Tegas
Etika
kedokteran islam terkumpul dalam kode etik kedokteran islam yang bernama
Thibbun Nabawi. Yang mengatur hubungan dokter dengan orang sakit dan dokter
dengan rekannya. Hubngan antara dokter dengan pasien adalah hubungan antar
manusia dan manusia. Dalam hubngan ini mungkin timbul pertentangan antara
dokter dan pasien, karena masing-masing mempunyai nilai yang berbeda. Untuk
melaksanakan tugasnya dengan baik, tidak jarang dokter harus berjuang lebih
dulu melawan tradisi yang tertanam dengan kuat. Dalam hal ini, seorang dokter
muslim tidak mungkin memaksakan kebudayaan profesinya. Sifat-sifat penting lain
yang harus dimiliki oleh seorang dokter
muslim dalam hal penanganan pasien gawat darurat ialah:
1.
Adanya belas kasihan dan cinta kasih
terhadap sesama manusia
2.
Seorang dokter muslim dilarang
mebeda-bedakan pasien
3.
Sebagian besar waktunya harus dicurahkan
ke pasien
4.
Seorang dokter muslim harus lebih banyak
mendengar dari pada bicara
5.
Seorang dokter muslim tidak boleh berkecil
hati dan harus merasa bangga akan profesinya karena semua agama menghormati
profesi dokter
6.
Seorang dokter wajib melakukan
pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin
ada orang lain yang bersedia dan mampu untuk memberikannya.
FORM
ASESMEN RISIKO PASIEN JATUH
Asesmen
Risiko Jatuh “Morse”
|
||
Faktor
Risiko
|
Skala
|
Nilai
|
Riwayat Jatuh
|
Ya
|
25
|
Tidak
|
0
|
|
Diagnonosa Sekunder
|
Ya
|
15
|
Tidak
|
0
|
|
Alat Bantu Jalan
|
Peralatan khusus
|
30
|
Tongkat / Walker
|
15
|
|
Kursi roda
|
0
|
|
Pasien di Infus
|
Ya
|
20
|
Tidak
|
0
|
|
Cara Berjalan
|
Terganggu
|
20
|
Lemah
|
10
|
|
Normal
|
0
|
|
Kondisi Mental
|
Keterbatasan daya ingat
|
15
|
Normal
|
0
|
|
TOTAL SCORE
|
|
................
|
Nilai
Score “Morse”
|
|
Risiko Tinggi
|
> 45
|
Risiko Sedang
|
25 – 44
|
Risiko Rendah
|
0 – 24
|
STRATEGI INTERVENSI
& REKOMENDASI PENCEGAHAN PASIEN JATUH
Intervensi
|
Level
Risiko
|
Area
Risiko
|
||||||
Tinggi
|
Sedang
|
Rendah
|
Riwayat
Jatuh
|
Kelemahan
Otot
|
Masalah
Mobilitas
|
Pasien
dengan obat banyak
|
Depresi
|
|
Tempat
tidur rendah
|
x
|
X
|
x
|
x
|
x
|
x
|
x
|
X
|
Alas
kaki anti slip
|
x
|
X
|
x
|
x
|
x
|
x
|
x
|
X
|
Bantu pasien keluar
tempat tidur pada sisi yang kuat
|
x
|
X
|
x
|
|
|
|
|
|
Kunci
alat bergerak ketika transfer / pindahkan pasien
|
x
|
X
|
x
|
x
|
x
|
x
|
x
|
X
|
Sesuaikan
alat yang dibutuhkan sesuai keperluan pasien
|
x
|
X
|
x
|
x
|
x
|
x
|
x
|
X
|
Atur
ruangan untuk pasien risiko tinggi dan sedang
|
x
|
X
|
|
x
|
x
|
x
|
x
|
X
|
Gunakan
alas lantai yang tidak licin / Karpet antislip
|
x
|
X
|
|
x
|
x
|
x
|
x
|
X
|
Kaji
obat yang dikonsumsi pasien
|
x
|
X
|
|
x
|
x
|
x
|
x
|
X
|
Program
Latihan gerak
|
x
|
x
|
|
x
|
x
|
x
|
x
|
X
|
Ceklist
pasien ke kamar mandi / toileting worksheet
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Beri
tanda pada pasien risiko tinggi
|
x
|
|
|
x
|
x
|
x
|
x
|
X
|
Pelindung
tulang pinggul
|
x
|
|
|
x
|
x
|
x
|
|
|
Gunakan
matras
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Bel
/ Alarm pada tempat tidur / kursi
|
x
|
|
|
x
|
x
|
x
|
|
|
Catatan : Daftar Intervensi
dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan.
Rumah Sakit seharusnya
menggunakan data ini sebagai rekomendasi implementasi program.
|
EQUIPMENT SAFETY CHECKLIST
SET
UP RUANGAN PASIEN RISIKO TINGGI JATUH
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan R.I. (2006). PANDUAN NASIONAL
KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT (Patient Safety).
Hasan, A. B. P. (2006). Psikologi Perkembangan Islam. jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
1691/MENKES/PER/VIII/2011 TENTANG KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT DENGAN.
(2011).
Zata
Ismah.2011. Pandangan islam Tentang Etika Pelayanan Kesehatan.
Z.ismah.blogspot.com/2012/pandangan-islam-tentang-etika-pelayanan.html.
Santoso, Taufik.2012. Risk Manajemen/manajemen risiko rumah
sakit.blogspot.com
dr. Arlina Dewi, M.Kes,
AAK.2014. Kuliah Pakar.Manajemen Risiko.S2 Kebidanan Stikes ‘Aisyiyah
Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar