1.
BEDSIDE TEACHING (BST)
Bedside
Teaching adalah pembelajaran yang dilakukan
langsung didepan pasien dimana pembelajaran mengaplikasikan kamampuan kognitif,
psikomotor dan afektif secara integrasi (LaCombe, MA, 1997).Bedside Teaching merupakan metode
mengajar kepada peserta didik, yang aktivitasnya dilakukan disamping tempat
tidur klien dan meliputi kegiatan mempelajari kondisi klien dan asuhan
kebidanan yang dibutuhkan klien (Nursalam, 2007).
Bedside
Teaching sangat baik digunakan untuk mempelajari
keterampilan klinik tidak hanya bisa diterapkan dirumah sakit tetapi juga dapat
diterapkan dibeberapa situasi dimana ada pasien (Nair, B., Coughland, J.,
Hensley, M, 1998).Bedside Teaching
memberikan kesempatan kepada pembimbing klinik agar dapat mengajarkan dan
mendidik peserta didik untuk menguasai keterampilan procedural, menumbuhkan
sikap professional, mempelajari perkembangan biologis/fisik, melakukan
komunikasi dan pengamatan langsung (Nursalam, 2007).
a.
TujuanBedside Teaching
1) Peserta didik mampu menguasai
keterampilan prosedural.
2) Menumbuhkan sikap profesional.
3) Mempelajari perkembangan
biologis/fisik.
4) Melakukan komunikasi dengan
pengamatan langsung
b.
Prinsip Dasar Bedside
Teaching
1) Adanya kesiapan fisik maupun
psikologis dari pembimbing klinik peserta didik dan klien.
2) Jumlah peserta didik dibatasi
idealnya 5-6 orang.
3) Diskusi di awal dan akhir
demonstrasi di depan klien dilakukan seminimal mungkin.
4) Lanjutkan dengan redemonstrasi.
5) Kaji permasalahan peserta didik
sesegera mungkin terhadap apa yang dilakukan.
6) Kegiatan yang didemonstrasikan
adalah sesuatu yang belum pernah diperoleh peserta didik sebelumnya,atau
apabila peserta didik menghadapi kesulitan penerapannya.
c.
Keuntungan Bedside Teaching
Dalam penelitian (Alden, 2006)
dihasilkan kesimpulan bahwa bedside
teaching sangat baik digunakan untuk mempelajari keterampilan klinik. Beberapa keuntungan bedside teaching antara lain :
1) Observasi langsung.
2) Menggunakan seluruh pikiran.
3) Klarifikasi dari anamnesa dan
pemeriksaan fisik.
4) Kesempatan untuk membentuk
keterampilan klinik mahasiswa.
5) Memperagakan fungsi :
a) Perawatan
b) Keterampilan interaktif:
Bedside teaching tidak hanya dapat diterapkan di
rumah sakit, keterampilan bedside
teaching juga dapat diterapkan di
beberapa situasi di mana ada pasien.
d.
Kerugian Bedside Teaching
1) Gangguan (misalnya ada panggilan
telepon/HP berdering).
2) Waktu rawat inap yang singkat.
3) Ruangan yang kecil sehingga padat
dan sesak.
4) Tidak ada papan tulis.
5) Tidak dapat mengacu pada buku.
6) Pelajar lelah
e.
Fase-fase
Pelaksanaan
1) Pre-Conference/Briefing
a) Menentukan
kasus yang akan dihadapi, tujuan spesifik yang ingin dicapai oleh peserta didik
dan criteria evaluasi.
b) Persiapan
peserta didik sebelum bertemu dengan klien, yang meliputi : menanyakan
pengetahuan dan pengalaman peserta didik sebelumnya, menanyakan permasalahan
peserta didik yang memerlukan bantuan pembimbing.
c) Berikan
peserta didik penjelasan tentang pedoman pelaksanaan.
d) Persiapan
klien dan jelaskan tujuan pertemuan.
2)
Implementasi/Demonstration and Inclusion of Microskills
a) Memberikan
kesempatan peserta didik untuk melihat bagaimana pembimbing berinteraksi dengan
klien.
b) Memberi
kesempatan peserta didik melakukan keterampilan teknik procedural dalam rangka
memberikan asuhan kebidanan dengan supervise.
c) Memfasilitasi
belajar aktif peserta didik dengan memberikan pertanyaan berkaitan dengan apa
yang dilakukan peserta didik dan mengapa itu dilakukan.
d) Mengobservasi
kemapuan klinik peserta didik dan mengobservasi interaksi peserta didik dengan
klien.
3) Post-Conference/Debriefing
a) Membahas
hal-hal yang telah dilakukan pada saat implementasi.
b) Berikan
kesempatan kepada peserta didik untuk memberikan masukan atau menyampaikan
pertanyaan.
c) Berikan
umpan balik pada peserta didik baik yang positif maupun yang negatif. Mulailah
umpan baik yang positif dengan memberikan penguatan baik pujian dan dorongan
untuk lebih baik lagi.
d) Koreksi
kesalahan peserta didik dengan menunjukkan atau menjelaskan bagaimana melakukan
keterampilan klinik tersebut dan bagaimana mengingatkannya.
e) Menemukan
kendala yang dihadapi dan mencari cara untuk mengatasinya.
f) Mengukur
tingkat pencapaian tujuan praktik saat itu.
4) Evaluasi
a) Menilai
kemapuan intelektual, teknikal dan interpersonal peserta didik.
b) Memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk menilai cara dan metode yang dilaksanakan
pembimbing.
c) Mencari
cara yang lebih efektif yang digunakan untuk meningkatkan metode pembelajaran.
f.
Faktor
yang Mempengaruhi Keberhasilan Bedside Teaching
1) Faktor Internal Peserta Didik
a) Faktor fisiologis
(1) Kematangan fisik: fisik peserta
didik yang sudah matang atau siap untuk belajar akan memudahkan dan
memperlancar proses bedside teaching.
(2) Keadaan indra : keadaan indra
peserta didik yang sehat dan normal, terutamapenglihatan dan pendengaran akan
memperlancar dan mendukung proses bedside teaching.
(3) Keadaan kesehatan : kondisi badan
peserta didik yang sehat dan tidak cacatakan memperlancar dan mendukung proses
bedside teaching.
b) Faktor psikologis
(1) Motivasi dan kesiapan: motivasi
adalah keinginan untuk belajar, sedangkan kesiapan mencerminkan keinginan dan
kemampuan peserta didik untuk belajar. Belajar yang dilandasi motivasi yang
kuat dan berasal dari dalam diri individu serta peserta didik merasa siap, akan
memperlancar proses bedside teaching.
(2) Emosi: emosi yang stabil, terkendali
dan tidak emosional akan mendukung proses bedside teaching
(a) Sikap: sikap peserta didik yang
positif terhadap materi, fasilitator, kondisifisik dan dalam menerima
pengajaran akan memperlancar proses bedside teaching.
(b) Minat: materi pembelajaran yang
menarik akan mempermudah peserta didik mempelajari materi pembelajaran dengan
sebaik-baiknya.
(c) Bakat: peserta didik yang berbakat
pada bidang tertentu, bila mengikuti materi pembelajaran yang sesuai dengan
bakatnya akan mempermudah proses pembelajaran.
(d) Intelegensi: di antara berbagai
faktor yang dapat mempengaruhi bedside teaching, faktor intelegensi sangat
besar pengaruhnya dalam proses dan kemajuan pembelajaran peserta didik. Apabila
peserta didik memiliki intelegensi tinggi akan mudah untuk memperoleh hasil
pembelajaran yang baik.
(e) Kreativitas: peserta didik yang mempunyai
kreativitas, memiliki usaha untuk memperbaiki kegagalan, sehingga akan merasa
aman bila menghadapi bedside teaching
2) Faktor Eksternal/di Luar Peserta
Didik
a) Faktor sosial
(1) Pembimbing/pendidik: pembimbing yang
mampu mendidik dengan baik,mampu berkomunikasi dengan baik, penuh perhatian
terhadap peserta didik,tahu kebutuhan dan kesulitan yang dihadapi peserta
didik, dan mampu menciptakan hubungan baik dengan peserta didik, akan
berpengaruh besar terhadap keberhasilan bedside teaching.
(2) Manusia yang hadir: manusia yang
hadir pada saat peserta didik sedang belajar dapat mengganggu proses bedside
teaching, misalnya: suasana menjadi gaduh dan berisik. Selain itu dukungan
klien terhadap interaksi selama bedside teaching akan mempengaruhi keberhasilan
pembelajaran.
b) Faktor non sosial
(1) Alat bantu serta sarana dan
prasarana yang memadai akan membantu proses bedside teaching.
(2) Lingkungan belajar yang optimal
memfasilitasi pembelajaran dengan mengurangi distraksi dan memberikan
kenyamanan fisik dan psikologis.
(3) Materi atau bahan pelajaran serta
metode pembelajarandengan keterlibatan aktif, pemberian umpan balik,
pengulangan dan pembelajaran dari sederhana ke kompleks. Keterlibatan aktif dan
pengulangan membuat pembelajaran lebih cepat dan retensi materi akan lebih baik.
Umpan balik membantu orang mempelajari keterampilan psikomotor dengan
mengaitkan dengan tujuan yang diinginkan. Sedangkan pembelajaran dari sederhana
kekompleks mempermudah pemahaman informasi baru, mengasimilasikannya dengan
pembelajaran sebelumnya dan membentuk pemahaman baru, karena materi
terorganisasi secara logis dan berurutan.
g.
Hambatan Bedside Teaching
Dalam
pelaksanaan bedside teaching, ada
beberapa hambatan yang mungkin timbul dalam pelaksanaan bedside teaching :
1) Gangguan (misalnya panggilan telepon).
2) Waktu rawat inap yang singkat.
3) Ruangan yang kecil sehingga padat
dan sesak.
4) Tidak ada papan tulis.
5) Tidak dapat mengacu pada buku.
6) Pelajar lelah.
Adapun beberapa hambatan dari pasien
:
1) Pasien merasa tidak nyaman.
2) Menyakiti pasien, terutama pada
pasien yang kondisi fisiknya tidak stabil.
3) Pasien tidak ada di tempat.
4) Pasien salah pengertian dalam
diskusi.
5) Pasien tidak terbuka.
6) Pasien tidak kooperatif atau marah.
2.
CASES PRESENTATION (PRESENTASI KASUS)
Presentasi kasus
disebut suatu kegiatan pembelajaran yang melibatkan seluruh peserta didik dalam
satu kelas besar dan setiap kelompok tutorial secara bergiliran
mempresentasikan hasil kerja kelompok tutornya dalam memecahkan masalah / kasus
yang didapatkan oleh kelompok tersebut.Presentasi dilakukan oleh seorang wakil
kelompok yang ditunjuk sebagai juru bicara dan waktu presentasi dialokasikan 15
– 20 menit untuk setiap kelompok.Jumlah presentasi disesuaikan dengan jumlah /
macam dari seluruh masalah / kasus yang diberikan kepada setiap
kelompok.Diskusi terbuka dilakukan setelah presentasi, dengan teknik
penyelenggaraan disesuaikan dengan waktu, kondisi, dan keragaman masalah yang
dipresentasikan.
Kegiatan ini dipimpin
oleh satu orang / lebih Pimpinan dan Sekretaris Kegiatan (mahasiswa) yang telah
dipilih / ditentukan sebelumnya, disesuaikan dengan keragaman dan jumlah
masalah yang dipresentasikan (satu atau beberapa sesi). Setiap Tutor diharapkan
hadir mendampingi kelompok Tutorialnya, walaupun inti kegiatan presentasi kasus
ini lebih berupa kegiatan: dari – oleh – untuk mahasiswa . Pada akhir kegiatan
dapat dimintakan pendapat dari para Tutor. Penanggungjawab kegiatan adalah
pembuat modul.Waktu kegiatan dialokasikan pada hari Jumat dengan lama kegiatan
disesuaikan (Hermas, 2015).
3.
PROBLEM
SOLVING
Problem Solving dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas
pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi
secara ilmiah. Terdapat 3 ciri utama dari problem solving (Komariah, 2011).
a. problem solvingmerupakan rangkaian
aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi Problem Solving ada sejumlah
kegiatan yang harus dilakukan siswa. Problem Solving tidak mengharapkan siswa
hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran, akan
tetapi melalui problem solving siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan
mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan.
b. Aktivitas pembelajaran diarahkan
untuk menyelesaikan masalah problem solving menempatkan masalah sebagai kata
kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah maka tidak mungkin ada
proses pembelajaran.
c. Pemecahan masalah dilakukan dengan
menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan
metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini
dilakukan secara secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir
ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu; sedangkan empiris artinya
proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.
Salah satu
model pemecahan masalah adalah model Polya. Langkah-langkah dalam pembelajaran
problem solving menurut Polya ada 4, yaitu : (1) memahami masalah, (2)
menentukan rencana strategi penyelesaian masalah, (3) menyelesaikan strategi
penyelesaian masalah, dan (4) memeriksa kembali jawaban yang diperoleh.
Pembelajaran ini dimulai dengan pemberian masalah, kemudian siswa berlatih
memahami, menyusun strategi dan melaksanakan strategi sampai dengan menarik
kesimpulan. Guru membimbing siswa pada setiap langkah problem solving dengan
memberikan pertanyaan yang mengarah pada konsep (Komariah, 2011).
Dalam
implemantasinya di lapangan sampai saat ini proses pembelajaran yang berpusat
pada siswa masih mengalami banyak kendala. Salah satu kendalanya adalah
rendahnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah yang ditandai dengan (1)
rendahnya kemampuan siswa dalam menganalisis masalah, (2) rendahnya kemampuan
siswa dalam merancang rencana penyelesaian masalah, dan (3) rendahnya kemampuan
siswa dalam melaksanakan perhitungan terutama yang berkaitan dengan materi
apersepsi yang mendukung proses pemecahan masalah.
Manfaat dan Tujuan dari Metode
Problem solving
Manfaat
dari penggunaan metode problem solving pada proses belajar mengajar untuk
mengembangkan pembelajaran yang lebih menarik. metode problem solving memberikan
beberapa manfaat antara lain :
a) Mengembangkan sikap keterampilan
siswa dalam memecahkan permasalahan, serta dalam mengambil keputusan secara
objektif dan mandiri
b) Mengembangkan kemampuan berpikir
para siswa, anggapan yang menyatakan bahwa kemampuan berpikir akan lahir bila
pengetahuan makin bertambah
c) Melalui inkuiri atau problem solving
kemampuan berpikir tadi diproses dalam situasi atau keadaan yang bener– bener
dihayati, diminati siswa serta dalam berbagai macam ragam altenatif
d) Membina pengembangan sikap perasaan
(ingin tahu lebih jauh) dan cara berpikir objektif– mandiri, krisis– analisis
baik secara individual maupun kelompok.
Tujuan dari pembelajaran problem
solving adalah sebagai berikut.
a) Siswa menjadi terampil menyeleksi informasi
yang relevan kemudian menganalisisnya dan akhirnya meneliti kembali hasilnya.
b) Kepuasan intelektual akan timbul
dari dalam sebagai hadiah intrinsik bagi siswa.
c) Potensi intelektual siswa meningkat.
d) Siswa belajar bagaimana melakukan
penemuan dengan melalui proses melakukan penemuan
Langkah-langkah model
pembelajaran problem solving :
Metode problem solving atau metode pemecahan masalah
bukan hanya sekedar metode mengajar.Ia juga merupakan suatu metode berpikir
sebab dalam problem solving dapat digunakan metode-metode lain yang dimulai
dengan mencari data sampai pada penarikan kesimpulan. Langkah-langkah
penggunaan metode ini sebagai berikut:
a. Adanya
masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai
dengan taraf kemampuannya.
b. Mencari
data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang muncul.
Misalnya dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya, dan berdiskusi.
c. Menetapkan
jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban tentu saja didasarkan
pada data yang telah diperoleh pada langkah kedua di atas.
d. Menguji
kebenaran jawaban sementara tersebut sehingga batul-betul yakin bahwa jawaban tersebut betul-betul cocok.
e. Menarik
kesimpulan. Artinya siswa harus sampai pada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.
Model Pembelajaran
Creativ Problem Solving
Model
“creative Problem Solving” (CPS) adalah suatu model pembelajaran yang melakukan
pemusatan pada pembelajaran dan keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti
dengan penguatan keterampilan. ketika dihdapkan dengan suatu pertanyaan, siswa
dapat melakukan keterampilan memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan
tanggapannya. Tidak hanya dengan cara menghapal tanpa berfikir, keterampilan
memecahkan masalah memperluas proses berpikir suatu soal yang dianggap sebagai
“masalah” adalah soal yang memerlukan keaslian berpikir tanpa adanya contoh
penyelesaian sebelumnya. Masalah berbeda denggan soal latihan. Adapun proses
dari model pembelajaran CPS, terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut :
1. Klasifikasi
masalah Klarifikasi masalah meliputi pemberian penjelasan kepada siswa tentang
masalah yang diajukan, agar siswa dapat memahamai tentang penyelesaian seperti
apa yang diharapkan. Pengungkapan pendapat pada tahap ini siswa dibebaskan
untuk mengungkapkan pendapat tentang berbagai macam strategi penyelesaian
masalah.
2. Evaluasi
dan pemilihan Pada tahap evaluasi dan pemilihan ini, setiap kelompok
mendiskusikan pendapat-pendapat atau strategi-strategi mana yang cocok untuk
menyelesaikan masalah.
3. Implementasi
Pada tahap ini siswa menentukan strategi mana yang dapat diambil untuk
menyelesaikan masalah, kemudian menerapkannya sampai menemukan penyelesaian
dari masalah tersebut (pepkin, 2004:2). Dengan membiasakan siswa menggunakan
langkah-langkah yang kreatif dalam memecahkan masalah, diharapkan dapat
membantu siswa mengatasi kesulitan dalam mempelajari fisika.
Fakta empirik kelebihan
problem based learning :
a. Dengan
PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Peserta didik yang belajar memecahkan
suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau
berusaha mencari informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah yang mereka
hadapi. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika peserta didik
berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan.
b. Dalam
situasi PBL, peserta didik mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan secara
simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.
c. PBL
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta
didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan
hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
d. Peserta
didik memperoleh pengetahuan dasar (basic sciences)yang berguna untuk
memecahkan masalah bidang keteknikan yang dijumpainya
e. peserta
didik belajar secara aktif dan mandiri dengan sajian materi terintegrasi dan
relevan dengan kenyataan sebenarnya, yang sering disebut student-centered
f. peserta
didik mampu berpikir kritis, dan mengembangkan inisiatif.
Kelemahan-kelemahan
model pembelajaran Problem Based Learning :
a. Bagi
peserta didik yang kurang berkomitmen, akan mengalami kesulitan dalammerumuskan
permasalahan dan mengungkapkan hubungan antara dugaan-dugaan hipotesis,
sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi
b. Tidak
efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang
lama untuk membantu mereka menemukan teori hipotesisdanmenentukan pemecahan
masalah lainnya.
c. Pembelajaranberbasis
masalah lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek
konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian
d. Tidak
menyediakan waktu yang memadai bagi siswa untuk menentukan sendiri permasalahan
dan dugaan hipotesis yang diperlukan, karena telah dipilih terlebih dahulu oleh
guru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar