Senin, 15 Juni 2015

Metode Pembelajaran Klinik II



1.      BEDSIDE TEACHING (BST)
Bedside Teaching adalah pembelajaran yang dilakukan langsung didepan pasien dimana pembelajaran mengaplikasikan kamampuan kognitif, psikomotor dan afektif secara integrasi (LaCombe, MA, 1997).Bedside Teaching merupakan metode mengajar kepada peserta didik, yang aktivitasnya dilakukan disamping tempat tidur klien dan meliputi kegiatan mempelajari kondisi klien dan asuhan kebidanan yang dibutuhkan klien (Nursalam, 2007).
Bedside Teaching sangat baik digunakan untuk mempelajari keterampilan klinik tidak hanya bisa diterapkan dirumah sakit tetapi juga dapat diterapkan dibeberapa situasi dimana ada pasien (Nair, B., Coughland, J., Hensley, M, 1998).Bedside Teaching memberikan kesempatan kepada pembimbing klinik agar dapat mengajarkan dan mendidik peserta didik untuk menguasai keterampilan procedural, menumbuhkan sikap professional, mempelajari perkembangan biologis/fisik, melakukan komunikasi dan pengamatan langsung (Nursalam, 2007).
a.      TujuanBedside Teaching
1)      Peserta didik mampu menguasai keterampilan prosedural.
2)      Menumbuhkan sikap profesional.
3)      Mempelajari perkembangan biologis/fisik.
4)      Melakukan komunikasi dengan pengamatan langsung

b.      Prinsip Dasar Bedside Teaching
1)      Adanya kesiapan fisik maupun psikologis dari pembimbing klinik peserta didik dan klien.
2)      Jumlah peserta didik dibatasi idealnya 5-6 orang.
3)      Diskusi di awal dan akhir demonstrasi di depan klien dilakukan seminimal mungkin.
4)      Lanjutkan dengan redemonstrasi.
5)      Kaji permasalahan peserta didik sesegera mungkin terhadap apa yang dilakukan.
6)      Kegiatan yang didemonstrasikan adalah sesuatu yang belum pernah diperoleh peserta didik sebelumnya,atau apabila peserta didik menghadapi kesulitan penerapannya.
c.       Keuntungan Bedside Teaching
Dalam penelitian (Alden, 2006) dihasilkan kesimpulan bahwa bedside teaching sangat baik digunakan untuk mempelajari keterampilan klinik.  Beberapa keuntungan bedside teaching antara lain :
1)      Observasi langsung.
2)      Menggunakan seluruh pikiran.
3)      Klarifikasi dari anamnesa dan pemeriksaan fisik.
4)      Kesempatan untuk membentuk keterampilan klinik mahasiswa.
5)      Memperagakan fungsi :
a)      Perawatan
b)      Keterampilan interaktif:
Bedside teaching tidak hanya dapat diterapkan di rumah sakit, keterampilan bedside teaching juga dapat diterapkan  di beberapa situasi di mana ada pasien.
d.      Kerugian Bedside Teaching
1)      Gangguan (misalnya ada panggilan telepon/HP berdering).
2)      Waktu rawat inap yang singkat.
3)      Ruangan yang kecil sehingga padat dan sesak.
4)      Tidak ada papan tulis.
5)      Tidak dapat mengacu pada buku.
6)      Pelajar lelah
e.       Fase-fase Pelaksanaan
1)      Pre-Conference/Briefing
a)      Menentukan kasus yang akan dihadapi, tujuan spesifik yang ingin dicapai oleh peserta didik dan criteria evaluasi.
b)      Persiapan peserta didik sebelum bertemu dengan klien, yang meliputi : menanyakan pengetahuan dan pengalaman peserta didik sebelumnya, menanyakan permasalahan peserta didik yang memerlukan bantuan pembimbing.
c)      Berikan peserta didik penjelasan tentang pedoman pelaksanaan.
d)     Persiapan klien dan jelaskan tujuan pertemuan.
2)      Implementasi/Demonstration and Inclusion of Microskills
a)      Memberikan kesempatan peserta didik untuk melihat bagaimana pembimbing berinteraksi dengan klien.
b)      Memberi kesempatan peserta didik melakukan keterampilan teknik procedural dalam rangka memberikan asuhan kebidanan dengan supervise.
c)      Memfasilitasi belajar aktif peserta didik dengan memberikan pertanyaan berkaitan dengan apa yang dilakukan peserta didik dan mengapa itu dilakukan.
d)     Mengobservasi kemapuan klinik peserta didik dan mengobservasi interaksi peserta didik dengan klien.
3)      Post-Conference/Debriefing
a)      Membahas hal-hal yang telah dilakukan pada saat implementasi.
b)      Berikan kesempatan kepada peserta didik untuk memberikan masukan atau menyampaikan pertanyaan.
c)      Berikan umpan balik pada peserta didik baik yang positif maupun yang negatif. Mulailah umpan baik yang positif dengan memberikan penguatan baik pujian dan dorongan untuk lebih baik lagi.
d)     Koreksi kesalahan peserta didik dengan menunjukkan atau menjelaskan bagaimana melakukan keterampilan klinik tersebut dan bagaimana mengingatkannya.
e)      Menemukan kendala yang dihadapi dan mencari cara untuk mengatasinya.
f)       Mengukur tingkat pencapaian tujuan praktik saat itu.
4)      Evaluasi
a)      Menilai kemapuan intelektual, teknikal dan interpersonal peserta didik.
b)      Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menilai cara dan metode yang dilaksanakan pembimbing.
c)      Mencari cara yang lebih efektif yang digunakan untuk meningkatkan metode pembelajaran.
f.       Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Bedside Teaching
1)      Faktor Internal Peserta Didik
a)      Faktor fisiologis
(1)   Kematangan fisik: fisik peserta didik yang sudah matang atau siap untuk belajar akan memudahkan dan memperlancar proses bedside teaching.
(2)   Keadaan indra : keadaan indra peserta didik yang sehat dan normal, terutamapenglihatan dan pendengaran akan memperlancar dan mendukung proses bedside teaching.
(3)   Keadaan kesehatan : kondisi badan peserta didik yang sehat dan tidak cacatakan memperlancar dan mendukung proses bedside teaching.
b)      Faktor psikologis
(1)   Motivasi dan kesiapan: motivasi adalah keinginan untuk belajar, sedangkan kesiapan mencerminkan keinginan dan kemampuan peserta didik untuk belajar. Belajar yang dilandasi motivasi yang kuat dan berasal dari dalam diri individu serta peserta didik merasa siap, akan memperlancar proses bedside teaching.
(2)   Emosi: emosi yang stabil, terkendali dan tidak emosional akan mendukung proses bedside teaching
(a)    Sikap: sikap peserta didik yang positif terhadap materi, fasilitator, kondisifisik dan dalam menerima pengajaran akan memperlancar proses bedside teaching.
(b)   Minat: materi pembelajaran yang menarik akan mempermudah peserta didik mempelajari materi pembelajaran dengan sebaik-baiknya.
(c)    Bakat: peserta didik yang berbakat pada bidang tertentu, bila mengikuti materi pembelajaran yang sesuai dengan bakatnya akan mempermudah proses pembelajaran.
(d)   Intelegensi: di antara berbagai faktor yang dapat mempengaruhi bedside teaching, faktor intelegensi sangat besar pengaruhnya dalam proses dan kemajuan pembelajaran peserta didik. Apabila peserta didik memiliki intelegensi tinggi akan mudah untuk memperoleh hasil pembelajaran yang baik.
(e)    Kreativitas: peserta didik yang mempunyai kreativitas, memiliki usaha untuk memperbaiki kegagalan, sehingga akan merasa aman bila menghadapi bedside teaching
2)      Faktor Eksternal/di Luar Peserta Didik
a)      Faktor sosial
(1)   Pembimbing/pendidik: pembimbing yang mampu mendidik dengan baik,mampu berkomunikasi dengan baik, penuh perhatian terhadap peserta didik,tahu kebutuhan dan kesulitan yang dihadapi peserta didik, dan mampu menciptakan hubungan baik dengan peserta didik, akan berpengaruh besar terhadap keberhasilan bedside teaching.
(2)   Manusia yang hadir: manusia yang hadir pada saat peserta didik sedang belajar dapat mengganggu proses bedside teaching, misalnya: suasana menjadi gaduh dan berisik. Selain itu dukungan klien terhadap interaksi selama bedside teaching akan mempengaruhi keberhasilan pembelajaran.
b)      Faktor non sosial
(1)   Alat bantu serta sarana dan prasarana yang memadai akan membantu proses bedside teaching.
(2)   Lingkungan belajar yang optimal memfasilitasi pembelajaran dengan mengurangi distraksi dan memberikan kenyamanan fisik dan psikologis.
(3)   Materi atau bahan pelajaran serta metode pembelajarandengan keterlibatan aktif, pemberian umpan balik, pengulangan dan pembelajaran dari sederhana ke kompleks. Keterlibatan aktif dan pengulangan membuat pembelajaran lebih cepat dan retensi materi akan lebih baik. Umpan balik membantu orang mempelajari keterampilan psikomotor dengan mengaitkan dengan tujuan yang diinginkan. Sedangkan pembelajaran dari sederhana kekompleks mempermudah pemahaman informasi baru, mengasimilasikannya dengan pembelajaran sebelumnya dan membentuk pemahaman baru, karena materi terorganisasi secara logis dan berurutan.
g.      Hambatan Bedside Teaching
Dalam pelaksanaan bedside teaching, ada beberapa hambatan yang mungkin timbul dalam pelaksanaan bedside teaching :
1)      Gangguan (misalnya panggilan telepon).
2)      Waktu rawat inap yang singkat.
3)      Ruangan yang kecil sehingga padat dan sesak.
4)      Tidak ada papan tulis.
5)      Tidak dapat mengacu pada buku.
6)      Pelajar lelah.
Adapun beberapa hambatan dari pasien :
1)      Pasien merasa tidak nyaman.
2)      Menyakiti pasien, terutama pada pasien yang kondisi fisiknya tidak stabil.
3)      Pasien tidak ada di tempat.
4)      Pasien salah pengertian dalam diskusi.
5)      Pasien tidak terbuka.
6)      Pasien tidak kooperatif atau marah.

2.      CASES PRESENTATION (PRESENTASI KASUS)
Presentasi kasus disebut suatu kegiatan pembelajaran yang melibatkan seluruh peserta didik dalam satu kelas besar dan setiap kelompok tutorial secara bergiliran mempresentasikan hasil kerja kelompok tutornya dalam memecahkan masalah / kasus yang didapatkan oleh kelompok tersebut.Presentasi dilakukan oleh seorang wakil kelompok yang ditunjuk sebagai juru bicara dan waktu presentasi dialokasikan 15 – 20 menit untuk setiap kelompok.Jumlah presentasi disesuaikan dengan jumlah / macam dari seluruh masalah / kasus yang diberikan kepada setiap kelompok.Diskusi terbuka dilakukan setelah presentasi, dengan teknik penyelenggaraan disesuaikan dengan waktu, kondisi, dan keragaman masalah yang dipresentasikan.
Kegiatan ini dipimpin oleh satu orang / lebih Pimpinan dan Sekretaris Kegiatan (mahasiswa) yang telah dipilih / ditentukan sebelumnya, disesuaikan dengan keragaman dan jumlah masalah yang dipresentasikan (satu atau beberapa sesi). Setiap Tutor diharapkan hadir mendampingi kelompok Tutorialnya, walaupun inti kegiatan presentasi kasus ini lebih berupa kegiatan: dari – oleh – untuk mahasiswa . Pada akhir kegiatan dapat dimintakan pendapat dari para Tutor. Penanggungjawab kegiatan adalah pembuat modul.Waktu kegiatan dialokasikan pada hari Jumat dengan lama kegiatan disesuaikan (Hermas, 2015).

3.      PROBLEM SOLVING
Problem Solving dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat 3 ciri utama dari problem solving (Komariah, 2011).
a.       problem solvingmerupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi Problem Solving ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. Problem Solving tidak mengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui problem solving siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan.
b.      Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah problem solving menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran.
c.       Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu; sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.
Salah satu model pemecahan masalah adalah model Polya. Langkah-langkah dalam pembelajaran problem solving menurut Polya ada 4, yaitu : (1) memahami masalah, (2) menentukan rencana strategi penyelesaian masalah, (3) menyelesaikan strategi penyelesaian masalah, dan (4) memeriksa kembali jawaban yang diperoleh. Pembelajaran ini dimulai dengan pemberian masalah, kemudian siswa berlatih memahami, menyusun strategi dan melaksanakan strategi sampai dengan menarik kesimpulan. Guru membimbing siswa pada setiap langkah problem solving dengan memberikan pertanyaan yang mengarah pada konsep (Komariah, 2011). 
Dalam implemantasinya di lapangan sampai saat ini proses pembelajaran yang berpusat pada siswa masih mengalami banyak kendala. Salah satu kendalanya adalah rendahnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah yang ditandai dengan (1) rendahnya kemampuan siswa dalam menganalisis masalah, (2) rendahnya kemampuan siswa dalam merancang rencana penyelesaian masalah, dan (3) rendahnya kemampuan siswa dalam melaksanakan perhitungan terutama yang berkaitan dengan materi apersepsi yang mendukung proses pemecahan masalah.
Manfaat dan Tujuan dari Metode Problem solving
Manfaat dari penggunaan metode problem solving pada proses belajar mengajar untuk mengembangkan pembelajaran yang lebih menarik. metode problem solving memberikan beberapa manfaat antara lain :
a)      Mengembangkan sikap keterampilan siswa dalam memecahkan permasalahan, serta dalam mengambil keputusan secara objektif dan mandiri
b)      Mengembangkan kemampuan berpikir para siswa, anggapan yang menyatakan bahwa kemampuan berpikir akan lahir bila pengetahuan makin bertambah
c)      Melalui inkuiri atau problem solving kemampuan berpikir tadi diproses dalam situasi atau keadaan yang bener– bener dihayati, diminati siswa serta dalam berbagai macam ragam altenatif
d)     Membina pengembangan sikap perasaan (ingin tahu lebih jauh) dan cara berpikir objektif– mandiri, krisis– analisis baik secara individual maupun kelompok.
Tujuan dari pembelajaran problem solving adalah sebagai berikut.
a)       Siswa menjadi terampil menyeleksi informasi yang relevan kemudian menganalisisnya dan akhirnya meneliti kembali hasilnya.
b)      Kepuasan intelektual akan timbul dari dalam sebagai hadiah intrinsik bagi siswa.
c)      Potensi intelektual siswa meningkat.
d)     Siswa belajar bagaimana melakukan penemuan dengan melalui proses melakukan penemuan

Langkah-langkah model pembelajaran problem solving :
Metode problem solving atau metode pemecahan masalah bukan hanya sekedar metode mengajar.Ia juga merupakan suatu metode berpikir sebab dalam problem solving dapat digunakan metode-metode lain yang dimulai dengan mencari data sampai pada penarikan kesimpulan. Langkah-langkah penggunaan metode ini sebagai berikut:
a.       Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya.
b.      Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang muncul. Misalnya dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya, dan berdiskusi.
c.       Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban tentu saja didasarkan pada data yang telah diperoleh pada langkah kedua di atas.
d.      Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut sehingga batul-betul yakin bahwa  jawaban tersebut betul-betul cocok.
e.       Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai pada kesimpulan terakhir tentang  jawaban dari masalah tadi.
Model Pembelajaran Creativ Problem Solving
Model “creative Problem Solving” (CPS) adalah suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pembelajaran dan keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan keterampilan. ketika dihdapkan dengan suatu pertanyaan, siswa dapat melakukan keterampilan memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan tanggapannya. Tidak hanya dengan cara menghapal tanpa berfikir, keterampilan memecahkan masalah memperluas proses berpikir suatu soal yang dianggap sebagai “masalah” adalah soal yang memerlukan keaslian berpikir tanpa adanya contoh penyelesaian sebelumnya. Masalah berbeda denggan soal latihan. Adapun proses dari model pembelajaran CPS, terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut :
1.      Klasifikasi masalah Klarifikasi masalah meliputi pemberian penjelasan kepada siswa tentang masalah yang diajukan, agar siswa dapat memahamai tentang penyelesaian seperti apa yang diharapkan. Pengungkapan pendapat pada tahap ini siswa dibebaskan untuk mengungkapkan pendapat tentang berbagai macam strategi penyelesaian masalah.
2.      Evaluasi dan pemilihan Pada tahap evaluasi dan pemilihan ini, setiap kelompok mendiskusikan pendapat-pendapat atau strategi-strategi mana yang cocok untuk menyelesaikan masalah.
3.      Implementasi Pada tahap ini siswa menentukan strategi mana yang dapat diambil untuk menyelesaikan masalah, kemudian menerapkannya sampai menemukan penyelesaian dari masalah tersebut (pepkin, 2004:2). Dengan membiasakan siswa menggunakan langkah-langkah yang kreatif dalam memecahkan masalah, diharapkan dapat membantu siswa mengatasi kesulitan dalam mempelajari fisika.
Fakta empirik kelebihan problem based learning :
a.       Dengan PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Peserta didik yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mencari informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika peserta didik berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan.
b.      Dalam situasi PBL, peserta didik mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.
c.       PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
d.      Peserta didik memperoleh pengetahuan dasar (basic sciences)yang berguna untuk memecahkan masalah bidang keteknikan yang dijumpainya
e.       peserta didik belajar secara aktif dan mandiri dengan sajian materi terintegrasi dan relevan dengan kenyataan sebenarnya, yang sering disebut student-centered
f.       peserta didik mampu berpikir kritis, dan mengembangkan inisiatif.

Kelemahan-kelemahan model pembelajaran Problem Based Learning :
a.       Bagi peserta didik yang kurang berkomitmen, akan mengalami kesulitan dalammerumuskan permasalahan dan mengungkapkan hubungan antara dugaan-dugaan hipotesis, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi
b.      Tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori hipotesisdanmenentukan pemecahan masalah lainnya.
c.       Pembelajaranberbasis masalah lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian
d.      Tidak menyediakan waktu yang memadai bagi siswa untuk menentukan sendiri permasalahan dan dugaan hipotesis yang diperlukan, karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.

Tidak ada komentar: